Search
Search

Saat ini, wisata halal sedang menjadi tren di kalangan wisatawan muslim, baik domestik maupun mancanegara. Mereka dalam mencari destinasi dan fasilitas yang menyediakan produk halal. Restoran hotel dengan sertifikat halal BPJPH memiliki daya tarik lebih besar, khususnya bagi segmen pasar tersebut. Jaminan kehalalan restoran hotel dapat meningkatkan kepercayaan rasa aman konsumen muslim saat berwisata. LPH LPPOM turut berperan aktif mensyuksekan wisata ramah muslim dengan sertifikasi halal yang cepat, mudah, dan terjangkau. 

Sebentar lagi, musim liburan akan tiba. Bagi banyak orang, itu adalah momen yang ditunggu-tunggu untuk beristirahat dan menikmati waktu bersama keluarga atau teman. Dalam merencanakan liburan, salah satu pertimbangan penting yang sering muncul adalah memilih penginapan, di mana kenyamanan dan jaminan kehalalan juga menjadi hal yang tidak kalah penting.  

Untuk itu, restoran hotel bersertifikat halal BPJPH menjadi pilihan utama bagi banyak wisatawan yang ingin memastikan bahwa makanan dan minuman yang dihidangkan dan diberikan sesuai dengan syari’at Islam. Namun, apakah alasan restoran hotel wajib disertifikasi halal? Industri pariwisata di Indonesia saat ini tengah mengalami perkembangan yang pesat, dan salah satu kebutuhan yang semakin meningkat adalah layanan produk bersertifikat halal.  

Indonesia yang merupakan negara dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar di dunia menjadikan pilihan destinasi wisata favorit bagi wisatawan mancanegara beragama Islam. Restoran hotel yang menyajikan makanan halal menjadi hal yang sangat penting. Sertifikasi halal bukan hanya menjadi kewajiban, tetapi juga suatu keharusan untuk memenuhi harapan pasar yang semakin berkembang dan memberikan rasa aman bagi para wisatawan. 

Sertifikat halal kini menjadi kunci utama untuk membangun kepercayaan, terutama di kalangan pelanggan Muslim. Di tengah ketatnya persaingan industri perhotelan, restoran hotel bersertifikat halal bisa menjadi pembeda dari hotel pada umumnya serta memberikan nilai tambah dari segi ekonomi.  

Menurut Auditor Halal LPPOM, Desy Triyanti, S.T., restoran hotel wajib bersertifikat halal karena memiliki jasa pengolahan dan penyajian makanan masuk kedalam regulasi pemerintah yang ditetapkan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Restoran yang tidak mematuhi peraturan ini bisa mendapatkan sanksi sesuai dengan regulasi yang berlaku, termasuk larangan beroperasi. Langkah ini merupakan upaya pemerintah untuk melindungi konsumen muslim, khususnya di industri perhotelan. 

“Hal ini tentunya menjadi perhatian khusus bagi para pelaku industri pariwisata terutama pelaku usaha perhotelan, mengingat wisatawan tidak sekdar liburan melainkan juga mencari  kenyamanan dan ketenangan yang meliputi kehalalan. Sertifikasi halal juga menjadi beberapa alasan yang berkaitan sebagai pemenuhan syari’at Islam, keamanan konsumen dan kepercayaan pasar,” ujar Desy. 

Selain itu, sertifikat halal memberikan jaminan bagi konsumen Muslim bahwa produk makanan dan minuman yang disajikan tidak mengandung bahan-bahan haram (non-halal) seperti daging babi atau khamar, serta diproses dengan cara yang sesuai dengan syari’at Islam. Hal ini sangat penting untuk memberikan rasa aman bagi umat Muslim dalam memilih makanan. 

Sementara itu, Halal Influencer, Leli Azizah, menyampaikan bahwa sertifikasi halal menjadi penting dalam menarik wisatawan muslim, baik domestik maupun mancanegara, dalam mencari destinasi dan fasilitas yang menyediakan produk halal. Restoran hotel yang terdaftar dengan sertifikat halal akan memiliki daya tarik lebih besar, khususnya bagi segmen pasar tersebut. 

“Wisatawan kini sudah mulai peduli dan paham dengan produk bersertifikat halal, karena dapat meningkatkan citra restoran atau hotel bagi konsumen muslim. Konsumen Muslim cenderung memilih produk yang sudah terjamin kehalalannya, karena dapat meningkatkan kepercayaan rasa aman konsumen terhadap restoran hotel,” ungkap Leli. 

Dengan alasan-alasan ini, sertifikasi halal menjadi kewajiban yang sangat penting bagi restoran hotel yang ingin melayani konsumen dengan baik, serta menjalankan bisnis sebagai bentuk kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku di Indonesia. 

Bagi pelaku usaha restoran hotel yang sampai saat ini belum memiliki sertifikat halal dapat mendaftar dengan memilih LPH LPPOM untuk melakukan pemeriksaan halal. Kami dapat dihubungi melalui layanan Customer Care pada Call Center 14056 atau WhatsApp 0811-1148-696. LPPOM juga menyediakan platform melalui website www.halalmui.org yang mudah diakses untuk dapat mengecek produk yang telah memiliki sertifikat halal. 

Selain itu, pelaku usaha juga dapat mendalami alur dan proses sertifikasi halal dengan mengikuti kelas Pengenalan Sertifikasi Halal (PSH) yang diselenggarakan secara rutin setiap minggunya https://halalmui.org/pengenalan-sertifikasi-halal/. LPPOM juga menawarkan layanan uji lab yang beragam, termasuk untuk pengujian halal, keamanan pangan serta klaim vegan. (ZUL) 

Istilah hotel syariah dan restoran hotel bersertifikat halal ternyata menghadirkan salah kaprah bagi sebagian masyarakat awam. Hotel dengan resto yang memiliki sertifikat halal BPJPH sering kali disamakan dengan hotel syariah yang disertifikasi DSN MUI. Jika hotel memiliki lebih dari satu restoran dan hanya salah satu bersertifikat halal BPJPH, konsumen muslim cepat berasumsi bahwa mereka mudah dan bebas memilih restoran karena jaminan halal mencakup seluruh makanan yang disediakan hotel. Bagaimana fakta yang sesungguhnya dari sudut pandang auditor LPH LPPOM? 

Di tengah pesatnya perkembangan dunia pariwisata di Indonesia, konsep akomodasi dan kuliner berbasis nilai-nilai Islami semakin diminati. Salah satu tren yang terus mencuri perhatian adalah keberadaan hotel syariah dan restoran hotel bersertifikat halal. Meski sering dianggap serupa, keduanya sebenarnya memiliki perbedaan mendasar yang penting untuk dipahami. 

Menurut Auditor Halal LPH LPPOM, Desy Triyanti, ruang lingkup restoran hotel bersertifikat halal meliputi seluruh aspek yang terkait dengan makanan dan minuman direstoran yang disertifikasi halal BPJPH. Ini mencakup bahan baku, proses pengolahan, hingga fasilitas dan peralatan yang digunakan.  

“Jadi kalau restoran hotel halal tadi, ruang lingkupnya mencakup dari menu, bahan baku, fasilitas, atau areanya, dan peralatannya. Ketika suatu restoran sudah mempunyai sertifikat halal, maka itulah yang menjadi jaminan bahwa restoran tersebut sudah sesuai dengan kriteria sertifikasi halal,” jelas Desy. 

Dengan adanya sertifikasi halal, restoran hotel menjamin bahwa semua produk yang disajikan telah memenuhi standar syariat Islam, mulai dari pemilihan bahan baku hingga proses pengolahannya. Hal ini memberikan rasa aman dan kepercayaan kepada konsumen Muslim bahwa makanan dan minuman yang mereka nikmati benar-benar halal. 

Berbeda dengan restoran hotel bersertifikat halal, hotel syariah menawarkan pendekatan yang lebih luas dan komprehensif. “Kalau hotel syariah itu mengacu kepada fatwa dari Dewan Syariah Nasional. Hotel-hotel syariah menyediakan akomodasi, makanan, minuman, dan fasilitas penunjang yang semuanya harus sesuai dengan syariat,” ungkap Desy yang sudah berkerja di LPH LPPOM sebagai auditor lebih dari 5 tahun. 

