Oleh: Dr. KH. Abdur Rahman Dahlan, MA.

(Ketua PB Al-Wasliyah, Anggota Komisi Fatwa MUI)

Alhamdulillah, dengan karunia Allah jua, kita masih dapat menghirup napas kehidupan di hari-hari menjelang Ramadhan 1441 H kini. Dan kesempatan bertemu bulan puasa ini, mengingatkan kita orang yang beriman tentang kewajiban “Ash-Shaum”, sebagai bagian dari Rukun Islam keempat. Bagi yang masih memiliki hutang kewajiban puasa Ramadhan tahun lalu, karena halangan syar’i, maka masih ada kesempatan kini untuk membayarnya, dengan melakukan puasa Qodho di bulan Sya’ban ini.

Untuk menghadapi puasa Ramadhan sesaat lagi, kita perlu melatih diri dengan memperbanyak puasa Sunnat di bulan Sya’ban ini, mengikuti teladan Nabi saw yang suci. Sekaligus sebagai persiapan fisikal maupun spiritual untuk menunaikan kewajiban Rukun Islam keempat tahun ini. Memperbanyak berpuasa di bulan Sya’ban adalah sebagai latihan atau pemanasan sebelum memasuki bulan Ramadhan. Jika seseorang sudah terbiasa berpuasa sebelum Ramadhan, tentu dia akan lebih kuat dan lebih bersemangat untuk melakukan puasa wajib di bulan Ramadhan. (Lihat Lathoif Al Ma’arif, hal. 234-243).

Pengertian Puasa

Perlu juga dijelaskan, dari sisi lughowi, “Ash-Shaum” berarti “Al-Imsak”, yakni menahan diri dari (melakukan) sesuatu.  Sebagaimana dimaksud dalam makna ayat: “Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah: “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini.” (QS. Maryam, 19: 26). Dalam ayat itu disebutkan, Maryam berpuasa, yaitu “menahan diri untuk tidak berbicara dengan seorang manusiapun pada hari tersebut”. Maka dalam prakteknya di masyarakat, “Waktu Imsak” dengan “Jadwal Imsakiyah Ramadhan” berarti sebagai peringatan dan batas akhir makan sahur dan bersiap-siap untuk mulai berpuasa secara syar’i, menahan diri dari makan, minum dan perbuatan lain yang membatalkan puasa di bulan Ramadhan.

Sedangkan “As-Shaum” (berpuasa) menurut Syara’ ialah: “al-imsak ‘anil mufaththirati min thulu’il fajri ila ghurubis syamsi ma’anniyyati”. Artinya: menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan ibadah puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari, disertai niat ibadah karena Allah semata, dan memenuhi syarat-syarat tertentu. Secara Fiqihiyyah dijelaskan lebih rinci lagi, puasa adalah menahan diri dari hawa nafsu, syahwat perut dan syahwat kemaluan, serta dari segala benda konkret yang memasuki rongga dalam tubuh (seperti obat dan sejenisnya), dalam rentang waktu tertentu yaitu sejak terbitnya fajar kedua (yaitu fajar shadiq) sampai terbenamnya matahari, dilakukan orang tertentu yang memenuhi syarat yaitu beragama Islam, baligh, berakal, dan tidak sedang dalam haid dan nifas, disertai niat yaitu kehendak hati untuk melakukan perbuatan itu sebagai ibadah karena Allah” (Fikih Islam Lengkap oleh Drs. H. Moh. Rifa’i, PT Karya Toha Putra, Semarang, 1978).

Kewajiban menahan dan mengendalikan hawa nafsu itu dapat diumpamakan mengendalikan binatang liar. Jika mampu menundukkan dan mengendalikannya, maka binatang tersebut bisa menjadi tunggangan yang dapat mengantarkan kita ke tempat tujuan dengan selamat, aman dan nyaman. Itulah nafsu yang mendapatkan rahmat dan kasih sayang Allah: “Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada keburukan, kecuali nafsu yang dirahmati oleh Rabbku.” (G Yusuf, 12: 53). Allah memberi pujian dan balasan surga kepada orang yang mampu menahan hawa nafsunya: “Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sungguh surgalah tempat tinggalnya.” (QS. An-Nazi’at, 79: 40-41)

Persiapan dan Perencanaan Target Hidup Halal

Persolan yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan dalam menyambut Ramadhan adalah persiapan dan perencanaan target. Ini sifatnya lebih teknis tapi penting. Karena gagal menyiapkan dan merencanakan berarti sama dengan menyiapkan dan merencanakan untuk gagal. Agenda ibadah dan amaliyah Ramadhan semisal puasa, shalat tarwih, tilawah Al-Qur’an, sedekah, dan ibadah-ibadah lainnya perlu disiapkan-direncanakan dengan matang. Dengan perencanaan yang baik insya Allah akan sangat membantu memaksimalkan ibadah dan amal shaleh di bulan yang mulia.

