Oleh : Drs. K.H. Nur Hasyim, L.c., M.A
Pimpinan Majelis Ta’lim Masjid Al-Ikhlas, Kota Bekasi
Baginda Nabi Muhammad saw. adalah panutan bagi umat Islam untuk kehidupan dunia dan akhirat. Termasuk keteladanan beliau dalam mengonsumsi produk makanan dan minuman yang senantiasa dipastikan kehalalannya.
Islam mengajarkan bahwa makanan, minuman dan hasil nafkah dari sesuatu yang haram sangat berpengaruh dalam kehidupan sesorang. Begitu besar pengaruh makanan haram tersebut hingga akibatnya sampai kepada kehidupan akhirat. Makanan haram adalah makanan yang tidak boleh dikonsumsi, baik karena dzatnya maupun cara yang tidak sesuai dengan syariat Islam dalam mendapatkan dan menyajikannya.
Allah Swt. memerintahkan umat manusia untuk mengonsumsi yang halal. Perintah tersebut tercantum dalam firman Allah Swt. dalam surah Al-Baqarah ayat 168. “Wahai manusia, makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.”
Allah mewajibkan umat manusia untuk mengonsumsi makanan halal lagi baik dari apa yang ada di muka bumi, kemudian selanjutnya Allah melarang kita untuk mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi manusia.
Para ahli telah banyak menjelaskan bahwa makanan haram sangat membahayakan bagi tubuh, baik secara jasmaniah maupun rohaniah. Orang yang suka memakan makanan haram akan condong pada perbuatan maksiat dan malas melakukan ibadah. Akibat lebih lanjut adalah tidak diterimanya doa. Sebab, doa seharusnya dipanjatkan dalam keadaan bersih, tidak ada yang haram dalam diri seseorang.
Dampak buruk yang paling fatal dari makanan haram adalah ancaman siksa api neraka. Rasulullah saw. bersabda: “Setiap daging dan darah yang tumbuh dari perkara haram, maka neraka lebih utama terhadap keduanya.” (H.R. Al-Thabrani)
Dalam urusan halal-haram, Rasulullah telah memberikan panduan sekaligus teladan yang nyata, yakni dengan menghindarkan diri dari segala yang syubhat, bersifat samar-samar, meragukan atau tidak jelas kehalalannya. Yang meragukan saja dihindari, apalagi yang diharamkan dalam agama.
Diriwayatkan dari Abu ‘Abdillah An-Nu’man bin Basyir berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: ‘Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya ada perkara yang syubhat (samar-samar), kebanyakan manusia tidak mengetahuinya, maka barang siapa menjaga dirinya dari yang samar-samar itu, berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya, dan barang siapa terjerumus dalam wilayah samar-samar maka ia telah terjerumus ke dalam wilayah yang haram.’” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat yang lain dikemukakan: “Aku pernah datang menemui keluargaku. Kemudian aku dapatkan sebutir kurma jatuh di atas tempat tidurku. Aku pun mengambilnya untuk kumakan. Lalu aku merasa khawatir jika kurma itu adalah kurma sedekah, maka kuletakkan lagi kurma itu.”
Selain bagi dirinya sendiri, Rasulullah juga berusaha menjauhkan cucunya dari makan sesuatu yang haram. Beliau melarang cucunya makan sekedar sebutir kurma yang berasal dari kurma sedekah (sementara sedekah diharamkan bagi keluarga beliau) dan memperingatkan sang cucu.
Riwayat yang lain menyebutkan: Al-Hasan bin Ali menceritakan kepada Abul Haura’ bahwa ketika masih kecil ia pernah mengambil sebutir kurma dari kurma sedekah, lalu memakannya. Melihat hal tersebut kakek beliau yakni Rasulullah saw. segera mengeluarkan kurma itu dari mulut Al-Hasan dan membuangnya. Lalu seseorang bertanya kepada Rasulullah saw.: “Apa masalah wahai Rasulullah bila anak kecil ini memakan kurma tersebut?” Rasulullah saw. pun menjawab: “Sesungguhnya kami keluarga Muhammad tidaklah halal memakan harta sedekah.”
Dalam hal ini, perlu diketahui dan dikemukakan lagi, Nabi Muhammad saw., keluarganya dan keturunannya dilarang menerima sedekah dan zakat, tetapi boleh menerima hadiah.
Selain masalah halal dan haram tentu saja masih banyak teladan Rasulullah saw. yang bisa kita petik hikmahnya. Sebab dalam diri Rasulullah saw. sudah tertanam sifat dan akhlak baik yang harus dicontoh. Sebagaimana dijelaskan sebuah hadis yang berbunyi: ‘Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah saw. itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah Swt. dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah’.”
Ada empat sifat baik yang ada pada diri Nabi Muhammad saw. Sifat itu pertama adalah sidik, yang artinya jujur dan berkata benar. Hal demikian terdapat dalil Al-Qur’an artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu (Q.S. Al-Hujurat: 6).
Sifat kedua adalah amanah atau dapat dipercaya. Sebagaimana dalam sebuah hadis Nabi bersabda: “Tidaklah sempurna iman seseorang yang tidak menjaga amanah” (H.R. Ahmad). Ketiga fathonah yang berarti pandai atau cerdas dan terakhir adalah tabligh, menyampaikan atau memberikan pemahaman kepada orang-orang mengenai kebaikan.
Demikianlah sifat dan keteladanan Rasulullah saw. dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam memilih makanan halal. Banyak keteladanan lain dari Beliau, semoga kita menjadi umat Rasulullah yang bisa memetik hikmah dan keteladanan beliau. (***)