Oleh: Prof. K.H. Muhammad Cholil Nafis, Lc., M.A., Ph.D.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Juru Bicara Satgas COVID-19 MUI
Pandemi COVID-19 yang belum juga sirna, ditambah dengan gencarnya pemberitaan seputar masalah tersebut telah membawa dampak negatif bagi psikologi masyarakat. Mendekatkan diri kepada Allah Swt. dengan berdzikir bisa menjadi solusi untuk meredakan kecemasan tersebut.
Sudah setahun lebih Indonesia menghadapi musibah pandemi corona virus disease 2019 (COVID-19). Wabah ini telah banyak membawa perubahan dan kesulitan baik dalam hal keagamaan, sosial dan ekonomi. Secara keagaman, banyak perubahan tata laksana dalam beribadah, seperti tidak melaksanakan salat berjamaah di masjid hingga tidak dapat merapatkan shaf demi menghindari penularan COVID-19.
Secara sosial keagamaan juga banyak perubahan, karena mengikuti protokol kesehatan seperti tidak bersalaman dan bertemu secara langsung, tidak bisa mudik saat lebaran dan acara-acara hari besar dan tabligh akbar sulit dilaksanakan. Secara ekonomi pendapatan masyarakat banyak yang menurun, bahkan sebagian ada yang dirumahkan atau diberhentikan dari pekerjaan.
Meski dalam kondisi prihatin, namun umat muslim diminta untuk bersabar dengan niat demi mendekatkan diri kepada Allah Swt. Apa pun kondisinya harus banyak berkorban demi mempertahankan hidup dan memenuhi kebutuhan hidup baik secara moril maupun materiil. Harus meluruskan niat, semua upaya semata-mata qurbanan (mendekatkan diri) kepada Allah Swt.
Pendidikan ke depan, seperti pesantren, harus mengembangkan lembaga amil zakat, infak, dan sedekah, bahkan kewiraswastaan untuk membangun kemandirian ekonomi umat sehingga nanti tidak menyandarkan dari pembayaran siswa. Selanjitnya, pola pembelajaran harus bisa dilakukan secara daring. Mau tak mau, sekarang tatap muka bisa dikurangi manakala bisa menggunakan daring, sehingga pembentukan karakter kewiraswastaan dan belajar bisa dilaksanakan meski ada hambatan.
Selama Indonesia masih berupaya membebaskan diri dari pandemi wabah COVID-19, maka selain upaya medis, physical distancing dan tetap di rumah saja, doa juga penting untuk membebaskan diri dari bala dan wabah. Penguatan batin sangat penting untuk menjaga ketahanan tubuh dari COVID-19. Harus ditanamkan dalam hati sikap optimistis bahwa cobaan pandemi corona bisa dilewati dengan selamat, serta dapat mengatasi dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkannya.
Dengan cara sabar mengharap ridha Allah Swt. dan yakin yang kena dampaknya atau yang kena musibah itu karena takdir Allah. Allah memberikan pahala seperti mati orang syahid, itu menjadi rahmat. Mati membawa iman itu sulit, tapi kalau sudah dijamin dapat pahala mati syahid dipastikan mati membawa iman.
Oleh karena itu kalau cinta kepada Allah, apa yang terjadi harus tetap bersabar. Sabar tidak berarti pasif, tapi aktif, terus berupaya menyelamatkan dan menyelesaikan musibah COVID-19 termasuk juga masalah sosial terutama masalah ekonomi.
Bagi sebagian orang, berita mengenai COVID-19 terkesan menakutkan dan melemahkan psikologis. Oleh karena itu, dalam berbagai kesempatan mengharapkan agar berita yang muncul bisa lebih informatif dan edukatif, bukan selalu fearmongering (menyebar ketakutan).
Banyak berita duka datang silih berganti. Pemberitaan penguburan massal di media membuat khawatir. Solusi terbaik adalah dengan mendekatkan diri kepada Allah Swt. Dzikir menjadikan jiwa lebih merasakan tenang di tengah banjirnya berita COVID-19 yang menakutkan. Amalan ibadah seperti dzikir, shalawat, istighfar, dan membawa Al-Qur’an mampu memberikan ketenangan.
Kalau sedang sakit, rasanya masyaAllah sekali. Akan tetapi, perlu diingat bahwa Allah Swt. memberikan musibah pasti ada hikmah di baliknya. Bisa jadi Allah Swt. mengangkat dosa yang telah lalu. Jadikan momen ini sebagai pendekatan diri kepada Allah Swt. (Dirangkum dari berbagai sumber).