Search
Search

Bolehkah Mempercayai Ramalan dan Perdukunan?

Oleh: Dr. H.M. Asrorun Niam Sholeh, M.A.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum wr. wb.

Beberapa waktu lalu masyarakat dihebohkan oleh beredarnya ramalan seseorang yang mengaku ahli meramalkan masa depan, bahwa di negara kita akan timbul kekacauan yang disebabkan oleh bencana alam. Ramalan tersebut disiarkan oleh media televisi, berita online maupun melalui media sosial.

Selain itu, marak juga praktek perdukunan yang konon bisa melipatgandakan uang yang kita titipkan kepada seorang dukun. Sampai saat ini masih ada yang meyakini bahwa ramalan dan perdukunan serta klenik tersebut akan benar-benar terjadi, dan seorang dukun bisa mendatangkan kekayaan.

Pertanyaan kami, bagaimana ajaran Islam memandang hal ini? Apakah hal tersebut benar-benar ada atau hanya rekayasa belaka? Bolehkah kita percaya terhadap hal seperti itu?

Demikian pertanyaan kami. Mohon jawaban dan penjelasannya. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Suharnoto Hadi

Klaten, Jawa Tengah

Jawaban:

Wa’alaikumsalam wr. wb.

Bapak Suharnoto Hadi yang saya hormati, terima kasih atas pertanyaannya. Untuk menjawab pertanyaan Anda, kita lihat Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 2/Munas VII/MUI/6/2005 Tentang Perdukunan (Kahanah) dan Peramalan (‘Iraafah).

Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional MUI VII, pada 19 – 22 Jumadil Akhir 1426 H/ 26-29 Juli 2005 M, memandang bahwa semakin banyak praktek perdukunan (kahanah) dan peramalan (‘iraafah) di masyarakat serta semakin marak tayangan media massa, baik cetak maupun elektronik yang berhubungan dengan hal tersebut.

Hal tersebut telah meresahkan umat dan dapat membawa masyarakat kepada perbuatan syirik (menyekutukan Allah), dosa paling besar yang tidak diampuni Allah SWT. Untuk menjaga kemurnian tauhid dan menghindarkan masyarakat dari aktivitas yang dapat membawa kepada kemusyrikan, Majelis Ulama Indonesia telah menetapkan fatwa tentang Perdukunan (kahanah) dan Peramalan (‘iraafah) untuk dijadikan pedoman.

Firman Allah SWT, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. Al-Nisa’ [4]: 48)

Dalam surat lain disebutkan, “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia tersesat sejauh-jauhnya.” (QS. An-Nisa’ [4]: 116)

“… Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar burung atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (QS. Al-Hajj [22]: 31)

“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Luqman [31]: 34).   

Dari penjelasan di dalam Al-Qur’an di atas, jelas bahwa segala bentuk praktek perdukunan (kahanah) dan peramalan (‘iraafah) hukumnya haram. Mempublikasikan praktek perdukunan (kahanah) dan peramalan (‘iraafah) dalam bentuk apapun hukumnya juga haram. Demikian juga memanfaatkan, menggunakan dan/atau mempercayai segala praktek perdukunan (kahanah) dan peramalan (‘iraafah) hukumnya pun haram.

Demikian penjelasan kami. Semoga menjawab. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *