Search
Search

Sertifikasi Halal, Benarkah Memakan Waktu Lama?

Lama waktu sertifikasi halal kerap kali menjadi momok tersendiri bagi pelaku usaha. Pasalnya, anggapan bahwa proses sertifikasi halal memakan waktu lama sudah banyak beredar. Benarkah demikian? Mari kita tinjau bersama.

Pertanyaan yang umum kami temukan dalam sosialisasi sertifikasi halal adalah, “Apakah pendaftaran sertfikasi halal memerlukan waktu yang lama?” Jawabannya tentu bisa bisa Ya, tapi bisa juga Tidak.

Sebelum lebih jauh, pemerintah sudah mengatur lama waktu sertifikasi halal dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal. Pada Pasal 72 dan 73 disebutkan bahwa pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan untuk produk yang diproduksi di dalam negeri dilakukan selama 15 hari sejak penetapan LPH diterbitkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), dengan maksimal waktu perpanjangan 10 hari. Sedangkan untuk produk luar negeri selama 15 hari, dengan waktu perpanjangan 15 hari.

“Jadi, maksimal waktu sertifikasi halal dalam negeri maksimal 25 hari dan luar negeri maksimal 30 hari. Sementara di LPPOM MUI, saat ini rata-rata waktu penyelesaian sertifikasi halal selama 24 hari. Masih di bawah waktu yang sudah diatur pemerintah,” terang Halal Partnership and Halal Audit Director of LPPOM MUI, Dr. Ir. Muslich, M.Si.

Meski waktu sertifikasi dimulai sejak penetapan LPH oleh BPJPH, namun perusahaan sudah harus mempersiapkan proses sertifikasi halal dengan menerapkan Sistem Jaminan Halal (SJH) sebelum pendaftaran dilakukan. Hal ini tak lain karena nantinya auditor akan membandingkan kesesuaian penerapan SJH yang dilakukan oleh perusahaan dengan standar yang dipersyaratkan.

Terdapat 11 kriteria pada SJH yang akan diperiksa pelaksanaannya ketika audit, yaitu Kebijakan Halal, Tim Manajemen Halal, Training dan Edukasi, Bahan, Fasilitas, Produk, Prosedur Tertulis Aktivitas Kritis, Kemampuan Telusur, Penanganan Produk yang Tidak Memenuhi Kriteria, Audit Internal, dan Kaji Ulang Manajemen.

Salah satu poin penting pada kriteria bahan adalah memastikan bahwa seluruh bahan yang digunakan memiliki dokumen kehalalan yang cukup. Hal ini akan sulit diwujudkan dalam waktu singkat, jika pelaku usaha masih menggunakan bahan yang belum jelas kehalalannya setelah mengajukan sertifikasi halal.

Pada aplikasinya di industri makanan dan minuman, mengganti bahan baku tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu dilakukan percobaan dan pengkajian lebih dalam oleh tim research and development (RnD) agar citarasa yang dihasilkan tetap sama, sekalipun menggunakan sumber bahan pengganti. Tentu konsumen akan menuntut citarasa menu favoritnya tidak berubah, bukan?

Poin penting lainnya mengenai tingkat pemahan karyawan yang diwujudkan dengan pelaksanaan pelatihan. Semakin banyak cabang outlet yang dimiliki, maka pelaku usaha membutuhkan waktu yang lebih lama untuk melatih seluruh karyawannya. Tingkat pemahaman karyawan yang baik terkait mutu dan kehalalan produk akan sejalan dengan penerapan SJH yang baik di seluruh cabang. Hal ini untuk menjaga agar konsumen mendapatkan kualitas pelayanan dan produk yang sama di seluruh outlet.

Pertanyaan selanjutnya adalah, apa yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha agar proses sertifikasi halal tidak memakan banyak waktu? Salah satu yang dapat dilakukan dengan menerapkan SJH secara ‘by design’ – bukan secara ‘by accident’. Apabila pelaku usaha ingin menjual produk di Indonesia dengan pangsa pasar ratusan juta jiwa, tentu menyadari bahwa jumlah penduduk muslim yang banyak akan memerlukan kejelasan kehalalan dari produk-produk yang dikonsumsinya. Sehingga penggunaan bahan baku halal dari mulai hulu proses produksi ini menjadi poin yang diperhatikan sejak awal merintis, melakukan formulasi, serta mengembangkan variasi produk yang akan diproduksi.

So, jangan lupa untuk terus beri dukungan positif untuk pelaku-pelaku usaha yang sedang mendaftar halal ya! Sementara waktu hingga terbit sertifikat halal, Anda bisa memilih resto atau produk lainnya yang sudah jelas kehalalannya. Tentunya hal ini dibuktikan dengan adanya sertifikat halal atau label halal yang terpampang di kemasan atau outlet. (DIL)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.