Search
Search

Waspadai Kerupuk Kulit dari Limbah Industri

Kerupuk kulit sudah lama dikenal sebagai makanan pendamping seperti halnya jenis kerupuk lainnya. Namun, perlu dicermati karena banyak beredar kerupuk kulit yang dibuat secara asal-asalan sehingga diragukan kehalalan dan keamanan pangannya. (HalalMUI)

Kepopuleran kerupuk kulit membuat jajanan ini sangat laris di pasaran. Selain itu, kerupuk kulit dijadikan primadona karena tidak terlepas dari manfaat yang terkandung di dalamnya. Selain dapat mengobati mag, kerupuk kulit juga dapat mengobati rasa pedas, karena mengandung banyak minyak yang dapat menetralisir capcaisin pada cabai.

Karena kandungan protein yang terdapat di dalamnya, salah satu kandungan yang dibutuhkan oleh tubuh, kerupuk kulit sangat baik untuk kesehatan. Misalnya untuk ketahanan tubuh, meningkatkan massa otot, pertumbuhan dan regenerasi sel-sel tubuh, meningkatkan pembentukan energi tubuh, serta menjaga kesehatan tulang. Kerupuk kulit juga mengandung fosfor dan kalsium yang cukup tinggi.

Meski kerupuk kulit memiliki manfaat yang cukup banyak dan juga baik untuk kesehatan, perlu diperhatikan jumlah konsumsi kerupuk kulit bagi tubuh. Kerupuk kulit pada dasarnya sudah memiliki kandungan lemak yang tinggi, dan masih ditambah proses penggorengan. Hal ini menyebabkan kandungan lemak pada kerupuk kulit sangatlah tinggi, dan dapat menyebabkan obesitas, dan meningkatkan kadar kolesterol jahat di dalam tubuh.

Selain kandungan lemak, biasanya kerupuk kulit juga memiliiki kandungan MSG yang tinggi, terutama kerupuk kulit yang dikemas sebagai camilan. Penggunaan MSG dalam jumlah yang berlebihan dapat berdampak buruk bagi kesehatan tubuh.

Dalam beberapa kasus pernah ditemukan beberapa makanan olahan kikil yang terbuat dari sisa kulit bekas industri sepatu, tas maupun jaket. Sisa kulit ini bukan sisa kulit biasa, melainkan sisa kulit yang sudah terkena proses penyamakan. Bisa dibayangkan sisa kulit ini pun sudah tercampur dengan sejumlah bahan kimia berbahaya dan bila dikonsumsi dapat menyebabkan kanker bahkan pula mengakibatan nyawa melayang. (HalalMUI)

Untuk mendapatkan kikil yang siap jual, limbah kulit ini harus melalui beberapa proses tahapan. Pertama, kulit direndam selama beberapa hari dengan menggunakan tawas (cuka). Hal itu dilakukan untuk menghilangkan bau bahan kimianya tadi. Kemudian kulit dipanggang, dijemur, dan direbus. Maka kikil rekondisi ini pun siap dipasarkan dan diolah menjadi beragam makanan.

Sedangkan proses untuk menghasilkan kerupuk kulit yang gurih, limbah kulit  harus dijemur lebih lama, kemudian baru digoreng. Setelah matang tentu saja kerupuk kulit ini sama wujudnya dengan kerupuk asli.

Meski sepintas sulit untuk membedakan di antara keduanya, namun ada cara sederhana yang dapat dilakukan. Umumnya kikil sisa limbah lebih lembek dan tidak berbau amis. Sementara untuk kerupuk kulit sisa limbah industri biasanya bila saat digoreng tidak bisa semekar kerupuk kulit nonlimbah.

Dengan banyaknya hal yang perlu diwaspadai pada kerupuk kulit, masyarakat diminta mewaspadai dan berhati-hati terhadap produk kerupuk dari kulit ini baik dari segi halal maupun thayyib-nya.

Dan kepada Pemerintah diharapkan agar membuat peraturan yang dapat melindungi kepentingan umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk di negeri kita ini. Hal ini merupakan bagian dalam menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan yang dianut umat Muslim, yang juga telah dijamin konstitusi. (HalalMUI)

Aturan Pemerintah

Seperti diketahui, menurut Peraturan Pemerintah, semua produk daging yang masuk ke Indonesia, harus disertai dengan Sertifikat Halal (SH) dari negara asalnya. Dan SH itu harus pula dikeluarkan oleh lembaga yang telah diakui oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Ketentuan ini disebutkan secara eksplisit dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Republik Indonesia Nomor 139/Permentan/Pd.410/12/2014 tentang Pemasukan Karkas, Daging, Dan/Atau Olahannya Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia.

Dalam Pasal 1, ayat 1, dinyatakan dengan tegas, Karkas Ternak Ruminansia adalah bagian dari tubuh ternak ruminansia sehat yang telah disembelih secara halal dan benar. Sedangkan ayat 2: Karkas Unggas adalah bagian dari tubuh unggas yang telah disembelih secara halal dan benar.