Hotel syariah menerapkan prinsip Islami di seluruh operasionalnya. Misalnya, tamu akan menemukan Al-Qur’an di setiap kamar, staf hotel berpakaian sesuai syariat, dan layanan yang mengutamakan kenyamanan tamu Muslim. Namun, hotel syariah tetap terbuka untuk tamu non-Muslim, asalkan konsep manajemennya tetap mengikuti fatwa Dewan Syariah Nasional. 

Secara jelas, standar Hotel Syariah dijelaskan oleh Ketua Bidang Industri, Bisnis, dan Ekonomi Syariah, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI), Dr. Moch. Bukhori Muslim, Lc., M.A. Menurutnya, DSN MUI memiliki Fatwa Nomor 108 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pariwisata Berdasarkan Prinsip Syariah. “Fatwa ini menjadi dasar bagi standar penyelenggaraan hotel syariah. Sederhanya, ada empat poin utama yang harus diperhatikan dalam memenuhi kriteria hotel syariah,” jelasnya. 

  1. Makanan dan Minuman : Semua makanan dan minuman yang disajikan harus halal dan dibuktikan dengan adanya sertifikat halal BPJPH, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal. LPH LPPOM menawarkan proses sertifikasi halal restoran yang mudah dan cepat. 
  1. Layanan : Hotel syariah harus menyediakan tempat ibadah yang layak, menjaga kebersihan, dan memiliki SOP untuk memastikan layanan sesuai syariat. Contohnya, menyaring tayangan televisi untuk menghindari konten asusila. 
  1. Manajemen : Hotel syariah wajib memperhatikan kesejahteraan karyawan dan memastikan mereka memahami prinsip syariat Islam. Misalnya, memberikan waktu khusus untuk shalat Jumat bagi karyawan laki-laki. 
  1. Finansial : Sumber pendapatan hotel harus berasal dari aktivitas yang halal. Pendapatan hotel yang berasal dari hasil penjualan alkohol atau makanan non-halal dianggap bukan sumber yang halal. 

Meski terlihat menantang, penerapan standar ini sebenarnya dapat dilakukan selama ada komitmen dari pihak hotel. Sertifikasi halal restoran mungkin membutuhkan waktu, tetapi prosesnya akan dipandu dengan jelas melalui SOP yang ada. 

Melihat dari berbagai aspek tersebut, dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara hotel syariah dan restoran hotel bersertifikat halal terletak pada cakupan layanan. Restoran hotel bersertifikat halal fokus pada aspek kuliner, sementara hotel syariah menawarkan konsep Islami yang menyeluruh, mencakup akomodasi, layanan, dan manajemen. Bisa saja dalam 1 hotel biasa (non-syariah), terdapat restoran halal dan restoran yang belum disertifikasi halal (bahkan menjual menu haram). Untuk kondisi terakhir ini, pengunjung muslim harus berhati-hati dan bertanya mengenai sertifikat halal BPJPH yang dimiliki restoran. 

Dengan memahami perbedaan ini, konsumen Muslim dapat lebih bijak dalam memilih layanan yang sesuai dengan kebutuhan dan keyakinan mereka. Hal ini juga mendorong pelaku usaha untuk terus meningkatkan kualitas layanan berbasis syariat Islam. 

Untuk memudahkan industri perhotelan dalam proses sertifikasi halal, LPH LPPOM membuka ruang diskusi melalui layanan Customer Care pada Call Center 14056 atau WhatsApp 0811-1148-696. Selain itu, pelaku usaha juga dapat mendalami alur dan proses sertifikasi halal dengan mudah dan cepat dengan mengikuti kelas Pengenalan Sertifikasi Halal (PSH) LPH LPPOM yang diselenggarakan secara rutin setiap minggunya https://halalmui.org/pengenalan-sertifikasi-halal/. (YN)  

Melalui Festival Syawal, LPPOM tak hanya memfasilitasi sertifikasi halal gratis, tapi juga menggerakkan perubahan dari hulu—dimulai dari penggilingan daging hingga destinasi wisata prioritas. Dengan pendekatan menyeluruh dan kolaboratif, program ini memperkuat daya saing produk halal lokal agar mampu menembus pasar global.  

Festival Syawal telah menjadi tonggak tahunan yang mempertegas peran LPPOM dalam mendukung kemajuan industri halal nasional, khususnya bagi sektor usaha mikro dan kecil (UMK). Digelar rutin setiap tahun sejak 2021, program ini menjadi bukti nyata komitmen LPPOM dalam memperluas akses sertifikasi halal, memperkuat rantai pasok halal dari hulu ke hilir, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif serta berdaya saing global.

Melalui program ini, LPPOM memfasilitasi sertifikasi halal gratis bagi pelaku UMK, khususnya yang bergerak di sektor makanan, jasa penggilingan, hingga rumah potong hewan. Sertifikasi ini bukan hanya memberi jaminan halal bagi konsumen, tetapi juga meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk UMK di pasar lokal hingga global.

Tujuan terselenggaranya kegiatan ini sebagai bentuk kepedulian LPPOM kepada UMK untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk. Festival Syawal juga menjadi sarana LPPOM untuk membangun citra sebagai Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang profesional, kredibel, dan berorientasi pada pelayanan publik.

Kegiatan ini juga memperkuat relasi LPPOM dengan para pemangku kepentingan, menciptakan jejaring positif, serta mendorong percepatan ekosistem halal nasional melalui kolaborasi lintas sektor.

Langkah Konkret LPPOM dari Tahun ke Tahun

  • Festival Syawal 1442 H / 2021

Sejumlah 3.166 pelaku UMK telah mendaftarkan usahanya dalam program ini, 644 di antaranya telah lolos mendapatkan fasilitasi sertifikasi halal. Selain itu, dalam program ini, LPH LPPOM MUI juga memberikan bimbingan teknis kepada 1.811 pelaku UMK.

  • Festival Syawal 1443 H / 2022

Kegiatan berupa fasilitasi sertifikasi halal gratis dan bimbingan teknis kepada sejumlah UMK terpilih dari seluruh provinsi di Indonesia, webinar seputar sertifikasi halal untuk masyarakat umum, serta training of trainer (ToT) kepada sejumlah kader dakwah halal dari kalangan komunitas dan halal influencer. Total sejumlah 3.304 UMK mendapat Bimbingan Teknis pada Festival Syawal tahun ini.

  • Festival Syawal 1444 H / 2023

Riset KNEKS bersama Halal Science Center IPB pada tahun 2021 menunjukkan bahwa 85% Rumah Potong Hewan/Unggas (RPH/U) belum memiliki sertifikat halal. Tentu ini bisa menjadi hambatan besar bagi Indonesia yang bercita-cita melakukan sertifikasi 10 juta produk halal. Sebagai dukungan terhadap program Pemerintah, LPPOM MUI memberikan fasilitasi sertifikasi halal gratis kepada 30 RPH/U di 30 provinsi di Indonesia.

  • Festival Syawal 1445 H / 2024

Sebanyak 744 pelaku UMK telah mendapatkan fasilitasi sertifikasi halal secara reguler, dimana 125 UMK diantaranya difasilitasi secara mandiri oleh LPPOM. Dari 125 UMK tersebut, terdapat 85 UMK yang berasal dari 5 Destinasi Super Prioritas (DSP). Sebanyak 42 UMK di Labuan Bajo, 10 UMK di wilayah Danau Toba, 8 UMK di wilayah Borobudur, 6 UMK di wilayah Likupang, dan 20 UMK di wilayah Mandalika. Sebanyak 40 lainnya tersebar di berbagai Provinsi di Indonesia.  

