Search
Search

Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) LPPOM Sertifikasi Halal

  • Home
  • Artikel Halal
  • Halal Bukan Lagi Pilihan, BPJPH Minta Industri Kosmetika Segera Bersiap
Halal Bukan Lagi Pilihan, BPJPH Minta Industri Kosmetika Segera Bersiap

Kosmetika halal bukan lagi sekadar tren, melainkan kebutuhan nyata masyarakat modern. Di tengah meningkatnya kesadaran akan higienitas, keamanan, dan kehalalan produk, kosmetika halal kini menjadi pilar penting dalam ekosistem industri halal nasional. Dengan pasar yang sangat besar dan regulasi wajib halal yang sudah ditetapkan pemerintah, kosmetika halal bukan hanya melindungi konsumen, tetapi juga membuka peluang bisnis yang menjanjikan bagi pelaku usaha.

Pasar kosmetika halal di Indonesia semakin menjadi sorotan dalam dinamika industri halal global. Tidak hanya makanan dan minuman, kosmetika kini menempati posisi strategis dalam menggerakkan roda perekonomian halal nasional. Tingginya tingkat konsumsi masyarakat di sektor ini, ditambah kesadaran yang kian meningkat terhadap higienitas, keamanan, dan aspek kehalalan, menjadikan kosmetika halal sebagai faktor penting yang tidak bisa diabaikan.

Kepala Deputi Bidang Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH, Dr. H. Mamat Salamet Burhanudin, M.Ag., menegaskan bahwa kosmetika halal memiliki peran penting bersama sektor keuangan dan fashion dalam perkembangan ekosistem halal nasional. Indonesia bahkan dipandang sebagai pasar besar dunia, tidak hanya untuk makanan, tetapi juga untuk kosmetika.

“Kosmetika merupakan bagian penting dalam industri karena tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi. Sirkulasi keuangan di sektor ini pun sangat besar, sehingga sertifikasi halal menjadi instrumen penting yang menentukan perkembangan pasar. Kesadaran masyarakat terhadap higienitas dan keamanan produk sudah meningkat, dan sekarang kesadaran terhadap halal juga mulai menguat,” jelasnya.

Tren ini terlihat nyata dalam perilaku konsumen. Label halal pada kosmetika menjadi simbol kepercayaan. Konsumen akan memperhatikan apakah suatu produk sudah memiliki sertifikat halal atau belum. Jika tidak, kemungkinan besar produk tersebut akan ditinggalkan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya regulasi halal sebagai instrumen perlindungan konsumen, sekaligus memberikan rasa aman dan kenyamanan dalam penggunaan produk sehari-hari.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 1.039 pelaku usaha kosmetika yang terdaftar di BPOM dan menjadi anggota Perkosmi. Namun, dari jumlah tersebut, tidak semuanya sudah bersertifikat halal. Data di BPJPH mencatat total 2.199 sertifikat halal untuk produk kosmetika, mencakup produk dalam dan luar negeri.

“Data ini belum dipisah karena satu perusahaan bisa memiliki lebih dari satu sertifikat, tergantung jumlah produknya. Sebagian besar sertifikat berasal dari luar negeri, sedangkan produsen dalam negeri masih banyak yang belum bersertifikat halal,” terang Dr. Mamat.

Tantangan ini tentu harus segera dijawab, mengingat regulasi halal sudah ditetapkan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2024 tentang Jaminan Produk Halal. Dalam beleid tersebut, produk kosmetika menjadi salah satu sektor yang diwajibkan halal. Masa transisi diberikan hingga 2026, setelah itu seluruh produk kosmetika yang beredar wajib memiliki sertifikat halal.

“Upaya BPJPH untuk mengajak pelaku usaha menangkap peluang pasar ini sudah dilakukan melalui berbagai sosialisasi. Kami juga rutin berdialog dengan asosiasi kosmetika. Justru asosiasi yang menunjukkan kepedulian tinggi, bahkan beberapa kali datang meminta audiensi dengan BPJPH. Mereka menyoroti kewajiban sertifikasi halal, meskipun terkendala pada bahan baku yang sebagian besar berasal dari luar negeri,” ungkapnya.

Memang, hingga saat ini bahan baku impor belum diwajibkan halal. Inilah salah satu hambatan terbesar yang dirasakan pelaku usaha. Sementara produk dalam negeri sudah harus bersertifikat halal, banyak bahan baku yang digunakan justru belum memiliki jaminan halal. “Sebetulnya, jika literasi halal sudah masif dan merata, maka tidak akan banyak kendala. Hambatan terbesar justru terletak pada bahan baku impor yang belum diwajibkan halal, sementara produk dalam negeri harus sudah bersertifikat halal. Hal ini yang menjadi kekhawatiran utama pelaku usaha,” jelas Dr. Mamat.

Dalam konteks inilah, LPPOM sebagai Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) memainkan peran strategis. LPPOM tidak hanya melakukan pemeriksaan, tetapi juga aktif mendorong implementasi regulasi wajib halal sesuai PP 42/2024. Melalui berbagai program pendampingan, LPPOM hadir untuk membantu pelaku usaha memahami sekaligus menjalankan proses sertifikasi halal dengan lebih mudah.

Salah satu inisiatif konkret LPPOM adalah program Halal On 30, yang dapat diikuti melalui tautan bit.ly/HalalOn30. Program ini memberikan pemahaman komprehensif tentang proses sertifikasi halal hanya dalam 30 menit. Solusi praktis ini dirancang untuk menjawab kebutuhan pelaku usaha yang sering terkendala waktu, sehingga mereka bisa lebih cepat memahami alur sertifikasi halal tanpa mengorbankan kesibukan operasional bisnis.

Dengan adanya dukungan dari BPJPH sebagai regulator dan LPPOM sebagai lembaga pemeriksa halal, diharapkan pelaku usaha kosmetika semakin siap menyambut kewajiban halal di 2026. Momentum ini bukan hanya tentang kepatuhan terhadap aturan, melainkan juga peluang besar untuk memperkuat daya saing produk di pasar global. Indonesia, dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, memiliki modal besar untuk menjadi pusat industri halal dunia, dan kosmetika halal adalah salah satu sektor kunci dalam mewujudkannya. (***)

Sumber : https://halalmui.org/jurnal-halal/175/

//
Assalamu'alaikum, Selamat datang di pelayanan Customer Care LPPOM
👋 Apa ada yang bisa kami bantu?