Search
Search

Mengapa “Halal” Dipersyaratkan untuk Negara Tujuan Ekspor?

  • Home
  • Berita
  • Mengapa “Halal” Dipersyaratkan untuk Negara Tujuan Ekspor?

Sertifikat halal menjadi salah satu jalan untuk sebuah produk naik kelas. Pasalnya, beberapa negara mensyaratkan produk halal untuk masuk ke negaranya dengan ditandai dengan bukti fisik dalam bentuk sertifikat halal.

Direktur Eksekutif LPPOM MUI, Ir. Muti Arintawati, M.Si dalam virtual workshop bertajuk “Pentingnya Setifikasi Halal untuk Ekspor dalam Peningkatan Daya Saing Produk Ekspor Indonesia” beberapa waktu lalu menyampaikan bahwa setidaknya terdapat tiga alasan halal menjadi syarat ekspor produk.

(Baca juga: Tingkatkan Daya Saing, Sertifikasi Halal Penting untuk Produk Ekspor Indonesia)

Pertama, negara tujuan ekspor merupakan negara dengan populasi muslim besar, seperti negara-negara yang termasuk ke dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Kedua, produk yang diekspor merupakan bahan yang digunakan dalam produksi halal di negara tujuan ekspor meskipun buakan negara dengan populasi muslim besar. Ketiga, negara tujuan ekspor memiliki aturan tertentu terkait logo pada kemasan.

Dalam hal ini, LPPOM MUI telah diakui oleh Lembaga Akreditasi di Timur Tengah Emirate Authority for Standardization and Metrology (ESMA). Hal ini dapat meningkatkan kebeterimaan produk yang telah disertifikasi LPPOM MUI pun dapat diterima di negara-negara Timur Tengah dan OKI. Secara resmi, pengakuan LPPOM MUI oleh ESMA bisa dilihat di situs resmi ESMA di sini.

Setiap negara memiliki aturan dan persyaratan yang berbeda-beda terhadap produk yang akan masuk dan dipasarkan di negara tersebut. Misalnya, beberapa negara cukup dengan menuliskan pernyataan halal yang dibuat oleh perusahaan (self declare). Hal tersebut meliputi pernyataan bahwa produk bebas dari bahan haram seperti alkohol dan babi; produk dinyatakan halal; serta produk dinyatakan vegan.

Kemudian, negara-negara lainnya membutuhkan sertifikat halal untuk menguatkan jaminan produk halal. Ada yang hanya memberlakukan aturan ini bagi untuk daging dan produk olahannya, produk mengandung unsur hewani, atau semua jenis produk. 

“Perlu diketahui juga, terdapat dua jenis sertifikat halal, yaitu dikeluarkan oleh organisasi Islam dan lembaga sertifikasi halal. Di Indonesia, sertifikat halal kini dikeluarkan oleh pemerintah, yakni Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Meski dalam proses sertifikasi halal tetap diserhakan kepada Lembaga Pemeriksa Halal, seperti LPPOM MUI,” jelas Muti.

Lebih lanjut, Muti memberikan contoh persyaratan kehalalan di beberapa negara, diantaranya:

  • Mesir: perlu sertifikat halal rumah potong hewan yang di-endorse oleh ISEG, lembaga sertifikasi halal Mesir.
  • Bahrain: perlu sertifikat halal penyembelihan dan label tertulis disembelih menurut syariat Islam.
  • Yordania: setiap daging harus dilengkapi sertifikat halal per pengiriman yang memuat tanggal penyembelihan dan logo halal asli harus menempel di setiap kemasan.
  • Kuwait: sertifikat halal yang diakui/disahkan oleh Kedutaan Besar/Konsulat Jenderal Kuwait.
  • Qatar: perlu sertifikat halal yang diakui/disahkan oleh Kedutaan Besar Qatar.
  • Pakistan: ada sertifikat yang menyatakan, “unggas yang dicakup sertifikat ini disembelih dengan pisau tajam menembus kulit, vena jugular, dan trakea…”.
  • Iran: unggas dipotong dengan pisau menembus kulit, vena jugular, dan trakea. 

Beberapa syarat tersebut memang membutuhkan penyesuaian dokumen. Namun, pada intinya tetap yang diutamakan adalah jaminan kehalalan produk. Selama lebih dari 32 tahun berkecimpung di dunia sertifikasi halal, LPPOM MUI terus berkembang dan melakukan berbagai penyesuaian sebagai solusi keberterimaan produk halal Indonesia di negera tujuan ekspor. Hal ini menjadi bentuk dukungan LPPOM MUI untuk terus memajukan produk halal Indonesia di pasar global. (YN)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.