Dalam rangkaian ini juga diselenggarakan sosialisasi dan edukasi halal berupa webinar dan talkshow dengan peserta sebanyak 477. Pemilihan lokasi target fasilitasi sertifikasi halal ini di daerah wisata diharapkan mendorong tersedianya pilihan yang lebih beragam. Sehingga, pariwisata Indonesia dapat mengakomodasi permintaan dari berbagai tipe wisatawan, termasuk bagi wisatawan muslim.

  • Festival Syawal 1446 H / 2025

Permasalahan besar dalam rantai pasok produk halal di Indonesia kerap ditemukan di tahap awal produksi, terutama dalam jasa penggilingan daging. Pada 2024, lebih dari 70% daging sapi yang beredar di pasaran diserap oleh para pedagang bakso. Namun, hanya sekitar 1,5% dari mereka yang telah tersertifikasi halal.

Oleh karena itu, LPPOM mengambil langkah strategis dengan mendorong sertifikasi halal dari sisi hulu, yakni melalui fasilitasi sertifikasi halal jasa penggilingan daging sebanyak 103 jasa penggilingan daging di 19 provinsi. LPPOM juga melahirkan pilot project layanan penggilingan daging halal di Bogor dan Makassar. Edukasi dan sosialisasi halal juga telah dilakukan secara massif kepada lebih dari 1.496 peserta di seluruh Indonesia.

Menuju Indonesia Pusat Produsen Halal Dunia

Dengan program Festival Syawal, LPPOM membuktikan konsistensinya dalam memperkuat sektor halal nasional dari sisi regulasi, edukasi, hingga implementasi di lapangan. Fokus pada hulu, seperti jasa penggilingan dan RPH, merupakan strategi cerdas untuk memastikan kualitas kehalalan produk sejak awal proses produksi.

Diharapkan, keberlanjutan Festival Syawal akan memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat produsen halal dunia dan menjawab tantangan global dalam mewujudkan ekosistem halal yang terintegrasi, kompetitif, dan inklusif.

Dampak Nyata Festival Syawal

Rekap lima tahun pelaksanaan Festival Syawal menunjukkan tren peningkatan keterlibatan masyarakat dan UMK:

Tahun Tema Peserta Sosialisasi dan Edukasi Halal Fasilitasi Sertifikasi Halal 
2021 “Tingkatkan Daya Saing UMK melalui Sertifikasi Halal yang Mudah dan Terpercaya” 1.811 Peserta 644 UMK 
2022 “Recover Together, Recover Stronger bersama UMK Halal” 3.878 Peserta – 
2023 “Jaminan Halal Dimulai dari Hulu” 2.282 Peserta 40 RPH/RPU 
2024 “Akselerasi Ekonomi Masyarakat Lokal melalui Sertifikasi Halal” 477 Peserta 744 UMK 
2025 “Perkuat Halal dari Hulu melalui Penggilingan Daging Halal” 1.496 Peserta 103 UMK 
 TOTAL 9.954 Peserta 1.531 UMK 

DR. MOCH. BUKHORI MUSLIM, LC., M.A., Ketua Bidang Industri, Bisnis dan Ekonomi Syariah, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) 

Wisata halal di Indonesia yang dirintis sejak tahun 2015, hingga kini masih saja menyisakan sebuah persoalan, yakni adanya kesalahpahaman di sejumlah kalangan tentang hakikat dan manfaat pengembangan pariwisata halal. Salah satu bagian dalam ruang lingkup wisata halal adalah kesediaan hotel syariah.

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) telah mengeluarkan Fatwa Nomor 108 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pariwisata Berdasarkan Prinsip Syariah. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa usaha hotel syariah adalah penyediaan akomodasi berupa kamar-kamar di dalam suatu bangunan yang dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum, kegiatan hiburan dan/atau fasilitas lainnya secara harian dengan tujuan memperoleh keuntungan yang dijalankan sesuai prinsip syariah. Berdasarkan fatwa tersebut, dapat disederhanakan bahwa hotel syariah adalah hotel yang menjalankan layanan dan fasilitas yang dimilikinya dengan prinsip-prinsip syariah.  

Dalam ruang lingkup ini masyarakat masih memerlukan pemahaman dan informasi yang jelas mengenai hotel syariah. Untuk mendalami serba-serib Hotel Syariah, Tim Jurnal Halal melakukan wawancara mendalam kepada Ketua Bidang Industri, Bisnis dan Ekonomi Syariah, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI), Dr. Moch. Bukhori Muslim, Lc., M.A. Mari simak ulasannya berikut ini.  

BAGAIMANA STANDAR DAN ATURAN HOTEL SYARIAH DI INDONESIA?  

Kehadiran hotel syariah berangkat dari tuntutan masyarakat muslim dalam penyediaan fasilitas berwisata sesuai syariat Islam. Untuk mengakomodir itu, DSN MUI menerima pengajuan sertifikasi syariah dari hotel.  

Sebelumnya, DSN MUI sebagai lembaga yang berwenang mengeluarkan fatwa terkait ekonomi syariah mengeluarkan Fatwa Nomor 108 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pariwisata Berdasarkan Prinsip Syariah. Fatwa tersebut menjelaskan terkait bagaimana sebuah wisata menjalankan prinsip syariah, seperti hotel, biro perjalanan, obyek wisata, spa, hiburan, dan sebagainya.  

Dari fatwa tersebut diturunkan menjadi sebuah standar yang hingga saat ini menjadi persyaratan pemenuhan sertifikasi syariah untuk hotel. Utamanya, ada empat poin utama yang perlu diperhatikan pihak hotel dalam pemenuhan syarat atau kriteria hotel syariah.  

Pertama, makanan dan minuman harus halal yang dibuktikan dengan sertifikat halal resto. Ini berkiatan juga dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH), bserta turunannya.  

Kedua, layanan. Yang pasti harus menyiapkan tempat ibadah. Ada standar kebersihan dan layanan kamar hingga hiburan. Misalnya, pihak hotel tidak boleh membiarkan hotelnya dipakai untuk perbuatan asusila atau pornografi, sehingga harus ada Standar Operasional Prosedur (SOP) yang mengantur agar acara TV tersaring.  

Ketiga, manajemen. Hotel syariah harus memperhatikan kesejahteraan dan kesetaraan pengetahuan karyawan terkait syariat Islam. Misalnya, saat melayani tamu, karyawan memulai dengan salam dan senyum. Selain itu, ada skema khusus dalam menjamin hak karyawan dalam beribadah, utamanya shalat jumat untuk karyawan laki-laki.  

Keempat, keuangan harus bersumber dari pendapatan yang halal dan menggunakan rekening utama di bank syariah. Sebagai contoh, jika menjual alkohol atau menu non-halal lainnya, maka tidak bisa dikatakan sumber pendapatannya halal.  

APA SAJA SYARAT YANG BIASANYA SULIT DIPENUHI? BAGAIMANA SOLUSINYA?  

Dari keempatnya, tidak ada yang sulit selama ada komitmen pelaku usaha untuk menjalankan prinsip syariah di hotelnya. Yang agak lama biasanya menunggu sertifikasi halal resto. Tapi hal ini biasanya akan dipandu, dengan SOP pelayanan.  

BAGAIMANA PENGAWASAN HOTEL SYARIAH, TERMASUK RESTORAN DAN CAFÉ YANG BERADA DI DALAM LINGKUNGAN HOTEL SYARIAH?  

Seiring dengan proses sertifikasi syariah, pihak hotel perlu mengajukan Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan organ luar DSN. Secara khusus, tugas DPS adalah mengawasi konsistensi dan komitmen hotel syariah dalam implementasi standar syariah berdasarkan Fatwa DSN. Umumnya, untuk satu hotel akan diawasi oleh dua orang DPS selama masa berlaku sertifikat syariah, yakni tiga tahun.  

Untuk menjadi DPS ada persyaratannya dan uji kompetensinya, sehingga proses audit/pengecekan serta penawasan dapat dijalankan dengan baik. Hasil pengawasan akan dilaporkan setiap 6 bulan. Jika hotel melakukan perpanjangan, maka laporan hasil pengawasan dari DPS inilah yang akan menjadi dasar dikeluarkannya sertifikat halal.  

