Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sertifikasi halal untuk produk makanan dan minuman harus sudah dilaksanakan pada 17 Oktober 2024. Bagaimana implementasinya? Apa saja tantangannya? Bagaimana pula peran MUI/LPPOM MUI sebagai pelopor sertifikasi halal di Indonesia?

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang telah dilebur ke dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja menegaskan bahwa produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.

Ketentuan tersebut berlaku efektif lima tahun setelah UU Nomor 33 Tahun 2014 diundangkan sejak 17 Oktober 2014, tepatnya 17 Oktober 2019. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal kemudian mengatur tahapan sertifikasi halal. Tahap pertama, kewajiban ini diberlakukan kepada produk makanan dan minuman, serta produk jasa yang terkait dengan keduanya. Prosesnya akan berlangsung dari 17 Oktober 2019 sampai 17 Oktober 2024. Tahap kedua, kewajiban sertifikasi halal diberlakukan untuk selain produk makanan dan minuman.

Tahap kedua ini dimulai 17 Oktober 2021 dalam rentang waktu yang berbeda. Menurut Menteri Agama Yaqut Choilil Qoumas, perbedaan rentang waktu ini tergantung dari kompleksitas produk masing-masing. Menteri Agama menambahkan, penahapan kewajiban sertifikasi halal bertujuan agar kewajiban bersertifikat halal bagi produk sebagaimana ditetapkan regulasi, terlaksana dengan baik dan menghindari potensi kesulitan. Khususnya bagi pelaku usaha dalam menjaga keberlangsungan dan pengembangan usahanya.

Selain itu, cakupan produk dalam Jaminan Produk Halal sangatlah luas, meliputi makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat. Kebijakan penahapan ini suatu keniscayaan dalam implementasi mandatori sertifikasi halal,” kata Menteri Agama.

Target 10 Juta Pelaku Usaha

Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Panutan Sulendrakusuma menekankan pentingnya percepatan sertifikasi halal. Sebab, pada tahun 2024, bersamaan dengan ketentuan wajib sertifikasi halal bagi industri makanan dan minuman, Indonesia juga harus mampu mewujudkan ekosistem halal. Hal tersebut katanya, selaras dengan cita-cita Presiden Joko Widodo, yang menginginkan Indonesia menjadi pusat industri halal dunia pada 2024.

Panutan yang juga Penanggung Jawab Tim Monitoring dan Evaluasi Undang-Undang Cipta Kerja di Kantor Sekretariat Presiden (KSP) menyebut, pada 2022, pemerintah menargetkan setidaknya 25.000 usaha Mikro dan Kecil mendapatkan sertifikat halal. “Target tersebut merupakan langkah awal untuk memenuhi target besar yaitu sertifikasi halal bagi 10 juta pelaku UMKM,” terangnya.

“Kita tidak bisa lagi bekerja dengan cara normal, mengingat target-target yang dicanangkan dalam pemberdayaan industri halal, termasuk target sertifikasi halal, merupakan target yang cukup menantang dan bisa jadi tidak tercapai jika tidak disiapkan dari sekarang,” kata Panutan pada Rapat Koordinasi bersama Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan perwakilan lembaga pendampingan halal, di Jakarta, Jum’at (26/8/2022)

Salah satu aspek yang perlu didorong untuk mewujudkan ekosistem halal, kata Panutan seperti dikutip Tribunnews.com, yakni percepatan proses sertifikasi halal untuk Usaha Mikro dan Kecil. Hal ini, diamanatkan oleh UU Cipta Kerja dan PP 39/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.

Capaian dan Tantangan

Meski berbagai upaya telah dilakukan, misalnya dengan memberikan pelatihan dan fasilitas sertifikasi halal secara gratis bagi pelaku Usaha Mikro Kecil (UMK), percepatan sertifikasi halal ternyata masih jauh dari harapan.

Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) pada tahun 2019 terdapat usaha skala mikro sebanyak 63,9 juta, sedangkan usaha skala kecil sebanyak 193.959. Dari jumlah tersebut, data di BPJPH menunjukkan, dalam rentang waktu antara 17 Oktober 2019 hingga 4 Juni 2022, usaha skala mikro yang mendaftarkan sertifikasi halal sebanyak 33.296 pendaftaran, sedangkan skala kecil 5.802, dan skala menengah 3.935 pendaftaran.

Sementara itu, LPPOM MUI sebagai Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang sudah beroperasi lebih dari 33 tahun, menyajikan data hingga tahun 2021, pihaknya telah melakukan sertifikasi halal terhadap 8.333 UMK. Sedangkan pada tahun 2022 sampai bulan Juni, LPPOM MUI telah melakukan sertifikasi halal bagi UMK sebanyak 2.310 pelaku usaha.

Direktur Utama LPPOM MUI, Muti Arintawati mengakui, jumlah tersebut masih sangat kecil jika dibandingkan dengan total keseluruhan UMK yang ada di Indonesia. “Banyak tantangan yang kita hadapi,” ujarnya.

Auditor senior LPPOM MUI, Hendra Utama mencatat, setidaknya ada sejumlah kendala dan tantangan yang dihadapi dalam menuju ketentuan wajib sertifikasi halal 2024. Misalnya sinkronisasi dan koordinasi antarlembaga dan pemangku kepentingan di bidang halal yang masih harus ditingkatkan, kesadaran para pelaku usaha untuk mengajukan sertifikasi halal yang masih rendah, serta percepatan layanan sertifikasi halal yang masih dinilai kurang.

Pada faktor yang disebut terakhir, Hendra memberi catatan bahwa kecepatan layanan sertifikasi halal juga dipengaruhi oleh faktor pelaku usaha dalam melengkapi dokumen yang diperlukan.

Koordinator tenaga ahli LPPOM MUI, Prof. Dr. Khaswar Syamsu, Ph.D menyatakan, sertifikasi halal untuk usaha skala mikro dan kecil selayaknya mendapatkan perhatian khusus. Selain jumlahnya yang sangat banyak, mencapai 99 persen dari keseluruhan pelaku usaha di Tanah Air, UMK juga memiliki keterbatasan dalam hal sumber daya dan sumber dana dalam pengurusan sertifikasi halal.

Dalam konteks tersebut, “LPPOM MUI ikut berkontribusi dalam menyediakan sertifikasi halal dan bimbingan teknis gratis bagi para pelaku UMK,” kata Khaswar Syamsu.

Menurut Direktur LPPOM MUI Muti Arintawati, sertifikat halal bukan sekadar selembar kertas sebagai bentuk pemenuhan terhadap regulasi. Sertifikasi halal adalah bentuk komitmen seluruh pemangku kepentingan untuk menjadikan Indonesia sebagai pelaku industri halal terkemuka di dunia. “Oleh karena itu, diperlukan komitmen dan kerja sama semua pihak dalam memenuhi target wajib sertifikasi halal tahun 2024,” ujarnya. (***)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.