Tampil menarik menjadi hal yang didambakan hampir semua orang, terutama kaum hawa. Wanita cenderung ingin terlihat cantik dan terlihat muda. Untuk mewujudkannya, mereka pun berlomba-lomba menggunakan berbagai cara dan melakukan perawatan untuk terus menjaga penampilan serta kecantikan mereka. Sebagian menggunakan bahan alami dengan menjaga asupan makanan sehat dan berolahraga untuk menjaga wajah dan tubuh tetap cantik, segar, dan terlihat muda. Namun, sebagian lainnya memilih cara cepat untuk mendapatkan hasil yang terlihat sempurna, seperti operasi plastik, tanam benang, suntik putih, dan suntik botox.
Suntik botox sendiri lebih dikenal untuk perawatan antiaging atau anti penuaan. Botox sendiri memiliki beberapa manfaat yaitu mengurangi atau bahkan menghilangkan garis halus dan kerutan di sudut luar mata, antara alis, dan dahi, membentuk atau memperbaiki penampilan wajah, dan mengatasi rambut bercabang, tipis, serta rusak.
Botox adalah obat yang melemahkan atau melumpuhkan otot. Dalam dosis kecil, ini dapat mengurangi kerutan kulit dan membantu mengobati beberapa kondisi medis. Botox adalah protein yang terbuat dari toksin Botulinum, yang diproduksi oleh bakteri Clostridium botulinum. Ini adalah racun yang sama yang menyebabkan botulisme. Meski botox adalah racun, ketika digunakan dengan benar oleh ahlinya dan dalam dosis kecil, ia bisa bermanfaat bagi kecantikan.
Namun, baru-baru ini jagat maya ramai memperbincangkan terkait suntik botox. Suntik botox itu sendiri memiliki beberapa hal yang perlu diperhatikan dari cara pembuatan dan bahan-bahan yang terkandung di dalamnya. Karena, ada beberepa titik kritis yang terdapat dalam suntik botox tersebut yang dapat bersinggungan dengan bahan-bahan yang terindikasi haram.
Bagaimana hukum suntik botox?
Suntik botox itu sendiri mengandung glutathion atau bahan pemutih kulit yang merupakan jenis peptide atau protein yang mengandung asam amino berantai panjang. Ikatan peptide ini mengandung bahan-bahan, seperti peptide dan sistein yang bersumber dari bahan yang bersumber dari bahan turunan hewan atau dapat diproduksi yang dapat terindikasi berpotensi bersinggungan dengan bahan haram, seperti babi dan turunannya. Sedangkan, dalam botox terdapat cairan yang mengandung toksin atau racun yang dihasilkan bakteri Clostridium bitulinium sehingga tidak toyib.
Botox dalam pembuatannya terbuat dari protein yang berasal dari bakteri beracun. Bakteri Clostridium bitulinium ketika bercampur dengan makanan memang sangat beracun. Namun ketika dijadikan bahan aktif, bahan pembuat botox itu tidak berbahaya. Media untuk menumbuhkan bakteri Clostridium bitulinium dalam pembuatannya bisa saja menggunakan media mikrobiologi. Titik kritis media mikrobiologi terletak pada sumber nitrogen untuk nutrien pertumbuhan bakterinya, yang bisa saja berasal dari ekstrak daging, pepton hidrolisis daging, dan bahan lainnya. Daging inilah yang perlu ditelusur bukan berasal dari babi.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 01 Tahun 2010 tentang Penggunaan Mikroba Dan Produk Mikrobial, salah satunya, menyebutkan bahwa produk mikrobial dari mikroba yang tumbuh pada media pertumbuhan yang najis, apabila dapat dipisahkan antara mikroba dan medianya maka hukumnya halal setelah disucikan.
“Pensucian secara syar’i (tathhir syar’an) dilakukan melalui produksi dengan komponen air mutlaq minimal dua qullah [setara dengan 270 liter) hukumnya halal. Sedangkan mikroba dan produk mikrobial dari mikroba yang memanfaatkan unsur babi sebagai media pertumbuhan hukumnya haram,” jelas Dr. Ir. Mulyorini R. Hilwan, M.Si., Halal Audit Quality Board LPPOM MUI.
Selain itu, dalam penyuntikan botox juga biasanya terdapat bahan pelarut, yang kemungkinan besar memiliki potensi tidak halal karena berasal dari serum darah manusia atau human serum albumin. Hal ini tertuang pada Fatwa MUI No. 26 Tahun 2013 tentang Standar Kehalalan Produk Kosmetika dan Penggunaannya yang menyebutkan bahwa produk kosmetika yang mengandung bahan yang dibuat dengan menggunakan mikroba hasil rekayasa genetika yang melibatkan gen babi atau gen manusia hukumnya haram.
Dengan memenuhi hal-hal tersebut, suntik botox dibolehkan menurut Fatwa MUI No. 21 Tahun 2020 tentang Suntik Botox untuk Kecantikan dan Perawatan. disebutkan, bahwa:
1. Suntik botox yang digunakan untuk kecantikan dan perawatan seperti mengatasi kerutan dengan mengencangkan otot pada wajah, memperbaiki kontur wajah yang asimetris (alis dan dahi), memperbaiki jaringan parut, mengatasi kemerahan kulit di wajah, dan kulit berminyak pada wajah hukumnya boleh dengan syarat:
a. tidak untuk tujuan yang bertentangan dengan syari’at.
b. menggunakan bahan yang halal dan suci;
c. tindakan yang dilakukan terjamin aman;
d. tidak membahayakan, baik bagi diri, orang lain, maupun lingkungan; dan dilakukan oleh tenaga yang ahli yang kompeten dan amanah.
2. Suntik botox yang berdampak pada terjadinya bahaya (dlarar), penipuan (tadlis), ketergantungan (idman), atau hal yang diharamkan hukumnya haram, saddan li al-dzari’ah.
Mari bijak dalam mengambil sebuah keputusan, khususnya dalam mengonsumsi sesuatu. Sebagai seorang muslim alangkah baiknya jika kita dapat menimbang baik dan buruk suatu hal atua tindakan. Ini termasuk dalam hal suntik botox. (ZUL)