BAGAIMANA CARA PELAKU ATAU PEMILIK HOTEL MEMPEROLEH STATUS HOTEL SYARIAH?  

Tekait persyaratannya apa saja bisa langsung dicek di website https://dsnmui.or.id/. Salah satunya, ada pernyataan resmi dari pelaku usaha yang menyatakan bahwa perusahaan berkomitmen melakukan prinsip syariah, mulai dari fasilitas, layanan, hingga laporan keuangan.  

Secara singkat, hotel akan mengajukan permohonan sertifikasi hotel syariah yang dibuktikan dengan mengunggah beberapa dokumen. Kemudian, tim DSN MUI akan melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen yang masuk. Setelah dinyatakan lengkap, tim DSN MUI akan memanggil pihak hotel untuk melakukan pemaparan dan tanya jawab. Jika ditemukan kelemahan atau kekurangan, pihak hotel akan diberikan waktu untuk melengkapi atau memperbaikinya.  

Kemudian, DSN MUI akan menunjuk tim asesor untuk memeriksa penerapan standar hotel secara langsung berdasarkan daftar dan dokumen yang sudah masuk sebelumnya. Laporan tim asesor akan dibawa ke rapat harian DSN MUI. Setelah semuanya lengkap, maka hotel tersebut bisa diberikan sertifkat syariah yang berlaku selama tiga tahun.  

APA KENDALA DAN TANTANGAN YANG SELAMA INI DIHADAPI DALAM PENGEMBANGAN PENERAPAN STANDAR HOTEL SYARIAH?  

Ada dua hal yang umumnya sulit dipenuhi hotel dalam penerapan standar syariah. Pertama, sebagian besar hotel di Indonesia memiliki kolam renang. Sulit sekali bagi pihak hotel untuk membagi waktu antara penggunaan laki-laki dan perempuan, karena tidak boleh bercampur.  

Kedua, umumnya hotel masih menyediakan alkohol, khususnya hotel bintang 4 dan 5. Ini harus benar-benar clear. Jika bicara resto, maka bisa dipisahkan antara resto yang khusus produk halal dengan yang masih ingin menjual produk haram seperti alkohol. Namun, jika bicara hotel syariah, maka seluruh bagian harus dijalankan sesuai prinsip syariah, termasuk produk yang dijual.  

Tidak mungkin DSN MUI menyatakan hotel syariah selama ada penjualan khamr. Tidak hanya soal kehalalan produk, ini juga berkaitan dengan pendapatan hotel. Sumber pendapatan harus halal, kalau menjual bir, maka tidak mungkin dibilang halal.  

BAGAIMANA DUKUNGAN DAN KOORDINASI PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN HOTEL SYARIAH?  

Saat ini, pemerintah belum menunjukkan dukungan yang kuat. Walaupun dulu pernah, sekitar tahun 2011 itu pernah ada peraturan menteri pariwisata tentang standar hotel syariah, tapi kemudian dicabut. Jadi sampai saat ini, belum ada peraturan menteri atau regulasi yang khusus membahas hotel syariah. Hal ini dengan pengecualian di Aceh Dimana ada aturan dari pemerintah daerah setempat. Meski begitu, DSN selalu berdiskusi, salah satunya melalui Focus Group Discussion (FGD), kepada pemerintah terkait dengan cara implementasi tuntutan masyarakat agar prinsip syariah itu bisa berjalan dengan baik.  

APA HARAPAN KE DEPANNYA?  

Upaya ini mendukung pemerintah untuk menjadi pusat ekonomi syariah dunia. Tentunya kami berharap semakin banyak hotel yang mau menerapkan standar syariah. Standarnya harus jelas, bukan sekadar keberadaan simbol kiblat. Tapi isinya juga mengandung prinsi-prinsip syariah. Hal ini, bukan lain, untuk menjaga martabat para penghuninya, jangan sampai nanti berbuat maksiat dan melaggar aturan agama. Langkah ini untuk melindungi moral masyarakat. (YN) 

Untuk memperkuat rantai pasok halal nasional, LPPOM menggelar talkshow bertema “Perkuat Halal dari Hulu melalui Penggilingan Daging Halal” yang berlangsung di Hotel Gren Alia, Jakarta. Kegiatan ini menjadi bagian dari rangkaian Festival Syawal 1446 H, sekaligus menjadi panggung strategis untuk menyuarakan pentingnya jaminan kehalalan sejak titik awal produksi pangan—yakni penggilingan daging—yang kerap kali luput dari perhatian namun menyimpan potensi risiko signifikan terhadap status kehalalan produk akhir.

Sebagai pembuka diskusi, Ety Syartika, Pelaksana Harian (Plh.) Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (PPKUKM) Provinsi DKI Jakarta, menyampaikan pentingnya memperkuat fondasi industri halal dari sisi hulu.

“Industri halal global yang tumbuh pesat dan menunjukkan tren positif di berbagai sektor seperti makanan, kosmetik, dan farmasi, membuka peluang besar bagi Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia untuk menjadi pusat industri halal global, sehingga penguatan aspek kehalalan sejak dari hulu, termasuk pada titik kritis seperti penggilingan daging yang sering luput dari perhatian, menjadi tanggung jawab moral dan legal bagi industri dalam menjamin kehalalan produk kepada konsumen,” ujarnya.

Ia juga menegaskan bahwa penggilingan daging merupakan titik awal transformasi bahan baku menjadi produk olahan. Faktor-faktor seperti peralatan, kebersihan, alur proses, dan kompetensi personel sangat berpengaruh terhadap status halal.

“Penggilingan daging sebagai titik awal transformasi bahan baku menjadi produk olahan memegang peranan penting dalam penentuan status kehalalan produk akhir, karena berbagai faktor seperti peralatan, kebersihan, alur proses, hingga personel sangat memengaruhi, terlebih mengingat daging giling banyak digunakan dalam industri kuliner dan pangan siap saji, sehingga pengawasan sejak proses awal menjadi sangat krusial,” lanjutnya.

Untuk mengatasi tantangan ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengambil sejumlah langkah konkret. Di antaranya, melakukan inventarisasi dan pemetaan unit penggilingan daging, memberikan fasilitasi pelatihan halal bagi pelaku usaha, serta membangun sinergi lintas sektor dengan LPPOM, MUI, BPJPH, dan Dinas Ketahanan Pangan.

Daging Giling: Titik Kritis dalam Jaminan Halal Produk

Sementara itu, Dr. Ir. Muslich, M.Si, Direktur Kemitraan dan Pelayanan Audit Halal LPPOM, mengungkapkan bahwa titik rawan utama dalam penggilingan daging adalah ketidaktahuan atas status halal daging yang dibawa pelanggan.

“Hal yang menjadi kritikal adalah daging dibawa pelanggan ke penggilingan entah daging halal atau daging yang tidak halal sehingga menjadi kesulitan memastikan status kehalalan daging, itu sebabnya bagi pengelola jasa penggilingan perlu membuat prosedur agar dapat memastikan daging yang digiling bisa dipastikan kehalalannya seperti fasilitasnya sudah halal dedicated hanya dipergunakan untuk daging yang halal,” jelasnya.

Muslich juga menekankan pentingnya memastikan daging berasal dari Rumah Potong Hewan (RPH) yang tersertifikasi halal. Selain itu, ia menyoroti bahaya dari penggunaan bahan tambahan dalam proses pengolahan daging yang seringkali tidak jelas asal-usulnya.

“Harus memastikan dagingnya sudah tersertifikasi halal, hal ini meliputi penyembelihan yang sesuai syariat Islam serta dilakukan oleh RPH yang sudah bersertifikat halal tentunya. Dalam proses pembuatan produk olahan berbasis daging giling, sering ditambahkan bahan-bahan bumbu seperti bahan penambah rasa (flavouring) dan penyedap rasa. Bahan tambahan ini bisa berasal dari hewan, tumbuhan, atau sintetik yang asal usulnya tidak jelas bisa berasal dari bahan halal ataupun bahan haram dan najis,” tambahnya.

