LPPOM MUI turut mendorong pemerintah Indonesia untuk ekspansi produk halal ke pasar global. Dukungan ini diwujudkan dengan tindakan nyata webinar bertema “Halal Certification: Access to Indonesia and Global Market” yang diselenggarakan dalam lima bahasa berbeda.
Pemerintah telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH). Kewajiban ini diberlakukan untuk produk makanan, minuman, serta hasil dan jasa sembelihan. Hal ini ditekankan oleh Halal Partnership and Audit Services Director of LPPOM MUI, Dr. Ir. Muslich, M.Si, dalam webinar yang diselenggarakan LPPOM MUI pada 16 Januari 2024.
“Di samping itu, hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah sanksi setelah tenggat waktu sertifikasi halal berlaku. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 Pasal 149, pelaku usaha yang tidak menerapkan aturan tersebut akan dikenakan sanksi administratif, berupa peringatan tertulis, denda administratif, pencabutan sertifikat halal, dan penarikan barang dari peredaran,” jelas Muslich.
Acara ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang mendalam mengenai sertifikasi halal dan bagaimana hal tersebut dapat memberikan akses ke pasar Indonesia dan global. Sertifikat halal sendiri akan menjadi nilai tambah bagi produk yang akan diekspor ke negara tersebut sehingga menjadi nilai daya tarik konsumen. Bahkan, kini sudah banyak permintaan produk bersertifikat halal di pasar global.
Menurut Manager Marketing & Networking of LPPOM MUI, Cucu Rina Purwaningrum, S.TP, MP, bahwa populasi muslim di dunia yang beragama Islam berjumlah 1,8 miliar penduduk, sejalan dengan itu konsumsi produk halal di dunia seperti, makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetik halal menghabiskan sebesar 2,2 trilliun dollar AS. Hal ini dapat menjadi peluang bagi produsen untuk menyediakan produk halal, serta diperkirakan pada tahun 2024 nilai tersebut akan terus mengalami kenaikan.
“Indonesia sendiri memiliki nilai transaksi produk halal terbesar di dunia. Sama halnya di Indonesia, negara lain pun ikut mengalami peningkatan serta kesadaran akan kebutuhan produk halal yang semakin tinggi. Hal ini dapat membuka peluang produsen Indonesia untuk mengembangkan usahanya di pasar halal global,” tutur Cucu.
Selain itu, pihaknya juga menjelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia guna mewajibkan produk makanan dan minuman bersertifikat halal di Indonesia. Artinya, sertifikat halal saat ini menjadi hal penting yang diperlukan oleh pelaku usaha dalam pemasaran produknya di Indonesia.
Sementara itu, sertifikasi halal ditandai dengan pencantuman logo halal di luar negeri beberapa masih bersifat sukarela (memberikan nilai tambah) dan ada yang diwajibkan untuk jenis produk tertentu. Di beberapa negara, sertifikat halal harus diterbitkan oleh lembaga sertifikasi yang terakreditasi atau diakui oleh negara tujuan ekspor.
LPPOM MUI memberikan kemudahan bagi pelaku usaha yang ingin mengekspor produknya ke negara-negara Timur Tengah dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI), seperti Uni Emirat Arab (UEA). Produk yang telah diperiksa oleh LPPOM MUI dapat diterima di negara-negara tersebut. Pengakuan ini dilakukan melalui lembaga akreditasi di Timur Tengah, yaitu Emirate Authority for Standardization and Metrology (ESMA). Sehingga, sertifikat halal dapat memudahkan ekspor produk ke pasar-pasar tersebut dengan memenuhi persyaratan standar yang berlaku.
Dalam kesempatan yang sama, Product and Network Management Officer LPPOM MUI, Andriawan Subekti, S.Si., M.Si menyampaikan bahwa ada sepuluh jenis usaha yang bisa mendaftar sertifikat halal, seperti pemegang merek atau pemilik produk, pemilik fasilitas produksi (maklon), importir/distributor, pelayanan restoran, pemilik dapur (ghost kitchen, hotel dan lain-lain), pemilik katering, RPH (rumah potong hewan), pelaku industri logistik, pemilik toko dan pemilik jasa maklon yang terkait dengan rantai pasokan penanganan produk.
Sertifikat halal ini bisa menjadi investasi yang baik karena sudah tidak memuat masa berlaku. Untuk memenuhi persyaratan, pelaku usaha harus melengkapi surat permohonan ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), surat penunjukkan penyelia halal, Nomor Induk Berusaha (NIB) yang berbasis risiko, dan dokumen lainnya.
Jika administrasi dan audit sudah dilakukan, pelaku usaha akan mendapat sertifikat halal yang berlaku selamanya selama tidak ada perubahan bahan dan komposisi. Ketentuan jangka waktu ini tentu menarik pelaku usaha. Terkait regulasi, dalam SJPH (Sistem Jaminan Produk Halal) ada skema survailen atau pengawasan yang digunakan untuk memastikan konsistensi implementasi SJPH.
Saat ini, LPPOM MUI terus mendorong upaya pemerintah untuk mewujudkan wajib halal. Tak hanya melalui edukasi kepada pelaku usaha, LPPOM MUI sebagai mitra sertifikasi halal juga memiliki sejumlah program untuk memudahkan pelaku usaha dalam melakukan sertifikasi halal serta menyediakan platform yang mudah digunakan oleh konsumen (pelaku usaha maupun masyarakat) untuk mengecek produk yang telah memiliki sertifikat halal. Anda dapat mengecek kehalalan produk melalui website www.halalmui.org atau aplikasi Halal MUI yang dapat diunduh di Google Playstore. (ZUL)