Search
Search

Adakah Titik Kritis Kehalalan pada Klepon?

Klepon atau kelepon. Siapa yang tak kenal dengan kue tradisional yang satu ini?

Tak lekang oleh waktu rasanya pas untuk menggambarkan jajanan pasar ini. Baik bentuk, warna, maupun rasanya tak pernah berubah. Campuran rasa manis dan gurih serta teksturnya yang kenyal mampu menarik minat banyak kalangan.

Klepon terbuat dari tepung beras yang dibentuk seperti bola-bola kecil dan diisi dengan gula merah lalu direbus dalam air mendidih. Tahapan yang tak boleh dilewatkan adalah menggelindingkan klepon di atas parutan kelapa. Wadah dari daun pisang menambah cantik jajanan yang satu ini, serasi dengan warna hijau klepon.

Umumnya, bahan yang digunakan untuk membuat klepon ini termasuk ke dalam daftar bahan tidak kritis. Namun, tetap ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan terkait titik kritis kehalalan klepon. Mari kita ulas satu per satu.

(Baca juga: Inilah Daftar BahanTidak Kritis dari LPPOM MUI)

Tepung beras merupakan salah satu bahan utama yang diperlukan untuk membuat klepon. Pada dasarnya, tepung beras murni termasuk ke dalam kelompok “Bahan Tidak Kritis”. Hal ini dikarenakan, produk yang berasal dari nabati diolah melalui proses fisik tanpa penambahan bahan apa pun.

Namun, kini sudah banyak tepung-tepungan diproduksi dengan penambahan bahan aditif yang umumnya merupakan bahan kimia. Bahan tambahan inilah yang perlu ditelusuri kehalalannya.

Gula merah atau gula jawa sebagai isian klepon ternyata juga tidak serta merta termasuk dalam daftar bahan tidak kritis. Hal ini karena dalam pembuatannya, gula merah biasanya dicampur dengan gula pasir. Sementara itu, pada proses pembuatannya, gula pasir berpeluang menggunakan bahan dekolorisasi yang menggunakan karbon aktif.

“Apabila karbon aktif ini berasal dari hasil tambang atau dari arang kayu, maka tentu tidak menjadi masalah. Akan tetapi, apabila menggunakan arang tulang, maka harus dipastikan status kehalalan asal hewannya. Arang aktif haram dipakai jika berasal dari tulang hewan haram, atau tulang hewan halal yang tidak disembelih sesuai syariat Islam,” ungkap Advisor of Halal Audit Service LPPOM MUI, Dr. Ir. Mulyorini R. Hilwan, M.Si.

Bahan selanjutnya yang mempercantik kue lapis adalah pewarna (colorings). Umumnya, pewarna hijau yang digunakan untuk klepon berasal dari daun suji atau pandan. Pewarna alami dapat diekstrak secara fisik tanpa penambahan bahan apa pun.

“Namun beberapa pewarna berbahan alami menggunakan emulsifier dan gelatin sebagai penstabil. Dalam hal ini, sumber emulsifier dan gelatin perlu diperhatikan. Jika berasal dari hewan, maka harus hewan halal yang disembelih sesuai syar’i,” papar Wakil Direktur LPPOM MUI, Ir. Muti Arintawati, M.Si.

Namun, tak sedikit masyarakat yang membuat klepon dari pewarna sintetis karena memiliki tingkat kestabilan warna yang cukup baik serta harga yang relatif murah. Meskipun tidak mengandung bahan haram, penggunaan yang berlebihan dapat berdampak tidak baik pada kesehatan manusia yang mengonsumsinya.

Lebih dari itu, kadang-kadang pengusaha yang nakal menggunakan pewarna bukan makanan (nonfood grade) untuk produknya demi mengeruk keuntungan lebih banyak. Pada banyak kasus ditemukan jajanan pasar dicampur dengan pewarna tekstil, seperti Rhodamin B. Tentu ini sangat berbahaya bagi kesehatan.

Bahan terakhir adalah parutan kelapa. Klepon rasanya tidak lengkap tanpa taburan parutan kelapa yang gurih. Karena berasal dari buah-buahan murni, kehalalan parutan kelapa tak perlu diragukan asalkan seluruh peralatan yang digunakan tidak tercemar najis atau bahan yang diharamkan. (YN)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.