Search
Search

Dokumen Pendukung Bahan: Tantangan UMKM dalam Sertifikasi Halal

Oleh: Harridil Haq

Sertifikat halal merupakan salah satu alat bagi UMKM untuk meningkatkan nilai tambah produk yang dihasilkan. Bagaimana tidak, dengan sertifikat halal produk yang dimiliki dapat dijamin status kehalalannya sehingga memberikan ketenangan bagi konsumen, terutama konsumen muslim. Selain itu dengan sertifikat halal, UMKM ditantang untuk menerapkan Sistem Jaminan Halal sehingga mutu dan kualitas produk bahkan integritas suatu unit usaha menjadi lebih baik di mata konsumen.

LPPOM MUI sebagai pelaksana proses sertifikasi halal menyadari bahwa UMKM memiliki tantangan tersendiri dalam menjalankan roda usaha sehari-hari. Begitupun bagi UMKM yang ingin menerapkan HAS23000 sebagai prasyarat diembannya sertifikat halal, jumlah tenaga kerja yang relatif efisien serta kesadaran akan pentingnya penerapan sistem jaminan halal sering menjadi momok bagi UMKM untuk mendapatkan sertifikat halal.

Dengan kondisi tersebut, pada dasarnya LPPOM sudah mengeluarkan beberapa kemudahan yang bisa digunakan oleh UMKM untuk mendapatkan sertifikasi halal. Beberapa di antaranya adalah:

  1. Sistem sertifikasi halal berbasis online, Cerol SS-23000

Dengan sistem berbasis online, proses sertifikasi halal dapat diakses setiap waktu. Situs ini dapat diakses melalui http://e-lppommui.org. Dokumen-dokumen yang diunggah melalui sistem tersebut bersifat softfile sehingga lebih mudah untuk dikelola dan disimpan, sehingga dengan jumlah tenaga kerja yang relatif efisien proses sertifikasi halal masih sangat mungkin untuk dilakukan.

  1. Template Manual Sistem Jaminan Halal

Manual Sistem Jaminan Halal (SJH) adalah buku panduan untuk melaksanakan Sistem Jaminan Halal di dalam unit usaha. Bagi UMKM pada dasarnya tidak perlu khawatir, LPPOM MUI sudah mendesign template yang bisa digunakan. Di dalam Manual SJH tersebut sudah dijelaskan langkah-langkah yang perlu dilakukan UMKM untuk menerapkan Sistem Jaminan Halal. Secara sederhana, selanjutnya UMKM hanya perlu memastikan bahwa kriteria yang terdapat di dalam template tersebut dilaksanakan dan dapat dibuktikan pelaksanaannya melalui pencatatan dalam bentuk yang bisa disesuaikan dengan unit usaha yang dilakukan. Dokumen ini dapat diakses dengan berkomunikasi dengan tim Cerol Sevices pada 14056 atau melalui email [email protected].

Namun selain kemudahan-kemudahan tersebut, masih terdapat sebuah tantangan lain yakni UMKM perlu untuk menyediakan dokumen pendukung bahan, dalam hal ini termasuk di dalamnya bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong. Menurut Dr. Ir. Hj. Mulyorini R. Hilwan , M.Si. selaku Kepala Divisi Bidang Auditing LPPOM MUI, di dalam HAS23000 sudah mengatur kriteria terkait bahan, yaitu:  Bahan memenuhi kriteria terkait asal usul bahan yaitu bahan yang halal, bahan kritis harus dilengkapi dengan dokumen pendukung yang cukup, dan perusahaan memiliki mekanisme untuk menjamin keberlakuan dokumen pendukung bahan.

Disamping itu, Beliau juga menyampaikan bahwa secara umum dokumen pendukung bahan adalah dokumen yang menjelaskan status kehalalan suatu bahan. Dokumen-dokumen ini dapat berupa sertifikat halal dari MUI maupun lembaga sertifikasi halal yang diakui MUI, diagram alir, Material Safety Data Sheet (MSDS), Certificate of Analysis (CoA), dokumen lain yang dapat menunjukkan bahwa bahan yang digunakan untuk memproduksi produk halal adalah bahan yang halal, maupun kombinasinya. Dokumen-dokumen ini harus dikeluarkan oleh produsen bahan.