Tantangan Sertifikasi Halal UMK: Realita Pedagang Bakso Indonesia

Mewakili suara pelaku usaha, Lasiman selaku Ketua Asosiasi Pedagang Mie dan Bakso (APMISO), memaparkan fakta yang mengejutkan: hanya 1,5% pedagang bakso yang sudah mengantongi sertifikat halal, padahal 70% daging di pasar nasional diserap oleh segmen ini—yang mayoritasnya berasal dari UMK.

“Di Indonesia, pedagang bakso yang telah memiliki Sertifikasi Halal hanya 1,5%. Padahal 70% daging yang beredar di masyarakat diserap oleh para pedagang bakso dan didominasi oleh UMK. Daging giling adalah bahan baku utama dalam pembuatan bakso. Hal yang menjadi potensi bakso menjadi tidak halal, jika proses penggilingan tidak terjamin halal, maka produk bakso yang dihasilkan pun menjadi tidak halal,” ujar Lasiman.

Ia menekankan bahwa sertifikasi halal bukan hanya memenuhi regulasi, tapi juga membangun kepercayaan konsumen dan daya saing UMK. “Mesin penggiling daging berpotensi menjadi media kontaminasi silang antara daging halal dan non-halal jika tidak dikelola dengan benar. Sertifikat halal membangun kepercayaan konsumen. Memenuhi Persyaratan Regulasi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dan meningkatkan daya saing para pedagang bakso UMK. Sinergi yang baik akan menciptakan dampak positif yang signifikan bagi pedagang bakso terutama UMK, konsumen, dan perkembangan industri halal di Indonesia,” katanya.

APMISO pun siap ambil bagian aktif. Salah satunya dengan memberikan pelatihan dan memfasilitasi para pelaku UMK bakso dan ibu rumah tangga yang membutuhkan penggilingan daging yang halal,” pungkas Lasiman.

Perspektif Fatwa: Kehalalan Tak Cukup di Hulu, Tapi Harus Utuh

Menutup sesi talkshow, KH. Asrorun Niam Sholeh, Ketua MUI Bidang Fatwa, mengingatkan pentingnya menjaga prinsip kehalalan tidak hanya dari bahan, tapi juga alat, proses, dan tahapan lainnya.

“Selain proses penggilingan ada hal penting juga yang dapat mempengaruhi kehalalan daging dan produk olahannya, berdasarkan Fatwa MUI Nomor 12 Tahun 2009 tentang Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal, terkait hewan yang disembelih tentunya harus hewan yang halal, alat, proses penyembelihan, pengolahan penyimpanan dan pengiriman harus sesuai syariat Islam,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa apabila alat penggilingan sebelumnya terkena najis atau terkontaminasi daging haram, maka wajib dilakukan proses pensucian sesuai syariat Islam, atau dikenal dengan tathhir syar’i. “Pada proses penggilingan tentunya bahan-bahan seperti bahan penolong, penyedap dan bahan tambahan lainnya juga perlu dipastikan kehalalan serta kesuciannya. Apabila alat penggilingan bekas terkena najis maupun terkontaminasi daging haram dan akan digunakan untuk penggilingan daging halal maka perlu dilakukan proses tathhir syar’i atau pensucian seperti alat yang terkena najis, kemudian tata cara pensucian dan pensucian tanpa menggunakan air,” paparnya. (ZUL/YN)

Jakarta, 6 Mei 2025 — Dalam rangka memperkuat ekosistem halal nasional, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) LPPOM mengambil langkah strategis dengan mendorong sertifikasi halal dari sisi hulu, yakni melalui fasilitasi penggilingan daging halal. Langkah ini menjadi terobosan penting dalam mendukung implementasi wajib halal di Indonesia, terutama untuk pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK) yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional. 

Permasalahan besar dalam rantai pasok produk halal di Indonesia kerap ditemukan di tahap awal produksi, terutama dalam jasa penggilingan daging. Ketua Asosiasi Pedagang Mie dan Bakso (APMISO), Lasiman, menyebutkan bahwa pada tahun 2024, lebih dari 70% daging sapi yang beredar di pasaran diserap oleh para pedagang bakso. Namun, hanya sekitar 1,5% dari mereka yang telah tersertifikasi halal. Kondisi ini menunjukkan betapa pentingnya penguatan aspek hulu dalam sistem jaminan produk halal (SJPH). 

Menjawab tantangan ini, LPPOM menggelar Festival Syawal 1446 H dengan tema “Perkuat Halal dari Hulu melalui Penggilingan Daging Halal.” Kegiatan ini menjadi wadah strategis yang tidak hanya mempertemukan para pemangku kepentingan industri halal, tetapi juga langsung memberikan solusi nyata melalui fasilitasi sertifikasi halal untuk 103 jasa penggilingan daging di 19 provinsi. Sejumlah 72 penggilingan melalui fasilitasi mandiri dan 31 penggilingan di Bangka Belitung difasilitasi oleh Bank Indonesia Bangka Belitung.  

LPPOM juga melahirkan pilot project layanan penggilingan daging halal di Bogor dan Makassar. Edukasi dan sosialisasi halal juga telah dilakukan secara massif kepada lebih dari 1000 peserta di seluruh Indonesia. Pendekatan ini menjadi langkah awal penting untuk membangun rantai pasok halal yang utuh dan berkelanjutan. 

Direktur Utama LPPOM, Muti Arintawati, menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan komitmen konkret LPPOM dalam memberdayakan UMK. “Festival Syawal LPPOM merupakan bentuk nyata komitmen LPPOM dalam mendukung pelaku UMK. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing UMK sekaligus membantu mereka memenuhi target pemerintah dalam penerapan kewajiban sertifikasi halal di Indonesia,” jelasnya dalam acara puncak Festival Syawal 1446 H yang berlangsung pada 6 Mei 2025 di Hotel Gren Alia Jakarta. 

Sektor penggilingan daging dipilih karena berisiko tinggi terjadi percampuran antara bahan halal dan non-halal. “Kami memilih penggilingan daging karena peluang terjadinya percampuran antara daging halal dan haram serta penggunaan bahan atau bumbu tambahan yang kehalalannya belum jelas — karena pelanggan membawa daging dan bumbu sendiri — seperti pedagang bakso dan rumah makan yang mayoritas adalah pelaku UMK,” lanjut Muti. 

UMK Halal, Pilar Penting Ekonomi Syariah Berkelanjutan 

Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM memproyeksikan pertumbuhan signifikan industri halal nasional ditopang oleh UMK. Menteri Koperasi dan UKM, Maman Abdurahman, dalam sambutannya secara daring menekankan bahwa Festival Syawal LPPOM menjadi momentum penguatan UMKM halal. 

“Festival Syawal LPPOM 1446 H menjadi kesempatan tali silaturahmi dan berbagi pengalaman memperkuat komitmen dalam memajukan sektor UMKM. Indonesia merupakan pasar yang sangat menentukan dalam perdagangan produk halal dunia dengan 87% dari 260 juta penduduknya adalah Muslim,” ujarnya. 

Maman menambahkan bahwa pemerintah menargetkan penerbitan 3,5 juta sertifikat halal secara nasional pada 2025. “Untuk itu diperlukan kolaborasi antar-kementerian dan lembaga. Saya juga berharap akan muncul kolaborator baru untuk mempercepat target tersebut. Terima kasih kepada semua pihak yang berkontribusi dalam terselenggaranya acara ini,” tambahnya. 

Ekosistem Halal Nasional Harus Dimulai dari Hulu 

Komitmen terhadap pengembangan industri halal juga datang dari sektor perbankan syariah. M. Syukron Habiby, Senior Vice President Islamic Ecosystem dari Bank Syariah Indonesia (BSI), menyatakan: “Sektor industri halal merupakan sektor yang sangat potensial berdasarkan pertumbuhan pasar halal global dan posisi strategis Indonesia dalam industri ini. Salah satu indikator utamanya adalah bahwa Indonesia menempati peringkat ke-3 dalam Global Islamic Economy Indicator (GIEI) versi State of the Global Islamic Economy Report 2023.” 