Selanjutnya disebutkan pada Pasal 2, Permentan ini dimaksudkan sebagai dasar hukum dalam pelaksanaan pemasukan/impor daging ke Indonesia, dengan tujuan untuk: (a) melindungi kesehatan dan ketenteraman batin masyarakat, kesehatan hewan, dan kesehatan lingkungan; dan (b) memastikan terpenuhi persyaratan aman, sehat, utuh, dan halal bagi yang dipersyaratkan. Kalau tidak diakui oleh MUI, maka tidak diijinkan untuk masuk ke Indonesia.  Demikian dikemukakan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) MUI, Drs. H.S holahudin Al-Aiyub, M.Si.

Lebih lanjut lagi Pasal 13, ayat (1), huruf d ditegaskan, bahwa produsen di negara asal daging tersebut harus memiliki dan hanya menerapkan sistem jaminan kehalalan untuk seluruh proses produksi (fully dedicated for halal practices) serta mempunyai pegawai tetap yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan penyembelihan, pemotongan, penanganan, dan pemrosesan secara halal; dan huruf (e) mempunyai juru sembelih halal bagi rumah potong hewan selain rumah potong hewan babi dan disupervisi oleh lembaga sertifikasi halal yang diakui oleh otoritas halal Indonesia.

Ketentuan itu, jelas Wasekjen ini lagi, ditafsirkan sekaligus juga diimplementasikan secara harfiyah hanya berlaku untuk impor daging. “Sedangkan yang selain itu, seperti kulit hewan, maka itu tidak ada peraturannya secara khusus. Karena ketika dimasukkan dari luar negeri ke Indonesia, produk atau bahan kulit itu diperuntukkan dengan kategori untuk barang gunaan, bukan untuk makanan.  Seperti bahan untuk membuat atau produksi sepatu, jaket, tas, dll,” tuturnya.

Namun menurutnya pula, dalam konteks ini timbul masalah yakni bahwa ternyata tidak semua produk kulit itu memang benar-benar dipergunakan untuk barang gunaan seperti yang telah disebutkan. Karena ada indikasi bahwa produk kulit itu ternyata juga digunakan untuk produksi kerecek, kerupuk kulit, atau produk konsumsi lainnya. Indikasi ini telah pula disiarkan oleh sebuah stasiun televisi swasta, yang melakukan investigasi liputan dan reportase tentang hal ini. (HalalMUI)

Tidak Ada Sertifikat Halal

“Kenyataan yang terjadi ini jelas harus diwaspadai, terutama bagi umat Muslim Indonesia. Karena kerupuk kulit bisa mempunyai titik kritis kehalalan, di negara asalnya, apakah kulit hewan yang diolah menjadi kerupuk itu berasal dari hewan yang halal, seperti sapi atau kambing/domba. Dan kalaupun berasal dari hewan yang halal, apakah hewan itu disembelih secara halal, sesuai dengan kaidah syariah, atau tidak. Karena produk kulit itu tidak disertakan dengan sertifikat halal,” tandasnya.

Selain asal hewan dan penyembelihannya, perlu diperhatikan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalamnya apakah halal atau tidak. Seperti gula pasir, terbuat dari nira. Karena berasal dari tanaman, pada dasarnya halal, namun proses pembuatannya yang panjang perlu dicermati kehalalannya.

Tahapannya mulai ekstraksi, penjernihan, evaporasi, kristalisasi hingga pengeringan.  Adanya penambahan bahan-bahan kimia untuk proses itu yang perlu diwaspadai. Misal pada pemurnian, apabila menggunakan karbon aktif, harus jelas kehalalannya. Kalau berasal dari kayu atau tambang tidaklah masalah. Namun kalau dari tulang, harus diperhatikan status kehalalan tulang tersebut. Arang tulang akan haram kalau berasal dari hewan haram atau tidak disembelih secara syar’i. Penggunaan bahan lain dalam proses yang panjang itu juga perlu dicermati. Apabila menggunakan bahan microbial, harus diperhatikan medianya

Adapun untuk penyedap rasa, apabila penyedap rasa yang digunakan adalah MSG, maka perlu diperhatikan apakah produk tersebut sudah bersertifikat halal atau belum. Apabila MSG tersebut belum bersertifikat halal, maka perhatkan titik kritis kehalalannya, yaitu pada media yang digunakan dalam pembuatannya, tidak selalu menggunakan bahan yang halal.  Jika media yang digunakan mengandung bahan yang tidak halal maka MSG yang dihasilkan pun menjadi tidak halal pula.

Bahan lain pembuat kerupuk kulit adalah minyak goreng, harus diperhatikan pula apakah sudah bersertifikat halal atau tidak. Pada umumnya, di Indonesia minyak berasal dari kelapa sawit yang halal sifatnya. Tetapi untuk di luar negeri walau dinamakan minyak sayur, tetapi ada kemungkinan pula ditambahkan campuran bahan hewani yang perlu ditelusuri kehalalannya. (USM/YS)

Sumber : Jurnal Halal No, 116

(Untuk pemesanan Jurnal Halal, dapat klik : bit.ly/OrderJurnalHalal)

(HalalMUI)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *