• Home
  • Berita
  • Bahas yang Lagi Viral, Kenapa Es Krim Harus Sertifikasi Halal?

Baru baru ini, jagat media sosial sedang ramai memperbincangkan status kehalalan sebuah brand es krim yang terkenal murah, lezat, dengan tampilan yang menggugah selera. Mengapa es krim perlu disertifikasi halal? Bahan apa saja yang menjadi titik kritisnya?

Alasan pertama es krim menjadi produk yang perlu disertifikasi halal terkait dengan kepatuhan perusahaan terhadap regulasi. Saat ini, Indonesia sudah mulai mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH). Pasal 4 menyebutkan bahwa produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal, kecuali produk yang diharamkan. Es krim termasuk ke dalam kategori makanan dan minuman yang wajib bersertifikasi halal pada tahun 2024.

Alasan kedua, es krim memiliki banyak bahan kritis, apa saja?

Es krim dikelompokkan ke dalam produk olahan susu (dairy product), karena bagian terbesar penyusun es krim adalah bahan-bahan yang berasal dari susu. Pada dasarnya, susu termasuk ke dalam daftar bahan tidak kritis (positive list) selama dalam proses pengolahannya tidak dicampur dengan bahan apa pun. Sayangnya, dalam membuat semangkuk es krim, banyak bahan yang dicampurkan.

Salah satu bahan yang amat penting adalah krim atau lemak susu. Bahan ini menjadi salah satu faktor penentu harga es krim. Produk dengan kategori harga ekonomis, mempunyai kandungan lemak susu sekitar 10%, sedangkan es krim dengan harga standar sampai super premium mengandung lemak susu sekitar 15-18%.

“Lemak susu dalam es krim berfungsi untuk memperkaya cita rasa dan menciptakan tekstur yang lembut. Bahan ini juga memberikan ‘body’ dan karakteristik pelumeran yang baik. Dalam proses industri, es krim memberikan efek pelumasan pada wadah. Hal ini berlawanan dengan sifat bahan nonlemak dalam produk es krim, yang cenderung keras dalam peralatan pembeku,” jelas Ir. Hendra Utama, MM., Senior Auditor LPPOM MUI.

Selain lemak susu, bahan-bahan lain yang digunakan dalam pembuatan es krim adalah bahan padat non-lemak susu (milk solid nonfat) yang bersifat “whipping”, sehingga mampu menahan air untuk meningkatkan kekentalan dan menurunkan pembentukan kristal es.

Bahan yang termasuk ke dalam kategori ini adalah laktosa (karbohidrat), whey protein concentrate (WPC), casein, dan whey. Seluruhnya merupakan produk hasil samping industri keju. Yang menjadi titik kritis, ketika enzim yang digunakan bukan berasal dari bahan yang halal (misalnya babi atau sapi yang tidak disembelih secara Islami).

Pemanis (sweeteners) menjadi bahan penting selanjutnya. Bahan yang biasa digunakan sebagai pemanis umumnya adalah gula. Selain meningkatkan cita rasa, pemanis bisa menurunkan titik beku, sehingga ada air yang tidak beku pada suhu penyimpanan es krim (-15 sampai -18 derajat Celsius). Efeknya, es krim menjadi lebih mudah disendok.

Namun, pada proses pembuatan gula pasir berpeluang menggunakan bahan dekolorisasi yang menggunakan karbon aktif. Apabila karbon aktif berasal dari hasil tambang atau dari arang kayu, maka tentu tidak menjadi masalah. Akan tetapi, apabila menggunakan arang tulang, maka harus dipastikan status kehalalan asal hewannya.

Selain itu, untuk menambah kestabilan es krim diperlukan stabilizer, agar tidak terbentuk kristal es selama penyimpanan. Bahan-bahan stabilizer yang biasa digunakan adalah gum (locust bean gum, guar gum, xanthan gum), carrageenan, CMC (carboxyl methyl cellulose), sodium alginate, dan gelatin.

“Salah satu bahan yang memiliki titik kritis tinggi adalah gelatin. Hampir semua produk gelatin itu diimpor dari luar negeri. Padahal ia banyak digunakan untuk berbagai macam produk konsumsi sehari-hari,” tutur Ir. Muti Arintawati, M.Si., Direktur Utama LPPOM MUI.

Bahan selanjutnya, emulsifier untuk mengikat air dan lemak. Bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai emulsifier adalah kuning telur, mono- dan di-gleserida, serta polisorbate 80. Mono-/di-gleserida dan polisorbate 80 bersumber dari lemak, sehingga harus dipastikan berasal dari nabati atau hewani yang disembelih dari hewan halal secara Islami.

Hal ini juga berlaku untuk perisa. Menurut Dr. Nancy Dewi Yuliana, dosen Ilmu Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor sekaligus auditor halal LPPOM MUI, ada dua jenis perisa, yakni perisa alami dan artifisial. Perisa buah alami umumnya berasal dari bahan nabati dan melalui proses pengolahan secara fisik, misalnya melalui pengepresan tanpa penambahan bahan lain. Maka bisa dikatakan perisa alami yang diolah seperti ini termasuk bahan tidak kritis.

“Sedangkan perisa sintetik lebih kompleks dan dari segi kehalalan pun bisa termasuk kategori bahan kritis. Meski dari nama tampaknya aman, karena flavour buah, namun terkadang ditemui juga bahan penyusun flavour buah sintetik yang merupakan turunan lemak,” jelas Nancy.

Zat pewarna juga tak lepas dalam pembuatan es krim. Pewarna ada yang dibuat dari bahan sintetis (buatan) dan natural (alami). Pewarna sintetis disukai produsen makanan karena memiliki tingkat kestabilan warna yang cukup baik serta harga yang relatif murah.

Sementara itu, pewarna alami biasanya bersifat kurang stabil. Untuk menghindari kerusakan warna dari pengaruh suhu, cahaya, serta pengaruh lingkungan lainnya, maka sering kali pewarna jenis ini ditambahkan senyawa pelapis (coating agent) melalui proses micro-encapsulation. Salah satu jenis pelapis yang sering dipakai adalah gelatin. (YN)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.