Search
Search

Peduli Keamanan Kosmetik, Lab LPPOM MUI Luncurkan Pengujian Akrilamida

  • Home
  • Berita
  • Peduli Keamanan Kosmetik, Lab LPPOM MUI Luncurkan Pengujian Akrilamida
Peduli Keamanan Kosmetik, Lab LPPOM MUI Luncurkan Pengujian Akrilamida

LPPOM MUI menaruh perhatian tinggi terhadap keamanan dan kenyaman konsumen muslim dalam menggunakan segala jenis produk, tak terkecuali kosmetik. Ada peluang kosmetik terpapar cemaran akrilimida, seperti apa dampaknya?

Laboratorium memiliki peran penting dalam sertifikasi halal, yaitu memberikan jaminan untuk mendukung kegiatan sertifikasi halal guna mewujudkan produk halalan thayyiban. Direktur Utama LPPOM MUI, Ir. Muti Arintawati M.Si., menyampaikan hal ini dalam webinar bertema “Regulasi dan Pengujian Akrilamida dalam Kosmetik” yang diselenggarakan LPPOM MUI pada 31 Januari 2024 bekerja sama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia (PERKOSMI).

Untuk menyesuaikan kebutuhan pelanggan, Lab LPPOM MUI terus menawarkan layanan yang beragam, antara lain lewat pengujian terkait aspek thayyib. Baru-baru ini, laboratorium LPPOM MUI meluncurkan layanan terbaru pengujian cemaran akrilamida untuk produk kosmetik.

“LPPOM MUI turut mendukung program pemerintah, terkait regulasi keamanan kosmetik dan siap melayani kebutuhan pengujian akrilamida bagi para pelaku usaha yang membutuhkan. Lab LPPOM MUI selalu memberikan yang terbaik dalam memenuhi kebutuhan industri dan memenuhi regulasi di indonesia termasuk dari BPOM dan LPPOM MUI selalu mengikuti perkembangan regulasi agar hasil pengujian tersebut dapat diterima oleh regulator lain termasuk di luar negeri,” ujar Muti.

Menurut Ketua Tim Penyusunan Standar Kosmetik, Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Suplemen, Kesehatan dan Kosmetik, Dra. Yurita Amarya S, Apt., M.K.M,. menyampaikan bahwa akrilamida terbentuk dari polimerisasi monomer akrilamida yang merupakan hasil reaksi samping. Senyawa ini bersifat karsinogen, menyebabkan kanker.

“Bahan poliakrilamida memiliki fungsi dalam kosmetik sebagai bahan untuk pembentuk busa, penstabil untuk shampoo dan body wash serta berfungsi sebagai emolien atau zat pembentuk lapisan minyak pada permukaan kulit yang berfungsi untuk menjaga kelembaban kulit dan mengurangi rasa gatal, serta mencegah kulit mengelupas pada produk pelembab, krim cukur dan sabun,” tutur Yurita.

Dalam kesempatan yang sama, perwakilan Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia (PERKOSMI), Widhita Sukarno, menyampaikan bahwa untuk mencegah kontaminasi diperlukan adanya pemilihan bahan baku yang ketat, pemilihan pelarut kosmetik yang baik, serta memilih kemasan yang tepat sesuai dengan jenis produk. Selain itu, pencegahan kontaminasi akrilamida saat produksi dapat dilakukan dengan meningkatkan kebersihan personel, menjaga kebersihan peralatan dengan desinfektan, serta menerapkan good manufacturing practice seperti menjaga suhu sesuai standar. Ketiga hal ini dapat mencegah terbentuknya hasil reaksi samping berupa cemaran senyawa karsinogen pada saat produksi.

“Jika terjadi kontaminasi yang melebihi ambang batas, maka segera lakukan tindakan korektif dan tindakan pencegahan seperti, investigasi, pengambilan sampel secara acak, dan modifikasi formula (jika diperlukan). Jika ditemukan kontaminan, maka perlu adanya karantina dan pemusnahan. Sementara bila produk sudah beredar di pasaran, maka harus ditarik kembali serta dilakukan proses karantina dan pemusnahan,” jelas Widhita yang juga menjabat sebagai Regulatory Affairs Manager PT L’Oreal Indonesia.

Dalam kesempatan ini, Research and Development Specialist of LPPOM MUI Laboratory, Ravi Abdillah S.Si., menuturkan keberadaan cemaran akrilamida ini terdapat dalam produk kosmetik seperti shampoo, sabun, pelembab wajah, serum anti penuaan, lotion, sunscreens dan body wash. Hasil pengujian laboratorium dibutuhkan sebagai autentikasi atau pembuktian bahwa produk kosmetik bebas dari cemaran akrilamida. Pengujian laboratorium juga dapat menjadi jaminan produk dapat diterima oleh regulator lain baik dalam negeri maupun luar negeri.

“Lab LPPOM MUI mampu melayani pengujian akrilamida menggunakan metode yang lebih spesifik dibandingkan kedua metode ISO 18862 : 2016 (LC-MS/MS dan GC-MS). Lab LPPOM MUI memiliki metode uji dengan LOD (Limit of Detection) lebih rendah (0,0050mg/kg) dari metode LC-MS/MS, sehingga dapat memenuhi regulasi yang ada,” terangnya.

Pemerintah telah memberlakukan regulasi terkait cemaran akrilamida yang tertera pada regulasi BPOM RI KepKaBPOM No. 479 Tahun 2023 tentang Perubahan Bahan yang Diizinkan dalam Kosmetik. Aturan ini menyebutkan bahwa Regulasi tentang cemaran acrylamide dalam PerBPOM mengacu pada Annex ACD yang menjadi regulasi di negara-negara Eropa serta regulasi dari negara lain, maka batas maksimal cemaran bahan kimia akrilamida direkomendasikan sebesar untuk kosmetik kategori sediaan perawatan tubuh non bilas adalah tidak lebih dari 0,1 mg/kg, sedangkan untuk sediaan produk kosmetika bilas atau lainnya tidak lebih 0,5 mg/kg.

Tertarik untuk melakukan pengujian akrilamida? Segala bentuk informasi terkait pengujian akrilamida dan ragam layanan pengujian lainnya oleh Lab LPPOM MUI dapat diakses melalui website https://e-halallab.com/. (ZUL)