Search
Search

Waspada Karsinogen pada Kosmetik

Oleh: Prof. Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M.Agr., Auditor Senior LPPOM MUI

Awal Oktober 2022 lalu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah merilis daftar kosmetik yang mengandung bahan berbahaya karsinogenik. Apa dampaknya bagi pengguna kosmetik?

BPOM telah melakukan pengujian kualitas sejumlah kosmetik yang beredar di masyarakat lantaran dicurigai mengandung bahan kimia berbahaya. Pengujian dilakukan dalam rentang waktu 10 bulan, terhitung sejak Oktober 2021 hingga Agustus 2022.

Hasilnya menyatakan bahwa terdapat 16 produk kosmetik yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) dan bahan berbahaya bagi kesehatan. Temuan tersebut didominasi oleh bahan pewarna yang dilarang, yaitu Merah K3 dan Merah K10.

Menurut BPOM, pewarna merah K3 dan merah K10 merupakan bahan yang berisiko menyebabkan kanker (bersifat karsinogenik). Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM menjelaskan bahwa setidaknya terdapat 1 juta unit kosmetik yang mengandung karsinogenik dengan nilai ekonomi sebesar Rp34,4 miliar. Selain itu, BPOM juga menarik 46 kosmetik dari peredaran, karena mengandung bahan terlarang dan tercemar oleh mikroba, serta terdapat pula kosmetik palsu.

Seperti dikutip Kompas.com, kandungan karsinogen yang dipakai dalam produk kosmetik terbukti berbahaya bagi kesehatan manusia. Karsinogen adalah zat, organisme atau agen yang dapat menyebabkan kanker. Bahan baku tersebut bukan hanya dihasilkan secara kimiawi namun juga tercipta secara alami, misalnya dari sinar ultraviolet atau virus tertentu.

Guru besar IPB University, Prof. Sedarnawati Yasni menegaskan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 445/Menkes/Permenkes/1998, kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.

Lebih lanjut Sedarnawati menjelaskan banyak zat yang dapat dinyatakan sebagai karsinogen, atau memiliki kemungkinan berbahaya bagi kesehatan, terutama pada kosmetik dekoratif. Dengan menggunakan kosmetik dekoratif seperti bedak, lipstik, pemerah pipi, perona mata, eye liner, maskara, pensil alis dan lainnya, penampilan seseorang dapat lebih cantik.

Karsinogen di dalam Kosmetik

Pewarna merah K3 dan merah K10 biasanya digunakan untuk pewarna lipstik dan sediaan dekoratif lainnya seperti eye shadow dan perona pipi. Kedua bahan tersebut dilaporkan dapat membahayakan kesehatan dan merusak penampilan kulit. Selain itu, penggunaan Rhodamin B sebagai zat warna merah sintesis dalam sediaan kosmetik dekoratif (liptik dan perona mata) merupakan zat karsinogen bila terakumulasi pada tubuh.

Hasil analisis terhadap temuan BPOM terkait penggunaan Rhodamin B yang tidak sesuai aturan menyatakan dari lima sampel perona mata dan tiga sampel lipstik yang dianalisis menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), dilaporkan bahwa semua sampel perona mata mengandung rhodamin B dengan nilai terbesar 776,98 mg/ kg, sedangkan dua dari tiga sampel lipstik mengandung rhodamin B dengan nilai terendah 4,23 mg/kg (1).

Bahan lainnya adalah phenacetin dan benzene. Phenacetin masih digunakan dalam produk perawatan rambut, termasuk cat rambut atau produk bleaching. Karsinogen ini juga digunakan dalam produk kosmetik seperti pewarna rambut, sampo, perawatan ketombe/kulit kepala dan perawatan kulit kemerahan/rosacea. Benzene adalah bahan yang sangat berisiko memicu kanker, dan berbagai masalah kesehatan terkait organ paru-paru, kandung kemih, ginjal, reproduksi dan saluran pencernaan.

Lipstik merupakan salah satu perangkat wajib bagi wanita yang terbuat dari lilin, pigmen, minyak, dan sebagainya. Beberapa lipstik diduga mengandung logam berat yang berbahaya bagi tubuh manusia, seperti timbal (Pb), kromium (Cr), dan kadmium (Cd). Secara visual dapat dikatakan bahwa warna lipstik yang semakin gelap dapat diduga memiliki kandungan timbalnya yang tinggi. Pengaruh yang ditimbulkan memerlukan waktu terakumulasi dalam tubuh karena bersifat toksik dan karsinogen.

Persyaratan kosmetik dari BPPOM menyatakan tidak boleh ada logam – logam berat, termasuk pada produk lipstik kandungan logam berat harus negatif. Hal ini dapat dimengerti dari penggunaan lipstik di daerah bibir yang sensitif, dan juga mudah tertelan melalui makanan dan masuk pada sistem pencernaan manusia (Supriyadi, 2008).

