Oleh: Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M.Agr
Dosen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB University
Auditor Halal Senior LPPOM MUI
Selain dikenal sebagai destinasi wisata religi di Jawa Tengah, Kota Kudus juga populer sebagai kota penghasil jenang. Jenang kudus adalah makanan sejenis dodol Garut di Jawa Barat. Berbentuk potongan-potongan kecil, jenang kudus dibungkus dengan plastik, dan dimasukkan ke dalam kemasan dus atau mika plastik dengan berbagai pilihan rasa, yaitu rasa cokelat, susu, vanilla, dan buah-buahan.
Bahan baku pembuatan jenang kudus pada dasarnya adalah halal, terdiri dari tepung beras dan terigu, gula, santan, lemak nabati, serta pewarna. Namun, seiring dengan perkembangan industri pangan yang sangat pesat, jenang kudus dan juga makanan lainnya, diolah dengan bahan tambahan (ingredients) yang beraneka ragam untuk meningkatkan kualitas, penampilan, masa simpan, rasa, serta aroma, para praktisi pengolahan produk pangan menggunakan bahan baku (utama) dan Bahan Tambahan Pangan (BTP), seperti penyedap, pemanis, pengemulsi, pengembang, pewarna, pelapis, pelembut, pencegah penggumpalan (anti-caking agent), dan lain-lain.
Oleh karena itu, penting mengetahui titik kritis kehalalan bahan-bahan yang digunakan. Berikut ini berapa bahan yang harus dicermati titik kritis kehalalannya.
Tepung Beras
Tepung beras merupakan bahan utama dalam pembuatan jenang kudus. Pada dasarnya, tepung beras murni termasuk ke dalam kelompok “Bahan Tidak Kritis”, karena produk yang berasal dari beras (bahan nabati) diolah melalui proses fisik, yaitu dicuci, dikeringanginkan, kemudian ditumbuk atau digiling, dan diayak. Pengolahan secara tradisional umumnya tanpa penambahan bahan lainnya, tetapi saat ini sudah banyak jenis tepung yang diproduksi dengan menambahkan bahan tambahan kimia.
Bahan tambahan inilah yang perlu ditelusuri kehalalannya sebagai contoh, pada produk tepung gandum sering ditambahkan L-sistein dalam bentuk hidrokloridanya untuk melembutkan senyawa gluten. Senyawa gluten adalah protein utama pada tepung gandum yang berperan penting dalam pengembangan adonan pada makanan yang terbuat dari tepung gandum. L-sistein mudah didapatkan di pasar dan harganya murah, sehingga banyak digunakan, padahal L-sistein ini terbuat dari rambut manusia, khususnya yang diimpor dari Cina.
Pemanis
Di industri makanan dikenal dua macam pemanis (sweeteners) yang sering dipakai, yaitu pemanis sintetis dan pemanis alami. Pemanis sintetis non-kalori, seperti sodium siklamat (Na-Cyclamate), sodium sakarin (NaSac-charine), dan aspartame, umumnya yang beredar di pasar sudah halal. Namun demikian, sorbitol bersifat syubhat karena produk ini dibuat dari glukosa yang berstatus syubhat.
Pemanis alami berupa gula pasir, gula jawa atau gula aren banyak digunakan dalam pembuatan makanan tradisional perlu diperhatikan kehalalannya, karena dalam pengolahannya sering dipakai bahan whitening (pemucat atau pemutih) berupa arang (karbon) aktif yang juga digunakan sebagai filter (penyaring) air. Arang aktif ini dapat berasal dari bahan tambang seperti calgon, atau dari bahan nabati yang dikenal dengan nama arang kayu, atau dapat pula dari tulang hewan. Jika digunakan yang berasal dari hewan inilah yang perlu diperhatikan, apakah tulang babi yang jelas haram, atau dari tulang hewan sapi yang berasal dari rumah potong bersertifikat halal atau tidak.
Susu
Pembuatan susu sterilisasi tidak selalu menggunakan susu murni segar, tetapi dapat menggunakan susu rekombinasi atau campuran susu murni dengan bahan lain, yakni susu skim dan lemak susu. Pada proses ini dapat juga dicampur dengan whey, yang statusnya masih syubhat.