Deputi Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia (DEKS BI), Anna Setyawati, menyebut pentingnya penguatan dari hulu. “Kita terus mendorong pelaku UKM untuk mendapat sertifikat halal, terus mendorong untuk berkembang dan berakselerasi di 2025 ini. Strategi BI antara lain memperkuat ekosistem hulu dari RPH dan juru sembelih halal (juleha), peningkatan kapasitas pendamping PPH, serta perluasan edukasi halal di masyarakat,” paparnya. 

Menurutnya, pertumbuhan produk halal berdampak langsung terhadap daya saing pelaku usaha lokal, perluasan pasar, hingga penciptaan lapangan kerja di berbagai lini, termasuk logistik dan distribusi. 

Festival Syawal LPPOM, Ruang Strategis Akselerasi Industri Halal 

Direktur Bisnis dan Kewirausahaan Syariah KNEKS sekaligus Plt Direktur Industri Produk Halal, Putu Rahwidhiyasa, menyampaikan bahwa penguatan penggilingan daging halal adalah bagian penting dari rantai nilai halal global. “Indonesia sebagai bagian yang kuat dari Halal Value Chain dunia, mempelopori traceability produk halal global dengan Halal Assurance System yang terpercaya,” jelasnya. 

Ia menekankan pentingnya program pembinaan dan skema insentif untuk sektor penggilingan daging. “Perlu program pembinaan dan sertifikasi halal massal untuk sektor ini. Diperlukan pula skema insentif bagi pelaku usaha yang berkomitmen pada kehalalan proses produksi. Kami mengapresiasi LPPOM atas komitmen dalam menggerakkan halal dari hulu,” tuturnya. 

Kasubbag Kepala Mental Spiritual Biro Pendidikan dan Mental Spiritual (Dikmental) DKI Jakarta, H. Herman S. Ag, M.Si., juga menyoroti dimensi spiritual produk halal. “Produk halal menyangkut aspek keimanan, sehingga setiap Muslim wajib memastikan apa yang dikonsumsi, digunakan, dan dilakukan sesuai dengan prinsip halal tanpa kompromi. Melanggar prinsip ini berarti mengabaikan kewajiban,” tegasnya. 

Dengan pendekatan kolaboratif dan fokus dari sisi hulu, LPPOM kembali menjalankan peran strategisnya dalam membangun fondasi ekosistem halal nasional yang kuat dan berdaya saing global. Sertifikasi halal kini bukan sekadar kewajiban administratif, melainkan bagian dari transformasi ekonomi, sosial, dan spiritual Indonesia menuju pusat industri halal dunia. (ZUL/YN) 

Penggilingan daging untuk pedagang bakso memainkan peran penting dalam penetuan kehalalan produk. Oleh karenanya, LPH LPPOM mendorong pemilik penggilingan untuk segera mengurus sertifikat halal BPJPH guna memudahkan pedagang bakso dalam sertifikasi halal produknya secara cepat.

Sertifikasi halal bukan hanya soal produk, tetapi juga menyangkut proses dan fasilitas yang digunakan. Hal ini yang perlu menjadi perhatian khusus bagi pedagang bakso yang menggunakan jasa penggilingan bakso sebagai salah satu fasilitas yang digunakan.  

“Kalau pedagang bakso menggiling adonan baksonya di penggilingan yang belum bersertifikat halal, ada peluang bahan tambahan yang digunakan oleh penggilingan tersebut belum halal. Meskipun banyak yang halal, kita tidak tahu apakah mereka mencatat pembelian dan stoknya dengan baik,” jelas Dr. Ir. Sugiarto, M.Si, Auditor Senior dari LPH Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM). 

Dr. Sugiarto, M.Si menekankan bahwa kebersihan alat dan area penggilingan sangat krusial. Jika penggilingan digunakan secara bergantian untuk daging halal dan non-halal, seperti daging babi atau celeng, maka alat tersebut terpapar najis berat. Dalam kasus ini, alat tidak boleh digunakan kembali untuk produk halal.  

“Bagaimana penggilingan bakso memastikan bahwa daging yang mereka tangani hanya daging halal? Harus ada komitmen dari pelaku usaha untuk memastikan kehalalan daging serta mencatat prosesnya agar dapat ditelusur secara cepat dan mudah,” ujar Dr. Sugiarto. 

Namun, untuk najis sedang, proses pembersihan cukup dilakukan dengan mencuci alat menggunakan air hingga hilang bau, warna, dan rasa. Tetapi, ini tidak berlaku untuk najis berat yang berasal dari bahan seperti daging babi, yang memerlukan pemisahan fasilitas produksi. 

Kontaminasi juga bisa datang dengan mudah dari lingkungan sekitar penggilingan, terutama di pasar. “Di pasar, ada banyak lalat yang hinggap di tempat-tempat najis dan bisa mencemari peralatan atau daging yang sedang digiling. Jika peralatan atau bahan baku terkontaminasi, statusnya menjadi mutannajis. Adonan bakso yang mutannajis itu haram dikonsumsi,” tegasnya. 

Untuk memastikan kehalalan produk akhir secara menyeluruh, maka pengurusan sertifikat halal BPJPH untuk penggilingan juga menjadi hal yang penting dilakukan. Pertama-tama, pelaku usaha penggilingan harus menyediakan bukti tertulis terkait bahan yang digunakan. Bukti tersebut meliputi daftar pembelian daging dan bahan tambahan yang digunakan, serta catatan proses produksi.  

Dr. Sugiarto menekankan bahwa audit halal hanya dilakukan sekali, terutama setelah diterapkannya sertifikat halal yang berlaku seumur hidup. Oleh karena itu, pelaku usaha perlu menjaga konsistensi prosesnya. Salah satunya dengan melakukan pencatatan secara rutin untuk memudahkan ketelusuran. 

“Setelah audit, auditor tidak akan memantau secara langsung jika ada pergantian bahan atau proses. Maka, tanggung jawab penuh ada pada pelaku usaha untuk membuktikan bahwa mereka hanya menggunakan daging halal, serta bahan tambahan halal lainnya. Ini penting untuk memastikan kepercayaan pelanggan dan lembaga terkait seperti BPJPH,” paparnya. 

Sugiarto juga menekankan, sertifikat halal BPJPH untuk penggilingan bakso tidak hanya memberikan jaminan kehalalan, tetapi juga meningkatkan kepercayaan konsumen. Proses ini membantu memastikan bahwa adonan bakso yang dihasilkan memenuhi standar halal dari bahan hingga proses produksinya. Dengan komitmen ini, pedagang bakso dapat menawarkan produk yang tidak hanya lezat, tetapi juga sesuai dengan syariat Islam. 

Melalui upaya ini, LPPOM terus mendorong pelaku usaha jasa penggilingan bakso untuk mengutamakan kehalalan. Dengan langkah cepat dan mudah dalam proses sertifikasi halal, diharapkan semakin banyak penggilingan bakso yang mampu memberikan jaminan halal bagi para pedagang dan konsumen. 

Keberadaan sertifikasi halal pada jasa penggilingan bakso menjadi salah satu upaya nyata untuk menjaga kualitas dan kehalalan produk makanan. Pelaku usaha harus menyadari pentingnya sertifikasi ini sebagai bentuk tanggung jawab kepada konsumen dan masyarakat. Dengan demikian, adonan bakso yang dihasilkan benar-benar terjamin kehalalannya, dari proses awal hingga siap dikonsumsi. 

LPPOM membuka ruang diskusi bagi setiap pelaku usaha yang produknya belum melakukan sertifikasi halal melalui layanan Customer Care pada Call Center 14056 atau WhatsApp 0811-1148-696. Selain itu, pelaku usaha juga dapat dengan praktis mendalami alur dan proses sertifikasi halal mengikuti kelas Pengenalan Sertifikasi Halal (PSH) yang diselenggarakan secara rutin setiap minggunya https://halalmui.org/pengenalan-sertifikasi-halal/.     