Bagaimanakah mekanisme kerja dari logam berat yang masuk ke dalam tubuh? Sifat toksik logam berat dapat mengakibatkan karsinogen (penyebab kanker), karena logam terikat dengan ligan dari struktur biologi. Sebagian besar logam akan menduduki ikatan tersebut dalam beberapa jenis sistem enzim dalam tubuh, sehingga enzim tidak efektif.

Berbahaya bagi Kesehatan

BPOM menjelaskan, karsinogenik adalah zat yang dapat memicu pertumbuhan sel kanker. Zat tersebut tanpa disadari dapat masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara, baik melalui udara yang dihirup maupun makanan atau minuman yang dikonsumsi. Meskipun penyebab penyakit kanker masih belum diketahui secara pasti, berbagai studi menunjukkan bahwa paparan zat karsinogenik dalam jangka panjang mampu menjadi salah satu faktor yang meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit kanker.

Oleh karena itu, beberapa negara melarang penggunaan zat yang mengandung karsinogen. Pemerintah Eropa dan Kanada melarang penggunaannya dalam produk kecantikan, dalam jumlah apa pun. California Environmental Protection Agency menyatakan formalin, phenacetin maupun benzene sangat berbahaya karena paparanya dapat menyerang fungsi organ termasuk mata, kulit, sistem pernapasan, darah, sistem saraf pusat dan sumsum tulang.

Halal atau Haram?

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sejauh ini belum mengeluarkan fatwa secara khusus tentang hukum penggunaan kosmetik yang mengandung bahan kimia. Namun, Islam secara jelas memberikan panduan agar kaum Muslimah selektif dalam menggunakan kosmetik, yaitu kosmetik yang tidak membahayakan tubuhnya, tidak berlebihan dan tidak mengubah ciptaan Allah Swt.

Hal tersebut didasarkan pada kaidah ushul fiqih yang menyatakan, “Hukum asal sesuatu yang bermanfaat adalah boleh, dan hukum asal sesuatu yang berbahaya adalah haram”. Dengan kata lain, kosmetik yang akan digunakan harus sehat dan tidak membahayakan kulit atau diri penggunanya. Kosmetik yang dipilih harus benar-benar aman untuk digunakan serta bukan dari bahan yang dilarang oleh syariat.

Allah tidak mengharamkan perhiasan apapun, termasuk kosmetik, tetapi harus diperhatikan bahannya jangan merusak manusia dan alam semesta, seperti yang dijelaskan dalam [QS. 7:56] (8) “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepadaNya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan”.

Mengacu pada hal tersebut di atas, Prof. Sedarnawati yang juga auditor senior LPPOM MUI secara khusus menegaskan kepada kaum milenial dan masyarakat untuk memiliki pengetahuan dan perilaku tentang legalitas keamanan kosmetik untuk mencegah dirinya dari paparan zat karsinogen yang ada di dalam kosmetik.

Kosmetik yang aman adalah kosmetik yang bebas dari bahan berbahaya dan memiliki legalitas. Menurut BPOM (2018) Kriteria produk kosmetik yang aman dan baik adalah kosmetik yang memiliki izin edar atau didaftarkan pada Dirjen POM, agar dapat diawasi oleh Badan POM.

Kosmetik yang terdaftar tersebut harus memenuhi kriteria lain, seperti khasiat dan keamanan, kemanfaatan, mutu, dan penandaan. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor. HK. 00.05.4. 1745 tentang Kosmetik, persyaratan kosmetik yang diproduksi dan atau diedarkan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (a) menggunakan bahan yang memenuhi standar dan persyaratan mutu serta persyaratan lain yang ditetapkan; (b) diproduksi dengan menggunakan cara pembuatan kosmetik yang baik; serta (3) terdaftar dan mendapat izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.

“Gunakanlah kosmetik yang telah memperoleh sertifikat halal, dijual secara resmi dan terdaftar di BPOM, atau pahami produk kosmetik alami, dan berbagai bentuk sediaan yang aman dan halal bagi konsumen,” kata Sedarnawati. (***)

Referensi:

Dede Komarudin, Siva Fauziah, Ratih Pramintari. 2019. Jurnal Ilmiah Kesehatan. Vol. 18 No. 3 : 88-92.

Ayuni Adinda, Ade Trisnawati, Novia Fahmi Ayu W, Mayang Restiawati. 2018. Pengaruh Kecerahan Warna Lipstik terhadap Banyaknya Kandungan Logam Berat Timbal, Kromium, dan Kadmium yang Dianalisis Menggunakan Atomic Absorption Spectroscopy (AAS). CHEESA, Vol. 1 No. 1: 1-6.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *