Search
Search

Syarat Penggunaan Kosmetik untuk Berhias

Oleh: KH. Sholahuddin Al Aiyubi,

Ketua MUI Pusat 2020-2025

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum wr. wb.

Sebagai wanita yang sering berkegiatan di dalam sebuah kelompok kerja, hampir setiap hari saya berdandan dengan berbagai macam kosmetik. Namun, terkadang saya merasa ragu dan sanksi, apakah kosmetik yang saya gunakan tidak menghalangi wudhu saya?

Sehubungan dengan hal itu, mohon penjelasannya apakah penggunaan berbagai macam kosmetik itu dibolehkan menurut syariat Islam? Apa saja ketentuan yang harus dipedomi agar penggunaan kosmetik tersebut tidak menghalangi wudhu?

Terima kasih atas penjelasannya.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Rima Nursanti

Depok, Jawa Barat

Jawaban:

Alaikumsalam wr. wb.

Saudari Rima Nursanti, terima kasih atas pertanyaannya. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan panduan yang tertuang dalam Fatwa MUI Nomor 26 Tahun 2013 tentang Standar Kehalalan Produk Kosmetik dan Penggunaannya.

Harus kita pahami bahwa kosmetik telah menjadi salah satu kebutuhan manusia pada umumnya. Namun demikian, kosmetik yang akan digunakan oleh setiap muslim harus berbahan halal dan suci. Penggunaan kosmetik halal menjadi hal yang sangat penting mengingat saat ini perkembangan teknologi telah mampu menghasilkan berbagai produk kosmetik yang menggunakan berbagai jenis bahan, serta memiliki fungsi yang beragam, yang sering kali bahannya tidak jelas apakah suci atau tidak.

Di dalam Al-Qur’an al-Karim Firman Allah SWT tentang perintah untuk berhias serta larangan berhias yang menyerupai orang jahiliyyah, antara lain: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias (bertabarruj) dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah.” [QS. Al-Ahzaab: 33)

“Katakanlah: ‘Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?’ Katakanlah: ‘Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.” (QS. Al-A`raf [7]: 32)

“Dan Dia (Allah) telah menundukkan untuk kamu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.” (QS. Al-Jasiyah [45]: 13)

Dengan berpedoman pada Al-Qur’an, hadist serta ijtima’ ulama, maka dapat disampaikan bahwa penggunaan kosmetik bersifat tahsiniyat, yaitu salah satu kebutuhan syar’i yang bersifat penyempurna (tersier), yang tidak sampai pada tingkat darurat atau pun hajat. Artinya, jika tidak dipenuhi tidak akan mengancam eksistensi jiwa seseorang, serta tidak menimbulkan kecacatan. Penggunaan kosmetik yang semata-mata berfungsi tahsiniyyat, tidak ada rukhshah (keringanan) untuk memanfaatkan kosmetik yang haram.

Penggunaan kosmetik untuk kepentingan berhias hukumnya boleh dengan syarat: bahan yang digunakan adalah halal dan suci; ditujukan untuk kepentingan yang dibolehkan secara syar’i; dan tidak membahayakan, tidak terbuat dari bagian tubuh manusia, dan tidak kedap air.

Ketentuan tidak kedap air tersebut dimaksudkan agar kosmetik yang digunakan tidak menghalangi syarat sahnya berwudhu. “Jika ragu sampainya air pada bagian dalam atau bagian dalam kuku maka wajib membasuh ulang hingga diyakini sampainya air pada kulit” (al-Imam an-Nawawi).

Hadist lain menyebutkan: “wajib menghilangkan apa yang mencegah sampainya air pada kulit anggota wudhu. Pendapat ini disepakati madzhab empat, yaitu: Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah. (al-mausu’ah al-fiqhiyah). Adapun ketentuan tidak membahayakan tentu dimaksudkan untuk menjaga keamanan dan keselamatan pengguna.

Seperti diketahui, banyak beredar kosmetik ilegal yang mengandung bahan berbahaya. Di dalam Al-Qur’an telah ditegaskan: “...Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan…” (QS. Al-Baqarah [2]: 195).

“…dan janganlah kamu membunuh Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (QS. An-Nisa [4]: 29)

Demikian penjelasan kami, semoga menjawab pertanyaan Saudari.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.