Dalam penyiapan dokumen-dokumen tersebut, seringkali UMKM memiliki tantangan tersendiri, berikut beberapa diantaranya:

  1. Pandangan bahwa “Semua bahan harus didukung oleh sertifikat halal”

Pandangan ini kurang tepat. LPPOM MUI hanya mewajibkan sertifikat halal untuk bahan-bahan tertentu. Beberapa diantaranya adalah bahan atau turunan bahan yang berasal dari hewani (Seperti daging potong, jeroan, dll), bahan yang umumnya diproduksi secara kompleks dan berjumlah besar (Seperti Flavor, seasoning, dan premiks vitamin), bahan yang sulit ditelusuri status kehalalannya (Seperti whey protein concentrate yang bahan bakunya dikumpulkan dari berbagai industri keju). Selain sertifikat halal MUI, LPPOM MUI juga menerima dokumen pendukung lain berupa sertifikat halal dari Lembaga Sertifikasi Halal (LSH) di luar negeri yang tergabung dalam World Halal Food Council (WHFC). Nama-nama LSH di luar negeri ini dapat diakses melalui halalmui.org pada kolom Daftar LSH. Disamping itu LPPOM MUI juga sudah mengeluarkan Halal Positive List Material, yaitu bahan-bahan yang sudah dianggap halal sehingga tidak memerlukan dokumen pendukung. Positive list dapat diakses melalui situs halalmui.org pada kolom Kebijakan LPPOM MUI. Dengan demikian, pandangan ini perlu diluruskan menjadi “Semua bahan harus didukung oleh dokumen pendukung, kecuali bahan-bahan yang tercantum dalam Halal Positive List Material”.

  1. Kesulitan mendapatkan dokumen sertifikat halal MUI

Dalam proses usaha yang berjalan, seringkali UMKM merasa kesulitan dalam mendapatkan hardcopy sertifikat halal MUI sebagai dokumen pendukung. Umumnya pada kasus ini disebabkan karena UMKM tidak ada akses langsung kepada produsen sebab pembelian dilakukan secara retail maupun eceran atau jumlah pembelian yang belum memenuhi minimum order requirement. Pada kasus ini, LPPOM MUI sudah memberikan kemudahan bagi UMKM yaitu dokumen pendukung bahan dapat digantikan dengan screenshot produk pada halaman pencarian produk di halalmui.org , screenshot produk pada halaman jurnal halal yang dapat diunduh pada halalmui.org, atau berupa foto kemasan produk yang dapat dikonfirmasi kepemilikan sertifikat halal MUI-nya.

  1. Dokumen pendukung berasal dari supplier

Hal ini tidak sesuai dengan definisi dokumen pendukung, sebab dokumen pendukung harus berasal dari produsen yang menghasilkan bahan baku. Perlu diketahui bahwa definisi satu bahan adalah bahan yang dihasilkan oleh PRODUSEN dan dengan ASAL NEGARA tertentu. Apabila suatu UMKM menggunakan minyak goreng dari produsen A dan produsen B, artinya perusahaan dianggap menggunakan dua bahan yang berbeda. Begitupun apabila suatu UMKM membeli bahan flavor yang diproduksi oleh perusahaan multinasional C yang berasal dari Indonesia dan Singapore, ini berarti perusahaan dianggap menggunakan dua bahan berbeda. Perbedaan ini berdampak terhadap dokumen pendukung yang berbeda yaitu dikeluarkan oleh kedua produsen yang berbeda. Secara mudah, untuk mengetahui produsen dan nasal negara dari bahan yang digunakan, Anda dapat melihat pada kemasan bahan atau mencocokkan nomor batch dengan Certificate of Analysis (CoA) yang dimiliki oleh bahan tersebut.

Bagaimana dengan dokumen pendukung yang tidak berupa sertifikat halal? Menurut Dr. Ir. Hj. Mulyorini R. Hilwan , M.Si. selaku Kepala Divisi Bidang Auditing LPPOM MUI, pada dasarnya selama bahan tersebut bukan merupakan bahan yang diwajibkan bersertifikat halal, terdapat dokumen pendukung yang mampu menjelaskan status kehalalan bahan baku, bahan tambahan, serta bahan penolongnya, dan terverifikasi melalui proses audit maka dokumen pendukung masih sangat mungkin untuk digunakan. Sebagai contoh pada kasus penggunaan bahan kimia tertentu yang menggunakan nama dagang/trade name, umumnya masih diperlukan dokumen berupa Material Safety Data Sheet yang menjelaskan nama kimia bahan sehingga dapat ditelusuri lebih lanjut status kehalalannya.

Dengan demikian, kemudahan-kemudahan yang ada berupa sistem Online CEROL SS23000, positive list, daftar pencarian produk halal, Jurnal Halal, dan Daftar Lembaga Sertifikasi Halal di luar negeri dapat dimanfaatkan oleh UMKM dalam menyusun strategi dalam menyiapkan dokumen pendukung dan melaksanakan Sistem Jaminan Halal dalam keseharian proses usaha bahkan proses sertifikasi halal bahkan dapat dijalani dan dilalui dengan lebih mudah.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *