Titik kritis kehalalan produk nutrasetikal dilihat dari tiga hal, yakni sumber bahan, bentuk produk, dan fasilitas produksi. Hal ini disampaikan oleh Halal Audit Quality Board of LPPOM MUI, Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih Hilwan, M.Si, dalam webinar bertema “Bringing Nutraceutical Products to the Global Halal Market by Obtaining Halal Certificate” yang diselenggarakan atas kolaborasi LPPOM MUI dengan Vitafoods Asia beberapa waktu lalu.
Pertama, bahan nutrasetikal bisa berasal dari tanaman, hewan, mikroba, atau sintetik. Titik kritis bahan yang bersumber dari tanaman terletak pada bahan penolong dan zat aditif, seperti lesitin, betaine dari bit gula, herbal, ekstrak tumbuhan.
Titik kritis bahan yang bersumber dari mikrobial terletak pada mikroba, media tumbuh hingga produksi, alat bantu proses, dan aditif. Contohnya probiotik, DHA dari mikroalga, glutamin, vitamin, dan sebagainya.
Sementara itu, titik kritis bahan yang bersumber dari hewan terletak pada jenis hewan, teknik penyembelihan (bila dari hewan halal), alat bantu proses, dan aditif. Contohnya, minyak ikan, DHA dari hati ikan kod yang dapat menggunakan aditif karbon aktif untuk menyaring residu senyawa kotoran. Selain itu, kalsium, kondroitin, dan glukosamin yang berasal dari berbagai jenis tulang, termasuk tulang babi sehingga perlu dicermati asal muasal sumbernya.
Selain itu, titik kritis bahan yang bersumber dari sintetik/mineral terletak pada bahan tambahan dan bahan penolong. Contohnya kalsium, betaine, mineral dalam bentuk serbuk yang sering ditambah antikempal untuk mencegah gumpalan serbuk. Terkadang juga ada penggunaan zat penyaring seperti karbon aktif.
Kedua, bentuk produk nutrasetikal dapat berupa kapsul, gel lunak, bubuk, atau tablet. Titik kritis bentuk kapsul dan gel lunak terletak pada sumber bahan pembuat kapsul, seperti gelatin babi atau gelatin sapi dari proses penyembelihan tidak sesuai syariah.
Titik kritis bentuk bubuk terletak pada bahan penggumpal yang berasal dari turnan lemak/minyak, seperti magnesium stearate. Sementara itu, nutrasetika bentuk tablet memiliki sifat kritis terkait pada eksipiennya, seperti penggunaan maltodextrin.
“Titik kritis terakhir terletak pada fasilitas produksi jika dibagi dengan produk non-halal. Fasilitas produksi harus didedikasikan untuk memproduksi produk halal. Sekalipun ada produk yang tidak halal, maka harus dipisahkan penggunaannya,” jelas Mulyorini. (YN)