Search
Search

Bagaimanakah Hukum Mencukur Alis dan Tato?

Diasuh oleh: Dr. H. Maulana Hasanuddin, M.A. (Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat); dan Drs. H. Sholahudin Al-Aiyub, M.Si. (Wakil Sekretaris MUI Pusat Bidang Fatwa).

Belakangan ini, jika diperhatikan ada beberapa orang, terutama kaum perempuan yang mencukur habis alisnya, lalu diganti dengan alis buatan, yang dibuat dengan proses seperti membuat tato. (HalalMUI)

Ketika ditanya, perempuan yang membuat alis buatan dengan tato itu beralasan, ia kurang sreg dengan bentuk alisnya sehingga bentuk alisnya diubah agar penampilan wajahnya menjadi lebih serasi. Selain itu, alis buatan lebih praktis ketimbang membuat alis dengan pensil kosmetik.

Bagaimanakah hukum tato untuk kosmetika wajah semacam itu? Berikut rangkuman jawaban oleh HalalMUI.

Hukum boleh atau tidaknya mencukur atau mengerok alis hingga habis, belum ada ketetapan dan kesepakatan ulama. Tetapi ada ulama yang berpendapat, mencukur alis bila tanpa kepentingan yang dibenarkan oleh syariah, maka perbuatan itu dianggap sama dengan mengubah ciptaan Allah. Hal ini tidak dibenarkan dalam ajaran Islam.

Kepentingan yang dibolehkan dalam syariah, misalnya untuk pengobatan. Yakni kalau ada penyakit seperti tumor di bagian alis, lalu untuk mengobatinya, alis tersebut harus dicukur habis. Maka itu termasuk Lil-hajat, ada kebutuhan untuk pengobatan. Namun kalau tidak ada kebutuhan semacam itu, melainkan hanya sekadar merasa tidak puas dengan penampilan waja karena bentuk alisnya dianggap kurang sesuai dengan selera, maka hal itu bisa dikatakan sebagai perbuatan kurang bersyukur dengan karunia Allah yang Maha Mengetahui dan Maha Sempurna. (HalalMUI)

Dengan pemahaman ini, maka menurut para ulama, mencukur alis, bila tanpa kepentingan yang dibenarkan syariah, hukumnya terlarang. Dan kalau diganti dengan tato yang bersifat permanen, maka jelas menjadi haram. Sebab pembuatan tato dilakukan dengan melukai diri sendiri. Yaitu dengan menusuk-nusukkan jarum ke bagian tubuh yang akan dibuat alis, lalu dimasukkan tinta. Praktek itu tentu sangat beresiko terhadap kesehatan tubuh. Allah telah melarang kita melalukan perbuatan yang akan mencelakakan diri sendiri: “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS. Al-Baqarah, 2:195).

Terlebih lagi bila melihat dari segi biaya yang harus dikeluarkan. Bagi orang yang beriman, mengeluarkan dana, rezeki amanah Allah, untuk hal yang tidak bermanfaat dari sisi ibadah, merupakan perbuatan mubadzir yang terlarang: “…dan janganlah kamu berbuat mubadzir (menghambur-hamburkan hartamu secara boros). Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. 17: 26-27).

Dalam ayat yang lain, kita diingatkan: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sholatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna…” (QS. Al-Mu’minuun, 23: 1-3).

Perbuatan ini pun akan menjadi penyesalan tiada terkira saat akhir hayat. Karena mengeluarkan atau membelanjakan harta untuk hal yang tidak bermanfaat dari sisi agama, bukan untuk infak, shodaqoh jariyah di jalan Allah: “Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?” (QS. Al-Munafiqun, 63: 10).

