Sertifikasi halal MBG kini menjadi kebutuhan mendesak, bukan sekadar label. Makanan untuk anak bangsa harus halal, aman, bergizi, dan higienis. Dengan prinsip halalan thayyiban, dapur MBG tak hanya mendukung gizi seimbang, tetapi juga membangun kepercayaan publik pada keamanan pangan. Saatnya penyelenggara program memilih jalur tepat dengan dapur bersertifikat halal BPJPH yang profesional dan terpercaya.
Sertifikasi halal untuk dapur penyelenggara Makan Bergizi Gratis (MBG) bukan hanya tentang label halal semata. Lebih dari itu, sertifikasi halal adalah jaminan bahwa dapur dan sarana produksi makanan berjalan dengan standar kebersihan, higienitas, serta keamanan yang tinggi. Hal ini membuat MBG bukan hanya mampu memenuhi kewajiban kehalalan, tetapi juga memperkuat kepercayaan publik terhadap program pemerintah.
Djusmaidar Suhaimi, auditor halal Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) LPPOM, menegaskan bahwa konsep halalan thayyiban adalah fondasi penting dalam program MBG. “Konsep MBG sangat penting dalam memberikan perlindungan konsumen dalam pemenuhan hak konsumen muslim khususnya. Substansi produk halal adalah makanan yang dibuat dari bahan-bahan halal, fasilitas, personel, dan prosesnya terbebas dari kontaminasi bahan haram maupun najis. Dengan begitu, aspek thayyiban seperti food safety, food hygiene, dan kandungan gizi juga ikut terjamin,” ujarnya.
Namun, dari pengamatan beliau, pelaksanaan MBG saat ini masih lebih banyak menekankan pada aspek gizi dibandingkan dengan kepastian halal. Salah satu tantangan nyata bahkan muncul dari fasilitas yang digunakan, seperti kasus food tray yang ternyata mengandung lemak babi. “Implementasi program MBG harus disempurnakan dengan pemenuhan aspek halalan thayyiban secara penuh, agar penerima program benar-benar mendapatkan makanan yang halal, aman, dan bergizi,” tambah Djusmaidar yang juga dengan latar belakang keilmuan gizi.
Dari sisi titik kritis halal, bahan baku, peralatan, fasilitas dapur, hingga proses produksi merupakan bagian yang paling krusial. Apalagi dalam siklus produksi MBG, tahap pemasakan dinilai paling rentan karena melibatkan banyak interaksi bahan dan peralatan. Jika tidak dikendalikan dengan benar, risiko kontaminasi sangat tinggi, bahkan bisa memicu kasus keracunan seperti yang pernah terjadi di beberapa daerah.
Untuk mengantisipasi hal ini, perusahaan penyelenggara MBG perlu menerapkan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) yang mencakup pengawasan internal oleh penyelia halal. Selain itu, penerapan standar keamanan pangan seperti Good Manufacturing Practice (GMP), Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP), hingga program manajemen risiko juga mutlak diperlukan. Semua itu perlu didukung dengan pengawasan bahan baku, sanitasi peralatan, pelatihan personel dapur, serta dokumentasi yang rapi untuk memastikan traceability berjalan optimal.
Pentingnya traceability dan quality control semakin relevan setelah adanya kasus keracunan pada anak-anak penerima MBG yang bahkan di beberapa daerah ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Seperti dilansir dari berbagai pemberitaan nasional, beberapa daerah yang dimaksud adalah Garut (Jawa Barat), Banggai Kepulauan (Sulawesi Tengah), Mamuju (Sulawesi Barat), dan Ketapang (Kalimantan Barat).
Dari pengalaman ini, para produsen harus sadar bahwa tanpa sistem kendali mutu dan pelacakan yang baik, risiko terulangnya masalah akan tetap ada. Dokumentasi menyeluruh mulai dari catatan pembelian bahan, proses produksi, hingga distribusi makanan menjadi bukti penting untuk melacak sumber masalah dengan cepat.
Dari perspektif gizi, Djusmaidar juga menekankan pentingnya memperhatikan kualitas bahan baku dan cara pengolahan. Bahan segar, cara memasak yang tepat, hingga distribusi termasuk penggunaan wadah makanan/alat saji food grade adalah faktor utama untuk memastikan makanan tidak hanya halal, tetapi juga aman, bergizi, dan bermanfaat bagi kesehatan penerimanya.
Ke depan, harapan besar ditujukan agar program MBG dijalankan secara sungguh-sungguh dan komprehensif. Tidak sekadar memenuhi target administratif, tetapi benar-benar menghadirkan makanan halal dan thayyib yang dapat menekan angka malnutrisi, menurunkan stunting, serta membentuk generasi Indonesia yang sehat dan cerdas.
Di sinilah peran LPH LPPOM menjadi sangat penting. Sebagai lembaga pemeriksa halal yang kompeten dan terpercaya, LPPOM telah menghadirkan program Halal On 30, di mana masyarakat, pelaku usaha, dan penyelenggara MBG dapat memahami alur sertifikasi halal hanya dalam 30 menit. Program ini bisa diikuti dengan mudah melalui tautan bit.ly/HalalOn30.
Dengan menggandeng LPH LPPOM, penyelenggara MBG dan dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) tidak hanya memenuhi regulasi sertifikat halal BPJPH, tetapi juga memastikan kualitas produk makanan lebih bersih, higienis, dan terpercaya. Saatnya memilih mitra yang tepat untuk menjadikan dapur MBG bukan sekadar penyedia makanan, tetapi penjaga kesehatan dan kehalalan generasi bangsa. (YN)