Di negara asalnya, Taiwan, minuman boba disebut zhenzhu naichá, yang artinya teh susu mutiara. Sementara di Amerika dan Inggris dijuluki Bubble Tea. Tak hanya di Indonesia, minuman ini juga terkenal di Tiongkok, Korea, Filipina, Indonesia, Eropa, Kanada, dan Amerika Serikat.
Pada awalnya, boba atau “mutiara” merupakan campuran untuk teh susu. Seiring dengan berjalannya waktu, para pelaku usaha terus berinovasi sehingga boba juga menjadi campuran untuk sajian minuman yang diracik dengan beragam variasi rasa dan campuran bahan lain. Umumnya, minuman ini dinikmati dalam kondisi dingin.
Tak hanya enak dan menyegarkan, sebagai konsumen muslim tentu kita harus mengetahui lebih dulu bahan apa saja yang ada dalam boba. Apakah baik untuk kesehatan? Dan, bagaimana kehalalannya?
Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M.Agr, dosen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor sekaligus auditor halal Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), mengatakan pengembangan produk minuman boba tidaklah sulit karena bahan baku mudah ditemukan dan prospek pasarnya cukup cerah di Indonesia, sehingga mampu bersaing dengan minuman sejenis yang sudah ada. Meski begitu ada beberapa hal yang perlu dicatat. Pada boba, misalnya.
Ada dua bahan utama yang diperlukan untuk membuat boba, yaitu tepung tapioka dan gula. “Sebenarnya titik kritis halal boba cukup rendah karena proses pembuatannya menggunakan teknologi yang minimal. Salah satu yang perlu diwaspadai adalah penggunaan gula. Dalam hal ini, ada dua jenis gula yang bisa digunakan, yakni gula aren dan gula pasir,” jelas Sedarnawati.
Jika dilihat dari komposisi bahan bakunya, pengolahan gula aren hanya melibatkan sedikit bahan kimia, yakni sodium metabisulfit. Titik kritis kehalalan zat ini terbilang rendah. Sementara proses pembuatan gula pasir perlu melalui beberapa tahapan, mulai dari proses ekstraksi, penjernihan, evaporasi, kristalisasi, hingga pengeringan.
Tahapan-tahapan proses ini berpeluang menggunakan bahan dekolorisasi yang menggunakan karbon aktif. Apabila karbon aktif ini berasal dari hasil tambang atau dari arang kayu, maka tentu tidak menjadi masalah. Akan tetapi, apabila menggunakan arang tulang, maka harus dipastikan berasal dari hewan halal yang disembelih sesuai syariat Islam.
Selain itu, gelatin juga menjadi salah satu bahan yang terkadang digunakan dalam Boba. Bahan pengenyal ini ternyata memiliki titik kritis yang cukup berbahaya. Lazimnya, gelatin dibuat dari tulang maupun kulit hewan ternak seperti sapi, kerbau, kambing, ikan juga babi. Apabila gelatin yang digunakan berasal dari hewan, maka perlu dipastikan berasal dari hewan halal dan disembelih sesuai dengan syariat Islam.
“Gelatin itu merupakan salah satu bahan yang kritis dari sisi kehalalannya bagi umat Muslim. Karena hampir semua produk gelatin itu diimpor dari luar negeri. Padahal ia banyak digunakan untuk berbagai macam produk konsumsi sehari-hari,” tutur Ir. Muti Arintawati, M.Si., Direktur Audit Halal LPPOM MUI. (*)