Bogor – “Dalam menetapkan suatu produk halal, maka akan melalui proses yang panjang. Karena halal harus komprehensif dari mulai hulu hingga hilir. Prinsip halal memastikan setiap langkah, unsur, bahan yang digunakan, fasilitas, produk, distribusi, dan seterusnya terjamin kehalalannya terbebas dari kontaminasi bahan non halal dan najis,” demikian disampaikan Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Ir. Sumunar Jati dalam seminar web yang diselenggarakan Universitas Nahdatul Ulama Surabaya (UNUSA) beberapa waktu melalui aplikasi video konferensi.
Misalnya kita akan mengkonsumsi makanan berbasis daging, maka perlu ditelusuri dari mulai cara penyembelihan, Rumah Potong Hewan (RPH) yang telah disertifikasi halal oleh LPPOM MUI. Hingga proses produksi, distribusi dan yang lainnya sampai tersaji di meja makanan untuk siap dikonsumsi.
Jika daging tersebut adalah daging impor, maka proses distribusi daging tersebut harus dipastikan terbebas dari kontaminasi bahan non halal dan najis. Mulai dari kontainer yang akan dipakai, hingga pengapalan daging harus melalui halal hub yang telah terjamin kehalalannya.
Pada proses penyembelihan hewan, baik daging impor maupun lokal Indonesia harus memenuhi standar penyembelihan sesuai syariat Islam. Juga, harus berasal dari Rumah Potong Hewan (RPH) serta Rumah Potong Ayam (RPA) yang telah disertifikasi halal oleh MUI. Untuk daging impor, telah disertifikasi halal oleh Lembaga Sertifikasi Halal Luar Negeri (LSHLN) yang telah diakui oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
(Baca juga : Inilah Lembaga Sertifikasi Halal Luar Negeri (LSHLN) yang telah diakui oleh MUI)
Selain itu, daging juga memerlukan penanganan yang bagus untuk menentukan tidak adanya kontaminasi kandungan tidak halal di setiap daging yang diolah. Karena pada proses pengolahan ada penambahan bahan pada daging tersebut. Bahan tersebut bisa berupa bahan tambahan maupun bahan penolong dalam proses pengolahan daging tersebut.
Dari semua bahan tambahan dan penolong tersebut, maka harus dipastikan kehalalannya, baik sumber maupun bahan itu sendiri. Setelah dari pengolahan, maka daging tersebut akan masuk pada proses pengemasan, dari sini pula, kemasan harus dipastikan kehalalannya.
Dari proses pengemasan, maka hal selanjutnya yang harus dipastikan kehalalannya adalah proses penyajian di restoran. Daging yang disajikan tidak ada campuran bahan yang non halal dan najis. Fasilitas harus dedicated halal. Hal ini penting, karena di beberapa tempat terkadang produk halal berdampingan dengan produk non halal.
Hingga pada sajian kepada konsumen, bagaimana preparasi meja makan terbebas dari kontaminasi bahan haram dan najis.
Pada proses rangkaian sertifikasi halal ini harus memenuhi tiga (3) prinsip penentuan halal, yakni: otentifikasi (autentification), ketertelusuran (traceability), dan jaminan halal (halal assurance).
Otentifikasi, semua bahan perlu dipastikan secara otentik kehalalannya melalui uji laboratorium. Untuk menentukan apakah bahan tersebut mengandung DNA babi atau tidak maupun unsur haram lainnya.
Ketertelusuran, suatu produk harus bisa dipastikan berasal dari bahan yang halal dan proses yang bebas dari najis atau haram. Hal ini dibuktikan dengan dokumen-dokumen yang dapat menunjukkan sumber bahan dan prosesnya.
Untuk jaminan halal, bagaimana para pelaku usaha mampu menjaga konsistensi dan kontinuitas dari produk halalnya dari awal produksi hingga sampai pada konsumen. (YS)
Lihat juga video Penjelasan Fatwa MUI tentang Penyembelihan Halal.