Oleh : Dr. H. Priyo Wahyudi, M.Si.
Tim Ahli Laboratorium LPPOM MUI
Pakar Mikrobiologi & Bioteknologi
Vegan secara umum merupakan istilah yang merepresentasikan pola makan tanpa menu makanan yang berasal dari hewan dan turunannya. Pola makan ini telah menjadi tren di masyarakat global. Industri mulai melihat peluang terkait hal ini, dan pengujian produk vegan menjadi hal yang penting untuk menghindari kecurangan.
Vegetarian adalah orang yang mempraktikkan pola hidup vegetarianisme, yakni sebuah pola hidup yang tidak mengonsumsi makanan yang berasal dari hewan mencakup: daging, unggas, ikan, telur, susu, madu, dan kerang-kerangan.
Secara etimologi, kata vegetarian diambil dari bahasa Latin yaitu “vegetus” yang berarti keseluruhan, sehat, dan hidup. Istilah vegetarian muncul pertama kali pada tahun 1847 di Inggris dengan didirikannya masyarakat vegetarian (Vegetarian Society). Sementara istilah vegan baru muncul pada tahun 1940-an yang merepresentasikan orang yang tidak mengonsumsi makanan yang berasal dari hewan sama sekali.
Istilah vegan dimunculkan dengan mengambil tiga huruf depan dan dua huruf belakang dari vegetarian. Vegan dapat dikatakan sebagai bentuk vegetarian yang paling ketat, ada yang menyebutnya sebagai “vegetarian murni” atau “pure vegetarian”.
Dengan sejarahnya yang sudah cukup panjang, saat ini secara luas masyarakat mengenal beberapa pola makan vegetarian:
- Lakto-vegetarian, yaitu orang yang mengonsumsi makanan nabati, namun masih mentolerir susu dan produk olahannya.
- Ovo-vegetarian, yaitu orang yang mengonsumsi makanan nabati, namun masih mentolerir telur dan produk olahannya.
- Lakto-Ovo-vegetarian, yaitu orang yang mengonsumsi makanan nabati, namun masih mentolerir susu dan telur beserta produk olahannya.
- Vegan, yaitu orang yang mengonsumsi makanan nabati saja dan sama sekali tidak mentolerir semua bahan dari hewan, unggas, susu, telur, dan madu, serta produk olahannya.
Saat ini, telah terjadi pergeseran minat dan kecenderungan konsumen dalam memilih produk pangannya. Sebagian besar konsumen cenderung untuk memilih pangan yang peduli kelestarian lingkungan, mengonsumsi pangan yang berbahan nabati dan alamiah, produk pangan yang sekaligus memberi manfaat dalam mendukung kesehatan tubuh, daya tahan terhadap penyakit, meningkatkan energi, dan suasana hati.
Permintaan produk pangan olahan berbasis nabati semakin meningkat secara global. Hal ini menjadikan produsen makanan dunia dari seluruh tingkatan (lokal hingga global) berlomba-lomba mengembangkan inovasinya untuk menyediakan produk-produk pangan olahan berbasis nabati.
Saat ini, produk pangan olahan berbasis nabati semakin mudah ditemukan dengan beragam inovasi. Produk pangan olahan berbasis nabati atau disebut plant based tidak dikenal dalam registrasi produk pangan olahan di Indonesia, karena belum ada regulasinya.
Merujuk pada definisi yang ada tentang produk pangan berbasis nabati (plant-based) adalah produk pangan olahan yang mengandung sebagian besar bahan nabati, dan masih mentolerir sebagian kecil bahan non-nabati. Keberadaan produk pangan berbasis nabati bisa menjadi produk antara bagi masyarakat awam yang baru mencoba memulai pola hidup mengonsumsi makanan berbasis nabati, namun belum sampai pada level vegan.
Produk vegan menjadi salah satu produk pangan olahan dengan peningkatan produksi dan pasar yang sangat tinggi dari tahun ke tahun. Peningkatannya tidak lagi bersifat linier, melainkan logaritmik. Hasil penelitian, pengembangan, dan inovasi dari para pengembang produk vegan dan produsen pangan vegan telah berkontribusi dalam menyediakan produk pangan vegan yang makin beragam, berkesinambungan, dan mudah didapatkan di pasar.
Pengujian vegan juga mempunyai tiga manfaat penting, yakni menghindari penipuan atau pemalsuan, meningkatkan nilai tambah produk, serta pengendalian dan jaminan kualitas. Pertama, menghindari penipuan atau pemalsuan. Konsumen vegan mempunyai tingkat kepedulian dan perhatian tinggi terhadap sumber bahan makanannya, sehingga dengan uji DNA hewan yang negatif dapat dipastikan sumber makanannya benar-benar bahan nabati.
Kedua, meningkatkan nilai tambah produk. Produk pangan olahan yang menyertakan hasil uji DNA hewan yang negatif dapat memperoleh sertifikat vegan dan didaftarkan ke BPOM sebagai produk pangan olahan berklaim vegan, serta memasang label vegan pada kemasan produknya. Nilai tambah produk pangan olahan tersebut akan meningkat secara signifikan dengan adanya klaim vegan tersebut.
Ketiga, pengendalian dan jaminan kualitas. Pengujian vegan adalah metodologi pengendalian kualitas untuk memverifikasi tidak adanya bahan hewani dalam produk makanan olahan. Sekaligus jaminan kualitas dari produsen pangan olahan vegan kepada seluruh konsumennya bahwa produk tersebut bebas kandungan bah n hewani.
Untuk menjawab kebutuhan produk vegan terverifikasi, Laboratorium LPPOM MUI menyediakan layanan pengujian vegan dan tes DNA hewan. Adanya tes ini diharapkan dapat memudahkan pelaku usaha dalam mematuhi regulasi pencantuman label vegan, meningkatkan nilai produk, menjadi perlindungan konsumen, serta menjamin reputasi merek. Informasi selengkapnya terkait pengujian tersebut dapat diakses pada website website https://e-halallab.com/. (***)