Masyarakat awam mengenal alkohol, rancu dengan minuman beralkohol (khamr) sebagai cairan yang jika diminum dapat memabukkan. Sedangkan kalangan pelaku industri mengenal alkohol sebagai etanol yang banyak digunakan sebagai zat pelarut, desinfektan atau bahan penolong dalam sebuah proses produksi baik dalam proses pembuatan makanan, obat-obatan, hingga kosmetika.

Secara kimiawi, alkohol adalah senyawa dengan karakteristik gugus hidroksil (-OH) dan merupakan salah satu nama kelompok senyawa organik. Etanol adalah salah satu senyawa dalam keluarga alkohol disamping senyawa lainnya, seperti metanol, propanol, butanol, propilen glikol dan sebagainya. Hanya saja dalam kehidupan sehari-hari, umumnya alkohol diidentikkan dengan etanol.

Hal ini karena memang etanol yang digunakan sebagai bahan dasar pada minuman beralkohol, bukan metanol, atau grup alkohol lainnya. Begitu juga dengan alkohol yang digunakan dalam dunia farmasi. Dilihat dari proses pembuatannya, etanol dapat dibedakan menjadi etanol hasil samping industri khamr dan etanol hasil industri non-khamr, baik merupakan hasil sintesis kimiawi berbasis petrokimia ataupun hasil industri fermentasi non-khamr.

Di kalangan industri, menurut guru besar IPB University sekaligus auditor senior Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Prof. Dr. Ir. Purwantiningsih M.S., etanol sering digunakan sebagai desinfektan, bahan tambahan maupun bahan penolong dalam produksi makanan, minuman, obat-obatan hingga kosmetika.

“Etanol digunakan sebagai desinfektan, karena etanol dapat menghambat atau membunuh mikroorganisme (misalnya bakteri, virus dan jamur kecuali spora bakteri) pada permukaan benda mati, seperti furniture, ruangan, lantai, dan lainnya,” terang Purwantiningsih.

Etanol, lanjutnya, juga digunakan sebagai bahan penolong atau bahan tambahan, yaitu berperan sebagai pelarut atau peningkat aroma dan cita rasa makanan. Pada penggunaan bahan mengandung etanol seperti rum, mirin, angciu, atau sake sebagai bahan tambahan pada makanan yang menggunakan proses pemanasan tinggi atau pemanggangan, etanol tersebut akan menguap, tetapi aroma dan rasa dari rum, mirin, angciu, atau sake yang ditambahkan masih melekat dan memberikan aroma yang diinginkan.

Sebagai contoh, rum biasanya digunakan untuk membuat adonan kue, agar kue lebih awet dan juga mengikat aroma dengan baik. Dalam pembuatan steak sering ditambahkan red wine atau white wine, masakan aneka seafood atau nasi goreng kadang ditambahkan angciu, dan pada aneka masakan Jepang ditambahkan mirin.

“Sementara di kalangan industri obat atau parfum, etanol biasanya digunakan sebagai pelarut (solven), sedangan di beberapa industri perisa (flavor) dan jamu, etanol biasanya digunakan sebagai bahan penolong proses untuk mengekstraksi suatu komponen dalam suatu bahan,” papar Purwantiningsih.

Sebagai contoh, tanaman minyak atsiri diekstraksi dengan etanol untuk diambil minyak atsiri nya (essensial oil) atau komponen-komponen senyawa lainnya. Pada akhir proses, etanol diuapkan dan diperoleh residu dengan jumlah kandungan etanol relatif rendah.

Karena banyaknya kemungkinan sebuah produk menggunakan alkohol atau etanol, maka Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatur penggunaan alkohol dalam produk makanan, minuman, obat, dan kosmetik. Berikut ini beberapa fatwa MUI yang mengatur tentang penggunaan alkohol.

1. Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2009 tentang Hukum Alkohol

2. Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2018 tentang Produk Kosmetika yang Mengandung Alkohol/Etanol

3. Fatwa MUI Nomor 40 Tahun 2018 tentang Penggunaan Alkohol/Etanol untuk Bahan Obat

4. Fatwa MUI Nomor 10 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung Alkohol/Etanol (*)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.