Selain itu, untuk menguji kehalalan daging, bakso, maupun kontaminasi penggilingan dengan cepat dan mudah, LPPOM juga telah menyediakan layanan memiliki laboratorium yang terakreditasi ISO/IEC 17025:2017. Informasi lebih lanjut terkait pelayanan pengujian Laboratorium LPPOM MUI dapat dengan mudah diakses pada website https://e-halallab.com/. (YN)

Pasca pemberlakuan UU JPH, sejumlah pelaku usaha masih mengalami sejumlah tantangan dalam memenuhi kewajiban memiliki sertifikat halal BPJPH secara cepat dan mudah. LPPOM memaparkan tantangan wajib sertifikasi halal dalam seminar yang berlangsung di pameran ALLFOOD. 

Dalam upaya memperkuat pemahaman dan kolaborasi antara lembaga sertifikasi halal dan pelaku usaha, LPPOM hadir di pameran ALLFOOD 2025 dengan menyelenggarakan seminar bertema “Tantangan Sertifikasi Halal: Regulasi, Implementasi, dan Solusi.” Acara ini berlangsung di Hall 3A ICE BSD dan menghadirkan Direktur Kemitraan dan Pelayanan Audit Halal LPPOM, Dr. Ir. Muslich, M.Si., sebagai narasumber utama. 

Dalam paparannya, Muslich mengungkapkan bahwa seiring berlakunya kewajiban sertifikasi halal di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH), banyak pelaku usaha yang masih menghadapi berbagai tantangan dalam proses sertifikasi halal. “Dari pengalaman kami, waktu yang dibutuhkan pelaku usaha untuk memenuhi kriteria sangat bervariasi, tergantung kesiapan mereka,” ujarnya. 

Salah satu tantangan utama adalah belum lengkapnya dokumen bahan baku yang menjadi salah satu syarat penting dalam proses sertifikasi. “Bila dokumen bahan sudah lengkap, sebenarnya proses sertifikasi sudah hampir selesai, sekitar 95% tahapan bisa langsung dipenuhi,” jelasnya. Namun, kenyataannya, banyak vendor atau pemasok bahan yang belum memiliki dokumen pendukung sesuai regulasi, sehingga memperlambat proses secara keseluruhan. 

Tantangan lainnya datang dari produk impor. Muslich menyebutkan bahwa tidak semua fasilitas produksi di luar negeri disiapkan sebagai fasilitas bebas babi. Dalam beberapa kasus, tim auditor LPPOM baru menemukan adanya penggunaan bahan nonhalal setelah proses audit berlangsung. “Hal ini tentu memerlukan tindakan sanitasi menyeluruh agar fasilitas bisa memenuhi standar kehalalan yang ditetapkan,” paparnya. 

Regulasi juga mewajibkan adanya penyelia halal yang beragama Islam dan memiliki kompetensi di bidang halal. Persyaratan ini kerap menjadi kendala, khususnya bagi perusahaan luar negeri yang belum familiar dengan regulasi Indonesia. Tak hanya itu, pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) juga menghadapi tantangan serupa karena keterbatasan sumber daya manusia. “Ini masih menjadi hambatan di lapangan, terutama bagi perusahaan asing yang belum memahami regulasi ini,” tambahnya. 

Dalam kesempatan yang sama, Muslich juga menyoroti ketentuan tenggat waktu sertifikasi halal yang semakin dekat. Untuk produk makanan dan minuman skala menengah dan besar, batas akhir kepatuhan adalah 17 Oktober 2024. Sementara pelaku usaha mikro dan kecil serta produk impor memiliki tenggat hingga 17 Oktober 2026. “Kami terus mendorong pelaku usaha untuk segera memulai proses sertifikasi sebelum masa tenggat berakhir,” tegasnya. 

Sebagai bentuk komitmen dalam mendukung pelaku usaha, LPH LPPOM juga membuka booth di area pameran ALLFOOD dengan nomor AF18. Melalui booth ini, pengunjung dapat berkonsultasi langsung mengenai proses dan persyaratan sertifikasi halal. “Kami mengundang seluruh pelaku usaha untuk datang ke booth LPPOM. Mari diskusikan produk Anda, dan kami siap mendampingi proses sertifikasinya,” ajak Muslich. 

Pameran ALLFOOD 2025 menjadi momentum strategis bagi pelaku industri pangan, kosmetik, dan farmasi untuk memperkuat daya saing melalui pemenuhan sertifikasi halal. Dengan peran aktif LPH LPPOM dan kolaborasi lintas sektor, diharapkan proses sertifikasi halal di Indonesia dapat berlangsung lebih efisien, transparan, dan adaptif terhadap perkembangan global. 

LPH LPPOM membuka ruang diskusi bagi setiap pelaku usaha yang produknya belum melakukan sertifikasi halal melalui layanan Customer Care pada Call Center 14056 atau WhatsApp 0811-1148-696. Selain itu, pelaku usaha juga dapat mendalami alur dan proses sertifikasi halal dengan mengikuti kelas Pengenalan Sertifikasi Halal (PSH) yang diselenggarakan secara rutin setiap pada minggu ke-2 dan ke-4 setiap bulannya https://halalmui.org/pengenalan-sertifikasi-halal/.   

Jadi, bagi Anda yang memiliki produk kemasan makanan dan minuman belum memiliki sertifikasi halal, segera pilih LPH LPPOM sebagai mitra Anda dalam proses sertifikasi halal. Anda juga dapat mengecek deretan produk makanan dan minuman yang sudah bersertifikat halal melalui website www.halalmui.org, aplikasi Halal MUI yang dapat diunduh di Playstore, serta website BPJPH https://bpjph.halal.go.id/. (NAD) 

Sertifikasi halal adalah langkah penting bagi pelaku usaha bakso yang ingin memberikan jaminan kehalalan produk mereka kepada konsumen. Ada lima tips mudah yang dapat diterpkan pelaku usaha bakso untuk mendapatkan sertifikat halal BPJPH. Sebagai LPH, LPPOM siap memberikan pelayanan pemeriksaan kehalalan yang cepat dan mudah. 

Selain soal rasa, hal yang sangat penting diperhatikan dari bakso adalah soal kehalalanya. Merespons hal ini, Auditor Senior Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM), Dr. Ir. Sugiarto, M.Si., menyebutkan sertifikasi halal BPJPH adalah langkah penting bagi pelaku usaha bakso yang ingin memberikan jaminan kehalalan produk mereka kepada konsumen.  

Proses ini tidak sesulit yang dibayangkan jika pelaku usaha memahami langkah-langkah yang perlu dilakukan. Oleh karena itu, Sugiarto membagikan lima tips mudah sertifikasi halal bagi pengusaha bakso dari kacamata auditor halal.  

Langkah pertama adalah memahami persyaratan regulasi Jaminan Produk Halal (JPH) beserta turunannya. Seperti yang telah diketahui bersama, pemerintah mengeluarkan wajib halal bagi seluruh produk halal yang beredar, termasuk pedagang bakso. Hal ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.  

Jika merasa kesulitan, pelaku usaha dapat menghubungi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) LPPOM. “Di LPPOM ada customer service yang siap menjawab pertanyaan Masyarakat dengan cepat. Pelaku usaha bisa menceritakan tentang usaha mereka, bahan yang digunakan, dan langkah selanjutnya yang harus dilakukan agar memudahkan proses sertifikasi halal,” jelas Sugiarto. 

Kedua, persiapkan dokumen dengan baik. Pelaku usaha perlu memenuhi persyaratan administrasi, termasuk dokumen-dokumen. Oleh karenanya, mulailah mencatat semua proses produksi sejak awal, mulai dari resep produk, daftar bahan yang digunakan setiap kali produksi, proses produksi, hingga distribusi. Setelah itu, pelaku usaha siap untuk mengajukan pendaftaran sertifikasi halal. 

Ketiga, gunakan bahan yang bersertifikat halal. Pastikan bahan-bahan yang digunakan sudah bersertifikat halal. “Misalnya, MSG atau ekstrak daging sapi untuk meningkatkan rasa hingga bahan tambahan seperti pengenyal harus berasal dari produk yang bersertifikat halal. Informasi tentang produk halal ini bisa dicek melalui website resmi LPPOM (www.halalmui.org) atau BPJPH,” ungkap Sugiarto. 

