Sistem Jaminan Halal (SJH) menjadi syarat utama proses sertifikasi halal suatu produk. Lembaga Pemeriksa Halal Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPH LPPOM MUI) sebagai pioner yang telah menerapkan sistem ini sejak 32 tahun yang lalu.
Perusahaan diwajibkan memenuhi 11 kriteria SJH untuk memperoleh sertifikat halal untuk produknya. Seluruh kriteria merupakan satu kesatuan yang tak dapat terpisahkan untuk menjamin perusahaan terus menjaga kehalalan produknya.
(Baca juga: Kriteria Sistem Jaminan Halal dalam HAS23000)
Direktur Eksekutif LPPOM MUI, Ir. Muti Arintawati, M.Si. menjelaskan bahwa SJH merupakan sistem manajemen terintegrasi yang disusun, diterapkan dan dipelihara untuk mengatur bahan, proses produksi, produk, sumber daya manusia, dan prosedur dalam rangka menjaga kesinambungan proses produksi halal sesuai dengan persyaratan LPPOM MUI.
“Salah satu kunci sukses sertifikasi halal adalah pelaku usaha memahami seluk beluk SJH. Jika sudah paham, maka para pelaku usaha akan dengan mudah menyiapkan daftar bahan-bahan dan semua bahan yang digunakan itu dijamin halal. Sementara dari sisi konsumen, SJH ini penting untuk meyakinkan masyarakat bahwa produk konsisten halal selama masa berlaku sertifikat halal, sehingga dapat memberikan ketenteraman saat mengonsumsi produk halal,” jelas Muti.
Salah satu kriteria SJH adalah kewajiban perusahaan untuk menunjuk internal auditor, yakni auditor dari pihak perusahaan yang bertugas memonitor dan melaporkan perkembangan implementasi SJH perusahaan kepada LPPOM MUI.
Pada saat audit, LPPOM MUI juga memverifikasi implementasi SJH. Jika penerapan sistem tidak berjalan sebagaimana persyaratan yang telah ditetapkan, maka perusahaan diminta memperbaiki sistemnya sebelum proses sertifikasi dilanjutkan.
Berkenaan dengan penggantian bahan atau pemasok/produsen bahan atau penambahan produk atau penambahan fasilitas produksi selama berlakunya sertifikat halal, maka mereka diwajibkan untuk mendaftarkan dahulu ke LPPOM MUI untuk meminta persetujuan sebelum diterapkan.
Kewajiban ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipatuhi oleh perusahaan tersebut dan mereka harus menuliskannya di dalam prosedur seleksi bahan baru, prosedur pengembangan produk baru, atau pengembangan fasilitas baru.
Prosedur-prosedur tersebut merupakan objek penilaian auditor halal LPPOM MUI selama melakukan pemeriksaan atau audit di perusahaan bersangkutan. Jika prosedur-prosedur tersebut belum tersedia dan tidak ada jaminan penerapannya, maka sertifikat halal tidak akan diterbitkan.
Kemudian setelah dikeluarkannya sertifikat halal, LPPOM MUI pun melakukan inspeksi mendadak ke perusahaan tersebut atau melakukan audit surveilans. Bila ada temuan yang dapat mengubah status kehalalannya, maka LPPOM MUI akan melakukan tindakan. Selain itu, untuk memonitor penerapan SJH di perusahaan tersebut, perusahaan wajib memberikan laporan per enam bulan kepada LPPOM MUI sehingga setiap ada perubahan akan diketahui. (YN)