Situasi pandemi nampaknya akan segera berakhir. Hal ini secara pasti memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi global. Dampak ini juga akan membawa sektor pasar halal global ke arah yang semakin maju. Dikutip dari DinarStandard, State of the Global Islamic Economy Report 2020/21, pasar halal untuk produk makanan dan minuman akan mencapai USD 1,7 triliun pada 2025 yang dicapai dengan estimasi pertumbuhan setiap tahunnya sebesar 3,5%.
Pertumbuhan pasar halal di atas juga didukung oleh peningkatan jumlah produk yang disertifikasi halal. Dalam beberapa tahun terkahir, sertifikasi halal mengalami pembaharuan, khususnya di Indonesia. Sejak 2019, implementasi kewajiban sertifikasi halal sudah mulai diterapkan. Khusus untuk produk makanan dan minuman sendiri, penahapan kewajiban sertifikasi halal akan berakhir di tahun 2024 yang berarti bahwa seluruh produk makanan dan minuman yang beredar di Indonesia harus memiliki sertifikat halal.
Selain membawa tantangan, sertifikasi halal juga memberikan peluang kepada pelaku usaha untuk mengembangkan usaha. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Ihatec Market Research tentang Persepsi Milenial Indonesia terhadap Produk Halal tahun 2022, lebih dari 80% responden menjadikan halal sebagai pertimbangan yang penting dalam membeli produk dan 93% responden mengandalkan logo halal sebagai informasi kehalalan suatu produk. Selain itu, survey tersebut menujukkan bahwa 68% responden rela membayar lebih mahal untuk memperoleh produk halal.
Dr. Mulyorini R Hilwan, MSc yang merupakan anggota Halal Audit Quality Board LPPOM MUI dan Cucu R Purwaningrum sebagai Manajer Marketing & Networking LPPOM MUI mengupas tantangan sertifikasi halal dan strategi untuk mengembangkan usaha di pasar halal global dalam Webinar Halal yang diselenggarakan pada 23 September 2022 lalu sebagai rangkaian acara Food Ingredients Asia (Fi Asia) 2022 melalui kolaborasi dengan Informa Market.
“Perubahan positif yang memberikan peluang kepada pelaku usaha dalam sertifikasi halal adalah diperbolehkannya distributor atau importir untuk mendaftarkan sertifikasi halal produk yang dipasarkannya” terang Dr. Mulyorini. Dalam paparannya, distributor atau importir dapat bertindak sebagai aplikan dengan mendaftarkan fasilitas manufaktur produk yang dipasarkannya.
Lebih lanjut, Dr. Mulyorini menerangkan tantangan lain dalam sertifikasi halal, yaitu banyaknya standar sertifikasi halal yang digunakan oleh berbagai institusi di seluruh dunia. Untuk pengembangan usaha di pasar halal global, pelaku usaha perlu memperoleh sertifikat halal yang memenuhi standar global untuk keberterimaan produk halal tersebut di banyak negara.
LPPOM MUI selama lebih dari 33 tahun telah menjadi lembaga pemeriksa halal yang berpengalaman dan kompeten. Dari sertifikasi halal yang diajukan melalui LPPOM MUI, pelaku usaha tidak hanya memperoleh sertifikat halal yang diterbitkan oleh BPJPH untuk memenuhi regulasi pemerintah Republik Indonesia, tetapi juga ketetapan halal yang diakui di banyak negara di dunia. “Layanan LPPOM MUI tidak hanya memberikan informasi yang jelas dan cepat tetapi juga memberikan kemudahan bagi pelaku usaha untuk memperoleh sertifikat halal” terang Cucu Rina Purwaningrum.
Pelaku usaha yang ingin menyaksikan kembali rekaman Webinar Halal ini dapat menemukannya melalui platform www.online.fiasia.com atau youtube melalui link https://bit.ly/HalalWebinarFiAsiaOnilne. Selain webinar ini, LPPOM MUI juga akan menyelenggarakan seminar tatap muka dan menyediakan layanan diskusi dengan membuka booth pada acara Fi Asia Thailand 2022 di Bangkok pada 5 – 7 Oktober 2022. Beberapa perusahaan telah menanti untuk berjumpa dan berdiskusi dengan LPPOM MUI dalam pameran tersebut. Keikutsertaan LPPOM MUI dalam acara ini melalui kerjasama dengan Informa Market diharapkan mampu memberikan informasi yang jelas kepada pelaku usaha di seluruh dunia terkait dengan perkembangan sertifikasi halal saat ini.