Pada susu sterilisasi, selain ada penambahan perisa, juga ada penambahan pengemulsi (emulsifier) dan penstabil (stabiliser). Status kehalalan kedua bahan tambahan ini syubhat karena dalam pembuatan emulsifier kebanyakan melibatkan asam lemak yang dapat berasal dari hewan, sedangkan salah satu jenis penstabil adalah gelatin yang berstatus syubhat. Oleh karena itu, kejelasan asal bahan dari produksi asam lemak dan gelatin, serta bahan-bahan pembantu yang digunakan dalam proses produksi asam lemak dan gelatin sangat penting diketahui status kehalalannya.
Minyak Sayur
Penggunaan minyak sayur dalam proses pembuatan jenang kudus bertujuan agar tidak lengket saat dimasak maupun pada saat pengemasan. Titik kritis kehalalan minyak sayur terletak pada bahan penjernih yang dapat berasal dari karbon aktif. Karbon aktif biasanya berasal dari tulang hewan, baik sapi maupun babi, dan jika berasal dari sapi perlu dipastikan disembelih sesuai syariat Islam.
Mentega
Bahan dasar untuk membuat mentega adalah krim susu yang diaduk menggunakan alat pengaduk sampai berbentuk padat dan dicetak menggunakan cetakan. Titik kritis kehalalan mentega adalah sumber krim susu berasal dari hewan yang halal dan proses penyembelihan sesuai dengan syariat Islam. Jika digunakan komponen lemak hewani (kebanyakan adalah lemak sapi), maka harus dilengkapi dengan sertifikat halal.
Santan dan Garam
Jika santan dibuat dari perasan parutan kelapa segar dan tidak ada tambahan bahan lain, maka bahan ini termasuk tidak kritis. Garam termasuk pada positive list, oleh karenanya garam tidak termasuk bahan kritis. Saat ini banyak beredar santan dalam kemasan tetra pack, yang awalnya kurang disukai masyarakat karena dianggap menggunakan bahan pengawet. Santan kelapa dalam kemasan semakin banyak diminati masyarakat Indonesia setelah mengetahui proses santan kelapa melalui ultra high temperature (UHT) dan kemasan aseptik yang menjamin kualitas dan rasa dari santan kelapa tetap terjaga, tanpa pengawet. Teknologi UHT memanaskan produk santan kelapa kemasan pada 140 derajat Celcius dalam waktu 8-15 detik mampu mencapai kondisi sterilitas komersial, artinya mikroba target berupa Clostridum botulinum dan mikroorganisme patogen ataupun pembusuk yang terdapat dalam produk tersebut telah dimusnahkan.
Perisa
Perisa atau flavour merupakan suatu bahan atau senyawa yang ditambahkan ke dalam makanan atau minuman sehingga produknya mempunyai rasa, aroma atau bau yang sesuai dengan keinginan konsumen. Bahan penyusun perisa dapat diperoleh dari senyawa sintetik kimia, tumbuhan maupun hewan. Titik kritis yang harus dicermati dari perisa adalah asal bahan yang digunakan, bahan dasar perisa, cara untuk memproduksinya dan kemungkinan penggunaan alkohol sebagai pelarut. Apabila diekstrak dari hewan atau berbahan dasar asam amino hewan, maka harus dipastikan bahwa perisa ini berasal dari hewan halal yang disembelih secara syar’i.
Pengemulsi
Bahan pengemulsi (emulsifier) adalah bahan yang ditambahkan pada adonan pangan bertujuan agar bahan baku yang berkadar lemak tinggi dapat bercampur dengan air secara merata (homogen) dan stabil dalam waktu lama. Oleh karena berfungsi menstabilkan campuran, maka sering kali pula dipakai sebagai bahan penstabil.
Status kehalalan bahan pengemulsi tergantung oleh senyawa yang dipakai, seperti misalnya lesitin (lechitin). Lesitin adalah senyawa fosfolipida yang berasal dari lemak, tentu dapat lemak hewani maupun lemak nabati. Apabila berasal dari lemak hewan, maka harus dipastikan status kehalalan hewannya.
Di pasaran banyak beredar jenis-jenis jenang yang mengganti penggunaan terigu dengan ubi jalar, dan sekaligus mengurangi kadar gula karena ubi jalar memiliki kemanisan tertentu. Dengan cara ini, tidak saja mengurangi impor terigu, tetapi juga meningkatkan nilai ekonomis ubi jalar sebagai potensi lokal, dan jelas status kehalalannya.
Dari uraian di atas, meskipun ada sejumlah bahan yang harus dicermati titik kritis kehalalannya, di pasaran banyak jenang kudus yang telah memiliki sertifikat halal. Oleh karena itu, jangan ragu untuk mengonsumi jenang kudus yang telah bersertifikat halal MUI. (***)