• Home
  • Berita
  • Menenteramkan Umat, Dirut RSUI Minta Sertifikasi Halal Obat Dipercepat

Direktur Utama Rumah Sakit Universitas Indonesia, Dr. Astuti Giantini, Sp. PK (K)., MPH menyatakan keprihatinannya atas penurunan jumlah sertifikasi halal pasca keluarnya Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal. Hal ini disampaikan dalam webinar “Obat Halal, Darurat Sampai Kapan?” yang diselenggarakan secara virtual beberapa waktu lalu.

“Sebagai user, penurunan jumlah ini sangat kami sayangkan. Saya harapkan sertifikasi halal obat dapat dipercepat dan dipermudah. Tentu hal ini menjadi kebutuhan bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim,” katanya.

Sebelumnya, pada acara yang sama, Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Ir. Muti Arintawati, M.Si menjelaskan bahwa jumlah sertifikasi halal obat meningkat signifikan pada 2019, seiring dengan mulai diimplementasikannya Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH).

Namun, pada 2020 terjadi penurunan seiring dengan keluarnya regulasi turunan UU JPH, yakni PP 39/2021. Dari 1.891 produk obat pada 2019, menjadi 830 produk obat pada 2020. Pasal 141 ayat (1) pada PP tersebut menyebutkan penahapan kewajiban bersertifikat halal bagi obat, dengan kurun waktu terlama hingga tahun 2034 untuk jenis obat keras. Masa transisi yang cukup panjang diduga menjadi pemicu turunnya angka sertifikasi halal produk obat.

(Baca juga: Menjamin Obat Halal, Kemenkes Dorong Industri Farmasi Indonesia Produksi Bahan Baku Sendiri)

Perlu diakui, kecanggihan teknologi membuat bahan baku suatu produk tidak lagi terlihat. Misalnya, kapsul pembungkus tidak lagi dapat dilihat apakah gelatin yang digunakan berasal dari hewan halal yang disembelih secara syariah atau sebaliknya. Karena itu, Astuti menekankan pentingnya dilakukan monitoring terhadap suatu produk dengan cara audit.

“Memang sudah ada beberapa produk yang telah bersertifikat halal, seperti vaksin Meningitis dan Sinovac, serta beberapa produk lainnya. Namun, tak dapat dimungkiri, sebagian besar obat yang beredar di Indonesia belum dapat dipastikan kehalalannya,” terang Astuti.

Per Maret 2021, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mencatat, dari 19.483 produk farmasi (obat dan vaksin) hanya 2.586 produk diantaranya yang sudah bersertifikat halal. Untuk mewujudkan obat halal tersebar di Indonesia, perlu kerja keras dan dukungan dari berbagai pihak.

“Pemerintah memang memberikan tenggat waktu kepada pelaku usaha untuk menerapkan aturan jaminan produk halal. Utamanya kepada produk obat yang berlangsung secara bertahap. Namun, kami sebagai pengguna obat ingin semua obat segera bersertifikat halal demi terwujudnya ketenteraman saat mengonsumsinya,” ungkap Astuti. (YN)

Simak Webinar Halal Series LPPOM MUI: Obat Halal, Darurat Sampai Kapan? disini

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.