Oleh: Heryani

Manajer Teknis Laboratorium LPPOM MUI

Daging merupakan salah satu produk yang titik kritis halalnya cukup banyak. Mulai dari cara penyembelihan yang tidak sesuai syariah, hingga pemalsuan dan pengoplosan daging sapi dengan daging babi. Misalnya saja yang terjadi pada Mei 2020 lalu, Polresta Bandung berhasil mengamankan pelaku pemalsuan (food adulturation) yang telah mengedarkan 63 ton daging palsu dalam satu tahun.

Umumnya jenis babi yang digunakan untuk konsumsi adalah babi ternak (Sus scrofa domesticus). Namun secara fisik daging babi ternak sangat berbeda dari daging sapi yang memiliki warna merah muda. Daging babi hutan atau biasa disebut celeng (Sus scrofa Linnaeus), memiliki penampilan fisik yang mirip dengan daging sapi.

Selain itu, babi hutan yang dianggap sebagai hama di lahan perkebunan dimanfaatkan oleh pelaku untuk dijual dan dipalsukan sebagai daging sapi. Terbongkarnya pemalsuan ini tidak lepas dari peranan laboratorium dalam mendeteksi sampel daging hasil inspeksi.

Beberapa pengujian dapat dilakukan untuk mengidentifikasi apakah sampel daging tersebut berasal dari spesies sapi atau babi. Babi ternak dan celeng masih dalam satu famili Suidae, sehingga dalam menentukan pengujian laboratorium harus memastikan penanda yang digunakan dalam identifikasi telah mencakup babi ternak dan celeng.

Pengujian identifikasi spesies pada sampel daging dapat dilakukan dengan pendekatan berbasis protein (menggunakan ELISA dan rapid test), DNA (menggunakan real-time PCR), lemak (menggunakan FTIR), peptida (menggunakan LC-MS/MS), senyawa volatil (menggunakan GC-MS), serta bau dan aroma (menggunakan electronic nose). Pada tulisan ini akan dibahas metode yang umum digunakan oleh laboratorium, seperti rapid test dan PCR.

Rapid Test

Rapid test atau disebut juga Pork Detection Kit merupakan strip uji imunokromatografi yang digunakan untuk deteksi cepat dengan target uji antigen babi (protein spesifik babi). Beberapa penanda protein spesifik babi telah digunakan dalam metode ini, salah satunya adalah Porcine Heat Resistant Glycoprotein.

Cara kerjanya adalah sampel daging dimasukan pada wadah sampel yang berisi air hangat lalu dikocok dan dimasukkan strip uji. Hasilnya pun sangat mudah dibaca, mirip seperti rapid test untuk uji hamil, yaitu hasil positif ditunjukkan oleh dua garis merah.

Metode ini memakan waktu pengujian yang cepat, yakni 10 hingga 25 menit. Sehingga banyak digunakan untuk proses screening dan uji pasar. Di sisi lain, kelemahan dari metode ini hanya terbatas pada pengujian bahan yang berbasis daging dan tidak bisa digunakan untuk mendeteksi produk turunannya seperti gelatin, kolagen, bumbu, cangkang kapsul, dan sebagainya.

Real-time PCR

Metode real-time PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan metode pengujian sampel dengan cara mensintesis dan memperkuat jejak DNA target dalam sampel secara invitro. Metode ini memiliki 3 tahapan utama, yaitu ekstraksi DNA, pembacaan konsentrasi dan kemurnian DNA serta amplifikasi DNA pada mesin real-time PCR.

Real-time PCR diketahui memiliki keunggulan spesifititas dan sensitivitas yang tinggi. Sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan DNA spesies tertentu, termasuk babi. Tak hanya itu, real-time PCR juga dapat mengidentifikasi matriks sampel lain yang masih memiliki residu DNA, seperti gelatin, cangkang kapsul, marshmallow, dan lainnya.

Namun kelemahan dari metode ini adalah biaya pengujian yang mahal dan membutuhkan keahlian khusus di bidang molekuler dan dilakukan di laboratorium yang memenuhi standar pengujian molekuler. Waktu pengujian pun tergantung kompleksitas sampel dalam melakukan proses ekstraksi. Proses ekstraksi sampel memakan waktu 3-4 jam, sedangkan proses PCR berkisar 1-1,5 jam. (***)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.

//
Assalamu'alaikum, Selamat datang di pelayanan Customer Care LPPOM
👋 Apa ada yang bisa kami bantu?