Search
Search

Tetap Utamakan Konsumsi Halal Saat Berwisata

Oleh : Fadilla (Auditor Halal LPPOM MUI)

LPPOM MUI menyelenggarakan fasilitasi sertifikasi halal yang terangkum dalam program Festival Syawal. Tahun ini, LPPOM MUI menargetkan pelaku usaha yang berada di Destinasi Super Prioritas (DSP) sebagai upaya LPPOM MUI mendukung pemerintah meningkatkan ekonomi masyarakat lokal.

Wisata telah menjadi kebutuhan bagi sebagian orang untuk memanjakan tubuh dan pikiran agar dapat kembali segar dalam menjalai hari-hari. Beberapa hal menarik selama berwista yang dapat dilakukan adalah menikmati budaya setempat dan mencicipi makanan khas daerah di tempat yang didatangi. Sayangnya, di daerah mayoritas non-muslim, sering kali budaya setempat tidak sesuai dengan akidah muslim, mulai dari ritual ibadah ke benda tertentu atau tempat sakral. Hal lain yang harus kita perhatikan juga adalah status kehalalan makanan yang kita konsumsi selama wisata.

Pada tahun 2024, diperkirakan penduduk muslim dunia mencapai 2 miliar jiwa(1) dan lebih dari 10%-nya berada di Indonesia, sehingga potensi wisata halal di Indonesia sebenarnya sangat besar. Hal ini menjadi salah satu alasan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) menyelenggarakan Festival Syawal 1445 Hijriah bertema “Akselerasi Ekonomi Masyarakat Lokal melalui Wisata Halal”.

Program ini menargetkan fasilitasi sertifikasi halal bagi sejumlah pelaku usaha di Indonesia, khususnya di Destinasi Super Prioritas (DSP) yaitu Danau Toba di Sumatera Utara, Borobudur di Jawa Tengah, Mandalika di Nusa Tenggara Barat (NTB), Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur (NTT), serta Likupang di Sulawesi Utara. Hal ini sekaligus menjadi kampanye Wajib Halal Oktober (WHO) 2024 yang digaungkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama terkait kewajiban sertifikasi halal Indonesia yang akan jatuh pada Oktober 2024 untuk kategori produk makanan dan minuman.

Puncak kegiatan ini akan diselenggarakan di Labuan Bajo, Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia). Seperti yang diketahui bersama, Labuan Bajo terletak di daerah tropis dengan bentangan alam yang sangat cantik dan kerap dijadikan tujuan wisata, baik oleh wisatawan lokal maupun mancanegara. Hal ini membuat wisata halal di Labuan Bajo menjadi menarik untuk dibahas.

Makanan yang ditawarkan di daerah wisata bahari di Labuan Bajo, rata-rata merupakan olahan ikan atau seafood lainnya. Secara fikih, ikan dan hewan laut lainnya hukumnya halal. Namun, cara pengolahan selanjutnya akan menentukan apakah produk akhirnya menjadi halal, syubhat, atau justru haram. Penambahan bahan-bahan  yang tidak jelas kehalalannya seperti margarin, mentega, keju dan bumbu menjadikan produk syubhat dan meragukan untuk dikonsumsi. Sementara itu, penggunaan bahan-bahan haram seperti arak masak/angciu/sari tape akan membuat produk akhir menjadi tidak halal. Perlu juga diwaspadai penggunaan kuas untuk mengolesi bumbu saat membakar, karena disinyalir beberapa kuas berasal dari bulu babi.

Makanan khas lainnya di daerah Nusa Tenggara Timur adalah sejenis daging asap tipis bernama se’i. Sebagaimana olahan daging hewani lainnya, titik kritis dari produk ini adalah jenis hewan dan cara penyembelihannya. Hewan yang halal untuk dikonsumsi namun disembelih dengan cara yang tidak sesuai syariat, maka menjadi haram untuk dimakan. Selain itu, terkadang olahan modern dari se’i menggunakan beberapa bumbu yang kritis seperti MSG.

Persyaratan yang harus dipenuhi pelaku usaha dalam sertifikasi halal produknya dirangkum dalam Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH). Standar ini dikeluarga oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Kementrian Agama (Kemenag) Republik Indonesia. Sistem terintegrasi ini disusun, diterapkan, dan dipelihara untuk mengatur bahan, proses produksi, produk, sumber daya manusia, dan prosedur dalam rangka menjaga kesinambungan proses halal sesuai dengan persyaratan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan BPJPH.

Dalam persyaratan Sistem Jaminan Produk Halal BPJPH Kemenag RI, seluruh menu makanan yang dijual di outlet—baik yang dibuat sendiri, dibeli, atau titipan pihak lain—harus halal. Maka dari itu, menu titipan seperti kue, kerupuk dan minuman kemasan harus dapat dipastikan kehalalannya. Selain itu, resto-resto bersertifikasi halal di daerah wisata tentu tidak dapat menjual minuman beralkohol. Hal ini sering kali membuat gundahpara pemilik usaha jasa boga di daerah wisata, karena banyak turis mancanegara yang mencari minuman beralkohol. Dalam Wajib Halal Oktober 2024, restoran semacam ini harus mendeklarasi dengan jelas bahwa restorannya tidak halal. Begitupun restoran yang menyajikan produk halal harus memiliki sertifikat halal. Kejelasan semacan ini akan memberikan kemudahan umat Islam untuk memilih dan mendatangkan ketenangan.

Masih mengacu kepada persyaratan standar SJPH BPJPH diatas, fasilitas produksi termasuk piring penyajian harus dipastikan bersih dan tidak terkontaminasi najis. Hal ini menjadi tugas ekstra oengelola gerai makanan di foodcourt, antara lain dengan dengan memastikan piring-piring saji tidak terkontaminasi. Hal ini dapat dilakukan dengan penggunaan alat makan sekali pakai atau sistem penanganan piring kotor yang terpisah dengan yang menangani babi.

Pada Festival Syawal 1445 Hijriah, LPPOM MUI memberikan bantuan pendampingan jasa sertifikasi halal kepada pelaku usaha terpilih sehingga dipastikan pelaku usaha dapat menghasilkan produk dan menu halal secara konsisten dengan menerapkan SJPH dengan baik. Upaya ini diharapkan dapat menggerakkan ekonomi masyarakat lokal seiring dengan meningkatnya minat wisata halal.

Terakhir, namun tidak kalah pentingnya, pemahaman halal-haram yang baik perlu hadir di tengah masyarakat gempuran beragam produk lokal maupun ekspor. Hal ini akan mendorong para pelaku usaha untuk senantiasa memenuhi kebutuhan pelanggan muslim baik domestic dan macanegara, sehingga mampu meningkatkan ekonomi masyarakat lokal yang berkesinambungan. (***)

Sumber :

(1) https://www.cnbcindonesia.com/research/20240310150636-128-521083/10-negara-dengan-umat-muslim-terbanyak-di-dunia-ri-nomor-berapa diakses pada 3 April 2024

(2) LPPOM MUI, 2021, Persyaratan Sertifikasi Restoran dan Jasa Boga (HAS 23000-3), Bogor, LPPOM MUI