Pedagang kaki lima termasuk dalam kategori yang produknya wajib memiliki sertifikat halal. Ketetapan ini sesuai dengan arahan BPJPH. Melihat keresahan pedagang kaki lima, LPPOM MUI melakukan sejumlah upaya demi membantu pedagang kaki lima mendapatkan sertifikasi halal.
Pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) tengah mewajibkan regulasi wajib sertifikasi halal bagi seluruh produk yang beredar di Indonesia, kecuali produk yang memang diharamkan. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) beserta turunannya, yang terbaru UU Nomor 6 Tahun 2023. Hal ini berlaku untuk seluruh skala usaha tanpa terkecuali, mulai dari usaha mikro hingga besar.
Masa penahapan wajib sertifikasi halal yang terdekat akan habis masa tenggang pada 17 Oktober 2024, ini berlaku untuk produk makanan dan minuman. Sayangnya, tak hanya produk akhir makanan dan minuman, seluruh bahan yang terlibat juga wajib disertifikasi halal, seperti bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong. Selain itu, jasa penyembelihan dan hasil sembelihan juga termasuk yang terkena kewajiban sertifikasi halal.
Sementara itu, bagi pelaku usaha yang tidak menerapkan aturan tersebut akan dikenakan sanksi administratif, berupa peringatan tertulis, denda administratif, pencabutan sertifikat halal, dan/atau penarikan barang dari peredaran. Hal ini tertulis dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 Pasal 149. Dalam hal penetapan denda administratif, pelaku usaha bisa dikenakan paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Bagimana dengan pedagang kaki lima?
Pedagang kaki lima, jika lebih spesifik lagi, merupakan para pedagang yang berjualan di serambi muka (emper) toko atau di tepi jalan (di trotoar). Tentu beragam produk dijual. Berkaitan dengan wajib halal 17 Oktober 2024, pedagang kaki lima yang terkait dalam regulasi ini adalah yang menjual makanan dan minuman.
Dalam hal ini, LPPOM MUI telah melakukan berbagai upaya yang langsung maupun tidak langsung dapat mendorong terwujudnya sertifikasi halal bagi pelaku usaha mikro seperti pedagang kaki lima. Pertama, miliki 34 kantor perwakilan. Kesiapan LPPOM MUI didukung dengan tersebarnya 34 kantor perwakilan LPPOM MUI di seluruh provinsi di Indonesia. Tentu ketersebaran ini memudahkan pedagang kaki lima dalam proses sertifikasi halal produknya.
Kedua, sertifikasi produsen bahan baku. “Upaya LPPOM MUI mensertifikasi industri hilir yang memproduksi bahan baku/tambahan yang banyak digunakan oleh pelaku usaha mikro, termasuk pedagang kaki lima secara tidak langsung mendukung sertifikasi UMK. Ketersediaan bahan baku halal akan mempermudah proses sertifikasi produk usaha mikro,” jelas Direktur Utama LPPOM MUI, Muti Arintawati.
Ketiga, program corporate social responsibility (CSR). Upaya lainnya, LPPOM MUI senantiasa menyelenggarakan program CSR yang diberi nama Festival Syawal. Program yang secara rutin digalakan sejak tiga tahun terakhir ini merupakan upaya konkret LPPOM MUI dalam membantu pemerintah menyukseskan implementasi regulasi yang diusung pemerintah. Selain itu, ini juga menjadi bentuk kepedulian LPPOM MUI kepada pelaku usaha mikro dalam hal kepatuhan regulasi dan memberikan nilai tambah terhadap produknya.
Bentuk kegiatan Festival Syawal beragam, mulai dari bimbingan teknis, webinar, hingga fasilitasi sertifikasi halal secara gratis atau subsidi untuk pelaku usaha mikro dan kecil. Tahun ini, fasilitasi sertifikasi halal gratis melalui program Festival Syawal akan kembali digelar dengan menargetkan pelaku usaha mikro yang berada di destinasi wisata favorit. Tak lain, hal ini untuk menunjang pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal melalui wisata halal.
Tak hanya itu, selama tahun 2023, LPPOM MUI banyak melakukan kerjasama fasilitasi sertifikasi halal dengan lebih dari 70 stakeholder halal, baik perbankan, instasi pemerintah, BUMN, dan swasta, baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota yang tersebar di seluruh Indonesia. Sejumlah 8.250 pelaku UMK telah terfasilitasi sertifikasi halal melalui LPPOM MUI. (YN)