Sebagai bagian dari kontrol terhadap potensi peredaran daging celeng (babi hutan) di pasar-pasar, tim Pemkot Bogor bersama tim Badan Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan (BPMSPH) Kementerian Pertanian dan LPPOM MUI melakukan sidak ke pasar modern dan tradisional, beberapa waktu lalu.
Pasar-pasar tradisional yang menjadi sasaran dari program sidak tim pemkot Bogor secara keseluruhan adalah Pasar Bogor, Pasar Anyar, dan Pasar Warung Jambu, sementara pasar modern yang dikunjungi adalah Hypermart dan Transmart. Kabid Peternakan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP)Kota Bogor, Drh. Anizar, MM. menjelaskan, selain dari aspek kehalalan, tim Pemkot Bogor juga melakukan sidak untuk aspek keamanan pangan seperti kandungan formalin dan mikroba.
Lazim terjadi seperti tahun-tahun sebelumnya, kebutuhan daging di kota Bogor menjelang dan selama Ramadan 1443 H yang meningkat, menyebabkan harga daging pun terkatrol naik. Di luar bulan Ramadan harga normal daging sapi per kg adalah sekitar Rp120.000,00, namun ketika mendekati dan memasuki bulan Ramadan harga daging di pasar tradisional mencapai Rp150.000,00. Walaupun sempat turun hingga Rp140.000,00 di awal-awal Ramadan, ketika mendekati bulan Syawal 1443 H, harga daging tersebut kembali bergerak ke harga Rp150.000,00.
Belajar dari kasus-kasus tahun sebelumnya, harga daging yang melonjak merupakan peluang bagi pihak-pihak yang ingin menangguk keuntungan dengan cara tidak halal. Salah satunya adalah dengan mengoplos daging sapi dengan daging celeng dan menjualnya dengan harga yang murah. Kasus tersebut pernah terjadi pada tahun 2017 di salah satu pasar tradisional kota Bogor.
Direktur Utama LPPOM MUI, Muti Arintawati menjelaskan, keterlibatan LPPOM MUI dalam kegiatan tersebut dimaksudkan untuk ikut menjaga agar pihak-pihak tertentu tidak tergoda untuk melakukan kecurangan dan menipu konsumen dari aspek kehalalan (halal fraud).
“Kontrol dari pihak berwewenang pun diharapkan tetap berjalan baik dari sumber-sumber dari mana daging celeng berasal, pergerakan barang sepanjang rantai pasok dan pihak-pihak yang akan menjual dan menyalahgunakannya sebagai produk konsumsi. Kesucian dan kemuliaan bulan Ramadan 1443 H tidak ternodai oleh kasus peredaran daging celeng yang mengusik ketenangan masyarakat kota Bogor dalam menjalankan ibadah,” kata Muti Arintawati.
Dalam sidak yang dilakukan, berdasarkan uji laboratorium untuk kandungan daging babi (dalam hal ini babi hutan (celeng)), alhamdulillah semua hasilnya adalah negatif. Tampaknya hukuman yang diberikan pada pelaku kecurangan pengoplosan daging sapi dan daging celeng beberapa tahun yang lalu mampu memberikan efek jera.
Sementara itu, Anizar mengharapkan program kerjasama sidak ini terus dilakukan dan tidak saja di saat bulan Ramadan, namun juga di bulan-bulan lain. Karena kasus daging celeng adalah kasus yang sering berulang, terutama menjelang Ramadan dan Idul Fitri. Kasus terbaru (6/4/2022) terjadi ketika dua orang tersangka yang tertangkap di Pelabuhan Bakauheni ketika membawa daging celeng dari Bengkulu dengan kuantitas 720 kg yang hendak dibawa ke Bekasi. (HU/FM)