Jakarta – Sebagai lembaga umat yang dilahirkan oleh para ulama, zuama, dan cendekiawan muslim serta tumbuh berkembang di kalangan umat Islam, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengemban amanah sekaligus misi di antaranya Khidmatul-Ummah dan Ri’ayatul-Ummah. Yakni melayani serta melindungi umat Muslim dengan tuntunan syariah.

Fungsi Ri’ayatul-Ummah dilakukan dengan membuat dan menetapkan fatwa, taushiyah, rekomendasi, maupun imbauan bagi umat Islam, khususnya, dan berbagai pihak maupun kalangan masyarakat, serta perorangan, termasuk juga instansi pemerintah, agar berjalan sesuai dengan kaidah syariah. Sebagai perwujudan aplikatif dari sila pertama Pancasila yang menjadi landasan dan filosofi kehidupan berbangsa dan bernegara. Demikian dikemukakan Prof. DR. KH. Ma’ruf Amin dalam sambutannya saat meresmikan pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Komisi Fatwa (KF) MUI pada 25 Juli 2019 lalu di Jakarta.

Ilzam Syar’i dan Ilzam Tanfidzi

“Dalam kaidah syariah, fatwa itu sebagai Ilzam Syar’i, berarti mengikat secara syariah bagi umat Muslim,” tutur Ketua Umum MUI ini pada Rakornas yang diikuti oleh para Ketua Komisi Fatwa MUI Provinsi seluruh Indonesia.

Namun, berbagai produk MUI berupa fatwa dan berbagai rekomendasi itu ada pula yang kemudian berfungsi menjadi Ilzam Tanfidzi. Yakni menjadi acuan bahkan diimplementasikan dalam pembuatan peraturan pemerintah secara formal. Seperti perundang-undangan, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, dan berbagai peraturan daerah. Tokoh ulama yang juga menjadi Keynote Speaker pada Rakornas ini menambahkan penjelasannya.

Di antara bentuk konkretnya adalah peraturan perundang-undangan tentang haji, zakat dan wakaf, ekonomi dan keuangan syariah, perbankan syariah, asuransi syariah. Termasuk juga ketentuan tentang istitho’ah atau kemampuan dalam hal kesehatan bagi para calon jamaah haji, dll. Bahkan Pemerintah telah pula membentuk lembaga khusus Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS), sehingga diharapkan dapat menjadikan Indonesia sebagai global hub dari global islamic finance.

Implementasi UU JPH

Berikutnya lagi, tokoh umat yang terpilih menjadi Wakil Presiden 2019-2024 menjelaskan perkembangan mutakhir tentang fungsi Fatwa dan Rekomendasi MUI sebagai Ilzam Tanfidzi dalam bentuk undang-undang tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) beserta peraturan pemerintah sebagai implementatifnya. Seperti ketentuan tentang akreditasi dalam pembentukan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), penilaian aspek syar’i dalam kompetensi auditor halal, dan tentu juga penetapan fatwa halal untuk produk-produk konsumsi; makanan, minuman, kosmetika dan obat-obatan, serta barang-barang gunaan.

Rakornas KF MUI itu secara spesifik mengangkat tiga agenda utama. Yaitu unifikasi atau penyatuan format penetapan fatwa terbaru, sosialisasi dan koordinasi fatwa terbaru khususnya terkait dengan standard produk halal, serta terakhir, tentang tata kelola fatwa terkait dengan implementasi UU Jaminan Produk Halal dalam Peraturan Pemerintah yang telah ditandatangani Presiden beberapa waktu lalu.

Dengan realitas yang mengemuka itu, karena menyangkut hajat kehidupan masyarakat luas, maka MUI selalu terbuka dengan berbagai masukan dan kritikan yang bersifat konstruktif. Sehingga kehidupan masyarakat secara umum, dan umat Muslim pada khususnya, dapat terus meningkat lebih baik dan lebih baik lagi. Demikian paparan Ketua Umum MUI pada Rakornas KF MUI yang juga diikuti oleh para cendekiawan muslim, pimpinan pondok pesantren, dan tokoh umat. (USM)

Artikel Terbaru Lainnya

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.