Diantara ibadah yang perlu disiapkan dan direncanakan misalnya target bacaan Al-Qur’an. Ini penting, guna memaksimalkan kualitas dan kuantitas bacaan al-Qur’an kita di bulan yang mulia. Mengingat tilawah Al-Qur’an merupakan salah satu amalan utama yang menyertai ibadah shiyam. Ramadan disebut pula sebagai Syahrul Qur’an. Karena merupakan bulan diturunkannya Al-Qur’an pertama kali. Oleh karena itu para salaf dahulu menjadikan bulan ini untuk memperbanyak bacaan Al-Qur’an. Utsman bin Af-fan mengkhatamkan Al-Qur’an setiap tiga malam sekali dalam shalat Tarawih. Artinya beliau membaca sekira 10 juz dalam setiap shalat Tarawihnya. Ada yang mengkhatamkan setiap sepuluh malam atau 3 juz sehari. Imam Syafi’i mengkatamkan 60 kali di luar shalat saat Ramadhan. Artinya beliau khatam dua kali dalam sehari di luar shalat. Masih banyak kisah-kisah menakjubkan dari para salaf dalam soal antusias yang tinggi dalam mengkhatamkan Al-Qur’an pada bulan Ramadhan.

Nah, jika kita ingin memaksimalkan tilawah Al-Qur’an saat Ramadhan nanti, hendaknya ada persiapan dan perencanaan target. Misalnya, bila kita menargetkan 10 kali khatam selama Ramadhan, berarti khatam setiap 3 hari atau 10 juz sehari. Bila ingin khatam 5 kali selama Ramadhan, berarti setiap enam hari sekali khatam, atau lima juz dalam sehari. Setiap ba’da shalat fardhu membaca 1 juz. Demikian seterusnya. Yang pasti hendaknya ada target dan pe-rencanaan yang baik. dan setiap kita hendaknya menetapkan target sesuai kemampuan, dan mengatur jadwal dengan rinci dan rapi.

Amalan lain yang perlu disiapkan dan direncanakan adalah target sedekah. Sebab ia merupakan satu amalan utama pada bulan Ramadhan selain puasa, tilawah Al-Qur’an. Bahkan sedekah pada bulan Ramadhan merupakan seutama-utama sedekah. Sabda Rasulullah saw, “Seafdhal-afdhal sedekah adalah pada bulan Ramadhan.” (HR. Tirmidzi). Oleh karena itu dalam hadits di-sebutkan juga kedermawanan Rasulullah saw meningkat pada bulan Ramadhan. Dan tentu kita harus berupaya mengikuti teladan Nabi saw yang suci mulia ini. Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa “Rasulullah saw adalah manusia paling dermawan. Dan beliau makin dermawan pada bulan Ramadhan saat didatangi Jibril untuk mudarasah al-Qur’an.” (HR. Bukhari). 

Yang lebih penting dari itu semua, saat puasa Ramadhan sebulan penuh, melatih hidup kita meninggalkan semua yang halal. Maka tentu lebih harus lagi kita meninggalkan semua yang dimakruhkan. Dan sebagai kewajiban yang harus ditunaikan, kita harus meninggalkan semua yang diharamkan agama. Sehingga setelah Ramadhan dan seterusnya, kita telah terlatih dan terbiasa dalam amalan hidup yang populer dengan ungkapan “Halal is my life”. Mengkonsumsi hanya yang halal, dan menjalani hidup dengan cara yang halal. Meninggalkan semua yang haram. Sehingga dapat hidup berkah, selamat dunia wal akhirah.

Persiapan Ilmu Tentang Fiqih Ramadhan 

Islam sangat mementingkan ilmu sebelum berkata dan beramal. Banyak ayat Al-Qur’an dan hadits Rasulullah saw. Diantaranya dalam ayat yang artinya: “Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tak ada ILah (sesembahan) yang patut diibadahi kecuali Allah…” (QS. Muhammad: 19). Ayat tersebut memerintahkan untuk berilmu terlebih dahulu sebelum beramal. Oleh karena itu Imam Bukhari dalam kitab shahihnya menulis satu bab khusus tentang pentingnya ilmu sebelum beramal. Beliau beri judul Bab Al-‘Ilmu Qabla al-Qauli wa al-‘Amal (Bab Tentang Pentingnya Ilmu Sebelum Berkata dan Berbuat). Sebelum mencantumkan hadits-hadits Rasulullah yang berkaitan dengan judul Bab, beliau menempatkan terlebih dahulu ayat tersebut.

Ilmu dipentingkan sebelum beramal, karena di antara syarat diterimannya amal setelah ikhlas adalah mutaba’ah. Yakni amal tersebut harus benar dan bersesuaian dengan syari’at dan sunnah. Oleh karena itu guna menyambut Ramadhan dengan ilmu, kita perlu bahkan juga harus menyegarkan kembali pelajaran tentang Fiqih Ibadah pada bulan Ramadhan. Semisal fiqih puasa, shalat tarawih, zakat, sedekah, dan ibadah lainnya Maka tentu kita harus menghadiri dan mengikuti majelis-masjelis ilmu yang diselenggarakan seperti di masjid, perkantoran, dan majelis ta’lim di lingkungan. Sehingga kita dapat mengoptimalkan ibadah di bulan penuh berkah insya Allah, sesuai dengan tuntunan Sunnah. (USM)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.