Daftar produk halal yang tersedia memungkinkan pelaku usaha memilih bahan dari berbagai merek. Ini memberikan fleksibilitas bagi pelaku usaha, salah satunya dalam menghadapi fluktuasi harga di pasar. “Alternatif merek yang sama-sama halal tapi lebih terjangkau dapat menjadi solusi,” tambahnya.  

Keempat, jaga kebersihan dan kehalalan proses. Kebersihan sangat penting dalam proses penggilingan. Pastikan daging yang dibawa konsumen, baik pedagang bakso, pelaku usaha komersial, maupun ibu rumah tangga, adalah daging halal. 

“Hal ini bermuara pada dua aspek utama, yaitu di Rumah Potong Hewan (RPH) dan penggilingan. Kerja sama antara pelaku usaha jasa pemotongan dan jasa penggilingan menjadi sangat penting untuk memastikan semua proses sudah tersertifikasi halal,” tegas Sugiarto. 

Kelima, manfaatkan dukungan LPPOM. Sebagai LPH, LPPOM menyediakan berbagai layanan untuk membantu pelaku usaha melalui pengurusan sertifikat halal BPJPH dengan cepat dan mudah. LPPOM terus mendorong pelaku usaha untuk memulai sertifikasi halal sebagai bentuk komitmen terhadap syariat Islam dan kepercayaan konsumen. Dengan persiapan matang, pelaku usaha dapat dengan mudah meningkatkan kualitas dan kredibilitas produk mereka di mata masyarakat. 

Untuk mempercepat proses sertifikasi halal BPJPH, LPPOM membuka ruang diskusi bagi setiap pelaku usaha yang produknya belum melakukan sertifikasi halal melalui layanan Customer Care pada Call Center 14056 atau WhatsApp 0811-1148-696. Selain itu, pelaku usaha juga dapat mendalami alur dan proses sertifikasi halal dengan mengikuti kelas Pengenalan Sertifikasi Halal (PSH) yang diselenggarakan secara rutin setiap minggunya https://halalmui.org/pengenalan-sertifikasi-halal/.     

Selain itu, untuk menguji kehalalan daging, bakso, maupun kontaminasi penggilingan, LPPOM juga telah menyediakan layanan memiliki laboratorium yang terakreditasi ISO/IEC 17025:2017. Informasi lebih lanjut terkait pelayanan pengujian Laboratorium LPPOM MUI dapat diakses pada website https://e-halallab.com/.  

Dengan mengikuti kelima tips di atas, proses sertifikasi halal dapat dilakukan dengan lebih cepat dan mudah. Selain memberikan jaminan kehalalan, sertifikasi halal juga meningkatkan kepercayaan konsumen dan daya saing di pasar. (YN)  

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada 21 April 2025 mengeluarkan siaran resmi terkait temuan kandungan DNA babi pada sembilan (9) produk pangan.

Proses sertifikasi halal adalah sebuah sistem yang teruji, kompleks dan berlapis untuk menjamin hasil pemeriksaan yang baik. LPPOM, sebagai lembaga yang bertugas dalam pemeriksaan kehalalan produk, perlu menjelaskan upaya dan langkah yang telah kami tempuh untuk mendapatkan kejelasan atas temuan tersebut. Hal ini kami lakukan sebagai bentuk komitmen LPPOM untuk memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap sertifikasi halal.  

Hasil Penelusuran LPPOM  

Dari sembilan (9) produk yang diumumkan BPJPH, tujuh (7) di antaranya telah diaudit oleh LPPOM. Berdasarkan penelusuran yang telah kami lakukan melalui rekaman audit, pendalaman dengan auditor, dan dokumen pemeriksaan hasil pengujian laboratorium, kami sampaikan hal sebagai berikut:  

  • Proses audit telah dilakukan secara menyeluruh sesuai Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH).  
  • Pengujian laboratorium terhadap produk yang diaudit oleh LPPOM dengan metode Real-Time PCR di laboratorium terakreditasi menunjukkan tidak adanya kandungan babi. 

Langkah LPPOM Tanggapi Temuan  

Selain penelusuran data, kami berupaya melakukan uji laboratorium terhadap produk yang dimaksud. Di pasaran, kami tidak berhasil menemukan seluruh produk nomor batch yang sama dengan yang diumumkan BPJPH karena produk tersebut telah ditarik dari peredaran. Secara bertahap, kami mengambil sampel yang ada di pasaran dan segera melakukan proses pengujian.  

Pengujian dilakukan menggunakan beberapa metode di dua laboratorium terakreditasi. Salah satuya metode real-time PCR SNI 9278:2024 yang direkomendasikan oleh BPJPH sebagai metode analisis identifikasi porcine. Berikut hasil uji untuk sebagian produk yang telah selesai kami lakukan:  

No Identitas Sampel Nama produsen No Batch /Lot Uji Laboratorium LPPOM MUI Uji Lab. Eksternal Terakreditasi  ISO 17025 
Real Time PCR Real Time PCR (SNI 9278:2024) LC-MS/MS Real Time PCR LC-MS/MS 
Corniche Fluffy Jelly Marshmallow Sucere Foods Corporation, Philippines 05222212 S1 Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi 
ChompChomp Car Mallow (Marshmallow Bentuk Mobil) Shandong Qingzhou Erko Foodstuffs, China N0190824B Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi 
ChompChomp Flower Mallow (Marshmallow Bentuk Bunga) Shandong Qingzhou Erko Foodstuffs, China N0221224B Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi 
Hakiki Gelatin PT. Hakiki Donarta, Indonesia HG2502403 Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi 

Catatan: Untuk tiga produk lainnya masih dalam proses pengujian. 

Hasil uji menunjukan adanya perbedaan hasil pada produk yang sama dengan batch yang berbeda dengan yang dirilis oleh BPJPH. Oleh karenanya, kami memandang perlu penelusuran lebih lanjut untuk mengetahui penyebab terdeteksinya cemaran babi, sehingga semua pihak terkait dapat melakukan tindakan koreksi dan mencegah terjadinya kejadian serupa di kemudian hari. 

Pengawasan Pasca-Sertifikasi Halal 

Kami menghargai langkah yang telah diambil oleh BPJPH dalam rangka memberikan perlindungan kepada konsumen muslim Indonesia. Hal ini selaras dengan fungsi pengawasan yang tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024 (PP 42/2024). Jaminan produk halal tidak berhenti ketika produk atau jasa berhasil mendapatkan sertifikat halal, melainkan yang lebih besar lagi adalah bagaimana kehalalan produk dapat dijaga secara berkesinambungan. 

Kami memahami kekhawatiran yang timbul di tengah masyarakat dan mendukung penuh upaya  peningkatan sistem pengawasan pasca-sertifikasi halal. Oleh karenanya, kami senantiasa berupaya menjadi mitra aktif dalam memperkuat sistem ini.  

LPPOM mengajak masyarakat, pelaku usaha, dan semua pihak untuk mengambil peran aktif dalam pengawasan penerapan jaminan produk halal. Kami membuka ruang dialog dan pelaporan terhadap produk mencurigakan melalui Call Center 14056 dan WhatsApp 0811-1148-696. Kami akan berkoordinasi dengan BPJPH selaku lembaga pengawasan untuk dapat menindaklanjuti laporan tersebut. 

Kami memahami bahwa kehalalan adalah amanah besar bagi umat Islam. LPPOM akan terus berupaya menjadi lembaga yang tidak hanya melakukan pemeriksaan, tetapi juga melindungi dan memberi ketenangan hati bagi umat. Kami ucapkan terima kasih atas kepercayaan masyarakat terhadap hasil pemeriksaan LPH LPPOM selama 36 tahun mengabdi. (***) 

//
Assalamu'alaikum, Selamat datang di pelayanan Customer Care LPPOM
👋 Apa ada yang bisa kami bantu?