Oleh KH. Cholil Nafis, Lc., Ph.D
Ketua MUI Pusat Bidang Dakwah dan Ukhuwah
Dosen UIN Syarif Hidayatullah
Tidak ada makhluk di muka bumi yang diciptakan secara sia-sia. Demikian juga hukum Allah Swt. Tidak ada perintah atau larangan Allah Swt. kecuali karena ada hikmahnya, baik berupa ibadah atau muamalah.
Hanya saja, adakalanya hikmah itu dapat dirasionalkan dan kadangkala tidak dapat dijangkau oleh kemampuan akal manusia. Setiap maksiat (keburukan) pasti menimbulkan mudharat (bahaya), demikian juga ketaatan (kepatuhan) pasti menghasilkan manfaat.
Termasuk perintah ibadah puasa pasti ada banyak hikmahnya, sebagian diketahui dan sebagian tidak dapat diketahui. Hikmah ibadah puasa yang dapat di mengerti oleh akal manusia, diantaranya dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, puasa dapat mensucikan jiwa untuk selalu taat kepada perintah Allah Swt. dan menjauhi larangan-Nya. Saat orang melaksanakan ibadah puasa maka ia telah rela meninggalkan yang tidak halal bagi dirinya guna mentaati perintah-Nya. Rasulullah saw. bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku ada pada genggaman-Nya, sungguh aroma mulut orang yang sedang berpuasa menurut Allah Swt. lebih harum daripada semerbak minyak Misik. Orang yang sedang berpuasa telah meninggalkan makanannya, minumannya dan syahwatnya karena Allah Swt. Setiap perbuatan anak Adam adalah untuk dirinya sendiri kecuali puasa. Sungguh ibadah puasa adalah untuk-Ku dan Aku akan membalasnya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kedua, puasa dapat menjaga dan mengobati penyakit raga dan jiwa, tetapi lebih utama adalah terapi untuk kesehatan jiwa. Sebagaimana kita ketahui bahwa manusia tercipta dari tanah liat sebagai simbol kehinaan juga terdiri dari ruh yang ditiupkan oleh Allah Swt.
Jika umat manusia lebih dominan pengaruh tanah liatnya maka cenderung berbuat yang rendah dan hina, demikian juga ketika ruh lebih dominan maka manusia akan mencapai kemuliaan yang tinggi. Allah Swt. berfirman: “Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka). Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh.” (QS. Al-Tîn/95: 4-6).
Ketiga, puasa dapat melatih keuletan, kegigihan dan kesabaran. Tidak ada capaian apapun oleh seseorang kecuali karena kemauannya yang tinggi. Tidak mungkin dapat mencapai cita-cita yang tinggi tanpa kesabaran dalam meraihnya. Tidak mungkin menggapai kebaikan tanpa kesabaran untuk meninggalkan maksiat dan kemungkaran. Rasulullah saw. bersabda: “Puasa tiga hari puasa pada setiap bulan, sama dengan puasa satu tahun” (HR. Bukhari dan Muslim).
Keempat, gejolak hawa nafsu adalah pendorong seseorang untuk berbuat asusila. Banyak terjadi kehidupan seks bebas, sehingga menimbulkan penyakit menular karena perilaku seks bebas yang menyimpang, sedangkan ibadah puasa telah terbukti sebagai terapi untuk membendung gejolak syahwat dan mengendalikannya.
Bahkan ketika anak muda yang tidak mampu menikah maka terapinya adalah puasa. Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa diantara kalian yang sudah mampu maka hendaklah menikah. Jika belum mampu menikah maka hendaklah berpuasa karena dengan puasa dapat menjadi terapi peredamnya.”
Kelima, puasa dapat mengasah rasa syukur dan merasakan betapa berharganya karunia nikmat-Nya. Saat orang melaksanakan ibadah puasa dapat merasakan betapa pedihnya rasa lapar dan haus, sehingga terasa berharganya nikmat makan dan minum. Suatu nikmat akan lebih terasa setelah nikmat itu hilang, maka puasa dalam waktu tertentu dapat merasakan betapa berharganya hilangnya nikmat makan, minum dan syahwat yang dikaruniakan oleh Allah saw.
Keenam, puasa yang berlaku umum kepada semua umat Islam dapat menjadi pelajaran penting betapa semuanya dapat merasakan kemiskinan dan kekurangan dalam waktu tertentu meskipun diantara mereka berkecukupan. Ibnu Al-Humam berkata: Saat berpuasa, seseorang merasakan betapa pedihnya lapar dan haus, maka saat itu dapat mengasah rasa kasih sayang dan menyayangi kepada kaum fakir dan miskin.
Ketujuh, Puasa dapat mengangkat derajat manusia menuju ketakwaan yang sejati. Sebab saat berpuasa seseorang telah melatih organ tubuhnya dan batinnya untuk meninggalkan perilaku tak terpuji dan mengasah ketakwaannya. Ramadhan pada dasarnya adalah balai pelatihan yang mendidik dan melatih umat muslim menjadi manusia yang utuh. Pelaksanaan ibadah puasa dapat meremajakan organ tubuh yang mulai layu dan dapat mempertebal keimanan, sehingga mudah menggapai predikat orang yang bertakwa atau muttaqîn.
(Disadur dari buku: Menyingkap Tabir Puasa Ramadhan)