Search
Search

3 Prinsip Sertifikasi Halal Produk

Saat ini, produk yang disajikan di pasaran diolah sedemikian rupa agar menjadi produk yang mudah dikonsumsi. Selain itu, penampilan produk juga dirancang untuk menggugah selera konsumen, bertahan segar dengan warna, aroma, rasa, dan tekstur yang diinginkan.

Campur tangan teknologi dan kompleksitas bahan menjadi hal yang tak terhindarkan. Perlu fatwa halal melalui proses sertifikasi halal untuk memperjelas status hukum halal dan haram produk yang masih syubhat.

Hal ini disampaikan oleh Wakil Direktur LPPOM MUI, Ir. Muti Arintawati, M.Si. dalam webinar Membangun Kepercayaan Konsumen dengan Sertifikasi Halal sebagai Kesiapan Memasuki Pasar 4.0 yang diselenggarakan oleh Belanjaukm.com beberapa waktu lalu.

“Tak dapat dimungkiri, produk masa kini tak terlepas dari campur tangan teknologi sehingga sulit untuk mengidentifikasi kehalalannya. Karena itu, perlu pihak ketiga untuk memastikan produk bisa dijamin kehalalannya. LPPOM MUI hadir untuk memenuhi hal ini,” ujarnya.

Utamanya ada tiga hal yang menjadi prinsip dalam sertifikasi halal produk. Pertama, sertifikasi halal memastikan semua bahan yang digunakan dalam proses produksi memenuhi persyaratan halal.

Kedua, sertifikasi halal memastikan tidak adanya kontaminasi bahan haram/najis terhadap produk, baik berasal dari peralatan produksi, pekerja, maupun lingkungan produksi.

“Prinsip kedua ini penting untuk diperhatikan. Karena meskipun seluruh bahan sudah halal, namun ternyata menggunakan peralatan yang dipakai bersama dengan produk non halal, maka ada kemungkinan bahan terkontaminasi najis atau bahan non halal. Sekalipun tidak kasat mata,” tegas Muti.

Ia menerangkan lebih lanjut bahwa kontaminasi bisa bersumber dari karyawan, utamanya ketika pelaku usaha mempekerjakan seorang nonmuslim. Ada kemungkinan pekerja memegang bahan-bahan yang tidak halal sebelum mengolah produk.

Ketiga, sertifikasi halal memastikan proses produksi halal dapat berjalan berkesinambungan. Untuk mewujudkannya, LPPOM MUI memiliki Sistem Jaminan Halal (SJH) untuk mengatur bahan, proses produksi, produk, sumber daya manusia, dan prosedur sesuai dengan persyaratan LPPOM MUI.

“Jangan sampai produk halal hanya pada saat diaudit untuk mendapatkan sertifikat halal saja. Perusahaan wajib menerapkan SJH dengan baik agar produk yang dihasilkan dapat terjaga kehalalannya. Begitu mendapatkan sertifikat halal, pelaku usaha punya kewajiban untuk mempertahankan proses sertifikasi halalnya,” jelas Muti. (YN)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.