Pasar halal meningkat secara global, tidak hanya di negara-negara Islam tetapi juga negara-negara non-Islam. Berdasarkan marketwatch.com, pada tahun 2022, pasar makanan halal di seluruh dunia bernilai 1244,8 juta USD pada tahun 2020 dan diperkirakan akan mencapai 1676,9 juta USD pada akhir tahun 2026. Angka ini tumbuh sekitar 4,3% selama 2021-2026.
“Permintaan produk halal yang terus meningkat, seharusnya diiringi dengan jaminan konsumen muslim mendapatkan jaminan kehalalan produk. Sejauh ini ada dua cara sebuah produk mendapatkan klaim halal, yakni self claim dan sertifikasi halal,” terang Direktur Utama LPPOM MUI, Ir. Muti Arintawati, M.Si., menyampaikan hal ini dalam halal workshop yang diselenggarakan oleh Food Ingredients Asia (FiA) beberapa waktu lalu di JIEXPO, Jakarta.
Self claim umumnya berupa pernyataan produk bebas dari bahan-bahan haram seperti alkohol, babi, dan sebagainya; pernyataan yang klaim halal sesuai dengan ketentuan masing-masing negara; atau pernyataan bahwa produk adalah vegan.
Sementara sertifikat halal Sedangkan sertifikat halal merupakan Sertifikat Halal adalah pengakuan kehalalan suatu Produk yang dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI. Dan merupakan hasil pemerikaan dari LPH, salah satunya LPPOM MUI.
Dalam hal ini, LPPOM MUI selalu berupaya untuk membantu perusahaan masuk ke pasar global dengan memenuhi persyaratan halal dengan standar lokal maupun global.
Saat ini di Indonesia sudah menerapkan regulasi wajib sertifikasi halal bagi seluruh produk yang beredar secara bertahap. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) beserta regulasi turunannya.
Di era wajib sertifikasi halal ini, ada 3 (tiga) pihak yang berperan dalam sertifikasi halal di Indonesia adalah Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), dan Komisi Fatwa Mejelis Ulama Indonesia (KF MUI). Ketetapan Halal yang dikeluarkan oleh KF MUI akan menjadi dasar dikeluarkannya Sertifikat Halal oleh BPJPH. Namun, jauh sebelum itu, produk harus melalui pemeriksaan kehalalan oleh LPH.
“LPH memiliki peran penting dalam penetapan fatwa kehalalan sebuah produk. Hal ini dikarenakan laporan hasil audit menjadi salah satu dasar penetapan fatwa produk. Ketika LPH memberikan data yang salah, maka KF MUI juga akan salah menetapkan fatwa dan akhirnya sertifikat halal yang dikeluarkan BPJPH menjadi tidak valid,” jelas Muti.
Untuk memenuhi hal ini, selaku LPH, LPPOM MUI terus meningkatkan dan mempertahankan kompetensi auditor, yang mencakup: 1) pemahaman terhadap persyaratan halal dan fatwa terkait produk halal; 2) memahami proses produksi dan bahan yang digunakan dalam pembuatan produk yang diaudit; 3) mampu memahami dan menilai kecukupan dokumen pendukung kehalalan; 4) memahami dan mampu menilai kecukupan sistem manajemen halal yang diterapkan pelaku usaha; 5) mampu menggali data dan informasi yang dibutuhkan dalam proses audit.
Food Ingredients Asia (FiA) 2022 adalah pergelaran expo dari berbagai pemasok bahan, distributor, dan produsen makanan dan minuman dari seluruh kawasan ASEAN dan seluruh dunia. Pada tahun ini, FiA akan diselenggarakan secara langsung (offline) pada 7-9 September 2022 di JIEXPO, Kemayoran-Jakarta. Selain kegiatan offline, FiA juga memfasilitasi kegiatan online, seperti webinar. (YN)