• Home
  • Berita
  • Dari Konsumen Terbesar Menuju Produsen Terbesar

Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah mengatakan, perkembangan industri halal di seluruh dunia meningkat dalam beberapa tahun ini. Sektor yang mengalami perkembangan pada industri halal, antara lain makanan, keuangan, fesyen, kosmetik dan obat-obatan, media, dan pariwisata.

Berdasarkan laporan dari State of The Global Islamic Economy pada 2018 dan 2019, Islamic Economy Market Size pada 2017, yaitu sebesar 2.107 miliar dolar AS dan diperkirakan pada 2023 mencapai 3.007 miliar dolar. Hal ini membuktikan bahwa bukan hanya negara dengan penduduk mayoritas muslim yang mengembangkan pasar industri halal, tapi juga negara dengan penduduk mayoritas non-muslim.

Indonesia menempati posisi ke-10 di sektor keuangan syariah, posisi ketiga di sektor pariwisata halal, dan posisi kedua di sektor fesyen. Sementara peringkat negara dalam sektor industri halal, yaitu Malaysia, Arab, Bahrain, Saudi Arabia, Oman, Jordan, Qatar, Pakistan, Kuwait, Indonesia, Brunei, dan lainnya.

Pemerintah saat ini sedang mengembangkan ekonomi syariah dengan meluncurkan Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI) 2019-2024. Peta jalan ini akan menjadikan industri syariah RI sebagai produsen utama produk halal. Sehingga, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemain di industri halal dunia, sebagai negara berpenduduk muslim terbesar dengan ekonomi terbesar ke-16 di dunia.

Menurut Ikhsan, dukungan untuk mengembangkan industri halal di pasar global dapat dilakukan dengan berbagai upaya, di antaranya mengintegrasikan industri halal dengan industri keuangan syariah. Berbagai insentif dan instrument berupa kemudahan maupun regulasi dan instrumen hukum, sebagai upaya mendorong pertumbuhaan industri halal di Indonesia.

“Dapat dimulai dari Peraturan Gubernur Bank Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan, Peraturan Menteri Agama, hingga Fatwa MUI yang semuanya bertujuan menyinergikan dua sektor industri tersebut,” ujar Ikhsan.

Industri keuangan syariah mutlak diarahkan untuk membiayai kegiatan usaha UMKM dan medium enterprise yang berbasis produk halal, tidak untuk membiayai industri lain atau kegiatan usaha lain.

Sebaliknya, kegiatan usaha UMKM yang berbasis produk halal juga harus diarahkan menggunakan jasa perbankan syariah. Sehingga, terjadi relasi hubungan yang saling bersinergi sesuai tujuan bahwa kegiatan usaha dan/atau industri halal harus dibiayai dengan jasa keuangan syariah.

(Ratna Ajeng Tejomukti)

Sumber: Republika

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.