Dari sisi psikologi atau kejiwaan, perempuan yang ditato alisnya untuk kosmetika dekoratif itu, sangat dikhawatirkan akan merusak kondisi ruhiyahnya. Yakni menjadi bangga bahkan ujub. Merasa lebih hebat dengan penampilannya itu. Dalam ajaran agama, jelas sikap ujub yang mengarah pada kesombongan itu sangat terlarang. (HalalMUI)

Secara khusus tentang tato (bahasa Inggris, tattoo; bahasa Arab, wasym) adalah bentuk modifikasi organ tubuh (kulit) manusia, dibuat dengan cara merajah kulit menggunakan jarum, lalu memasukkan zat pewarna (tinta) pada lapisan kulit untuk mengganti warna pigmen. Dalam hal ini ada beberapa masalah terkait yaitu tukang tato (wasyimah), dan pengguna tato (al-mustausyimah).

Perhatikanlah makna ayat Al-Qur’an yang mengingatkan kita, betapa setan berupaya menyesatkan manusia, dengan mengubah-ubah ciptaan Allah: “Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya. Barangsiapa yang menjadikan setan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.” (QS. An-Nisa`, 4: 119)

Termasuk makna mengubah ciptaan Allah itu, menurut seorang tabi’in Al-Hasan Al-Bashri adalah (dengan mencukur alis hingga habis), dan menggantinya dengan mentato. (Lihat Tafsir Ibnu Jarir Ath-Thabari, 4/285, Tafsir Ibnu Katsir, 1/569).

Bahkan dalam Hadits, Rasulullah saw. melaknat al-wasyimah (yang mentato) dan al-mustausyimah (yang minta orang lain untuk mentatokan tubuhnya). Diriwayatkan dari Abu Hurairah dan Ibnu ‘Umar, ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Allah melaknat perempuan yang menyambung rambut, perempuan yang meminta disambungkan rambutnya, begitu pula perempuan yang membuat tato dan yang meminta dibuatkan tato.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Adanya laknat yang diucapkan langsung oleh Rasulullah saw. atas tato menunjukkan bahwa tato itu adalah dosa besar. Menurut Imam Adz-Dzahabi, tanda dosa besar adalah suatu perbuatan yang dilarang (maksiat) yang diikuti dengan ancaman sanksi di dunia dan/atau ancaman di akhirat dengan laknat atau siksa. (HalalMUI)

Dalam riwayat lain dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, “Allah melaknat perempuan yang mentato dan yang meminta ditato, yang menghilangkan bulu di wajahnya dan yang meminta dihilangkan bulu di wajahnya, yang merenggangkan giginya supaya terlihat cantik, juga perempuan yang mengubah ciptaan Allah.” Hal ini pun sampai pada telinga seorang wanita dari Bani Asad yang dipanggil Ummu Ya’qub, ia biasa membaca Al Qur’an. Ia pun mendatangi Ibnu Mas’ud lantas berkata, “Ada hadits yang telah sampai padaku darimu bahwasanya engkau melaknat perempuan yang menato dan yang meminta ditato, yang meminta dihilangkan bulu di wajahnya, yang merenggangkan giginya supaya terlihat cantik, juga perempuan yang mengubah ciptaan Allah, benarkah?”

Ibnu Mas’ud menjawab, “Kenapa aku tidak melaknat orang yang dilaknat oleh Rasululah saw. dan itu sudah ada dalam Al-Qur’an.”

Wanita tersebut kembali berkata, “Aku telah membaca Al-Qur’an namun aku tidak mendapati tentang hal itu.” Ibnu Mas’ud berkata, “Coba engkau baca kembali pasti engkau menemukannya. Allah Ta’ala berfirman (dengan makna), “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr, 59: 7). (HR. Bukhari dan Muslim).

Sebagai alternatifnya, dalam praktek di masyarakat kita, ada rias wajah kosmetika dekoratif tanpa melakukan tato, dan hal itu (relatif) dapat diterima. Seperti rias bagi pengantin dengan menggunakan hyena, atau sejenis tinta dari daun pacar, yang dapat dihapus, karena tinta itu tidak permanen, dan tidak menghalangi air ketika berwudhu. Wallahu a’lam bimurodih. (HalalMUI)

Sumber: Jurnal Halal, 127

(Untuk pemesanan Jurnal Halal, dapat klik: bit.ly/OrderJurnalHalal)

(HalalMUI)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *