Search
Search

LPPOM Kecam Keras Pembagian Bir di Ajang Lari Publik

  • Home
  • Berita
  • LPPOM Kecam Keras Pembagian Bir di Ajang Lari Publik
LPPOM Kecam Keras Pembagian Bir di Ajang Lari Publik

Distribusi minuman beralkohol dalam sebuah acara publik berskala besar kembali mengganggu rasa aman masyarakat. Kejadian ini bukan sekadar pelanggaran norma sosial, tetapi juga bentuk pengabaian terhadap nilai-nilai halal yang dijunjung tinggi oleh mayoritas masyarakat Indonesia. 

Belakangan ini, jagat maya diramaikan oleh beredarnya foto dan video yang memperlihatkan aksi pembagian minuman beralkohol secara gratis dalam sebuah acara lari di Bandung. Dalam unggahan yang beredar di media sosial, tampak spanduk dengan tulisan bernada ajakan mengonsumsi bir, seperti “Hurry Up!” disertai gambar bir dan “The Beers Getting Warm!”. Bahkan, beberapa video menunjukkan sejumlah peserta tengah meminum bir di tengah berlangsungnya acara. 

Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama LPPOM, Muti Arintawati, menyatakan sikap tegas dan penolakan total terhadap aksi promosi dan pembagian produk haram dalam ruang publik, terlebih pada acara berskala besar yang turut melibatkan masyarakat umum. 

“Kami mengecam keras aksi distribusi dan promosi minuman beralkohol dalam kegiatan publik seperti ini. Tindakan tersebut tidak hanya mencederai nilai-nilai halal dan kesucian ruang publik, namun juga berpotensi merusak kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan event yang sehat, sportif, dan ramah bagi semua kalangan, khususnya umat Islam,” tegas Muti. 

Lebih lanjut, LPPOM mengingatkan bahwa penyebaran produk haram seperti minuman beralkohol di ruang publik adalah tindakan yang sangat tidak etis dalam konteks kehidupan masyarakat Indonesia dengan mayoritas Muslim.  

“Minuman beralkohol jelas termasuk kategori haram dalam ajaran Islam, dan tidak sepatutnya dijadikan bagian dari aktivitas publik, apalagi dibagikan secara bebas. Hal ini berpotensi mendorong normalisasi konsumsi alkohol dan mengaburkan batas antara gaya hidup sehat dan perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai syariah,” tambah Muti. 

LPPOM juga memberikan apresiasi kepada para penggiat literasi halal yang secara aktif menyuarakan kritik terhadap kejadian ini. Sikap kritis tersebut menunjukkan peran strategis masyarakat sipil dalam mengawal ruang publik agar tetap sejalan dengan norma dan etika kehalalan yang dijunjung tinggi bangsa ini. 

LPPOM mengimbau semua pihak—baik penyelenggara acara, sponsor, maupun komunitas—untuk lebih bertanggung jawab dalam menyusun konsep kegiatan. Tidak boleh ada pembiaran terhadap aktivitas yang secara nyata menyalahi prinsip halal dan berpotensi merusak moral generasi muda. 

Dalam kesempatan ini, LPPOM juga menyerukan agar kejadian serupa tidak terulang kembali di masa depan. Penyelenggara acara publik perlu memastikan bahwa semua unsur dalam kegiatan mereka telah sesuai dengan norma keagamaan, etika sosial, serta regulasi yang berlaku.  

Selain itu, pemerintah perlu turut aktif dalam proses pengawasan beredarnya produk. Hal ini sejalan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal beserta aturan turunannya, yang terkahir Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024.  

Aturan terkait pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol juga telah diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2013. Pada Pasal 7 disebutkan bahwa minuman beralkohol hanya dapat dijual di hotel, bar, dan restoran yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepariwisataan; toko bebas bea; dan tempat tertentu yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan Gubernur untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta.  

Poin selanjutnya juga menekankan, bahwa minuman beralkohol golongan A (mengandung alkohol dengan kadar 5%) juga dapat dijual di toko pengecer dalam bentuk kemasan. Meski begitu, penjualan minuman beralkohol harus dilakukan terpisah dengan barang-barang jualan lainnya. 

Dilansir dari website resmi Pemkot Bandung, Bandung.go.id, pihaknya telah menjatuhkan sanksi berupa denda administratif Rp5 juta sebagai biaya paksaan penegakan hukum kepada Pace and Place. Sedangkan terhadap Komunitas Free Runners diwajibkan melakukan kerja sosial selama dua minggu untuk membersihkan area Balai Kota Bandung sebagai bentuk sanksi sosial. 

“LPPOM mengapresiasi Pemkot Bandung yang telah mengambil langkah pemberian sanksi tersebut. Namun, kami tetap mendorong pemerintah memberikan sanksi yang lebih tegas, sesuai dengan aturan halal dan perlindungan konsumen. Hal ini guna menghindari potensi terulangnya kejadian serupa,” tegas Muti.  

Pihaknya juga menghimbau kepada masyarakat untuk senantiasa bersikap teliti dan waspada dalam memilih serta menerima produk, termasuk dalam bentuk sampel gratis yang dibagikan di berbagai acara publik. Tidak semua produk yang tampak ‘aman’ secara kasat mata sesuai dengan prinsip halal yang sah menurut syariat dan fatwa ulama.  

LPPOM akan terus berkomitmen dalam menjaga marwah halal di negeri ini. Prinsip halal bukan sekadar label, melainkan komitmen menyeluruh terhadap kebaikan, kebersihan, kesehatan, dan pada gilirannya akan mendatangkan keberkahan dalam kehidupan bermasyarakat terutama umat Islam. (YN)