Search
Search

Titik Kritis pada Setiap Tahap Proses Fermentasi

Oleh :

1Budiatman Satiawihardja, 2Sri Mulijani, 3Henny Nuraini, 4Khaswar Syamsu

“Dalam rangkaian proses untuk menghasilkan suatu produk fermentasi, ada beberapa tahap yang secara umum memungkinkan menjadi penyebab haramnya produk yang dihasilkan”

Di dalam rangkaian proses untuk menghasilkan suatu produk fermentasi, ada beberapa tahap yang secara umum memungkinkan menjadi penyebab haramnya produk yang dihasilkan. Dengan kata lain tahap-tahap ini mengandung titik kritis. Tahap-tahap tersebut adalah:

–          Penyimpanan strain mikroba (seed)

–          Penyegaran bibit (inokulum)

–          Pembuatan medium

–          Proses fermentasi

–          Isolasi/pemurnian produk

Pembahasan berikut menerangkan asal-usul bahan haram yang ada pada setiap tahap beserta titik kritisnya jika dikaitkan dengan produk akhir.

A.    Penyimpanan strain mikroba

Strain mikroba, apakah hasil isolasi sendiri, atau dibeli dari bank kultur (culture bank) biasanya disimpan dalam freezer agar strain tersebut dormán (in-aktif) sebelum digunakan. Untuk melindungi strain mikroba tersebut tidak rusak selama penyimpanan pada suhu dingin  maka diperlukan bahan pelindung (cryoprotectant). Bahan yang umum digunakan sebagai cryoprotectant adalah glycerol, laktosa, skim milk powder, tanah steril, dan lain lain. Bahan glycerol bisa berasal dari hasil hidrolisis lemak hewani. Sedangkan laktosa bisa berasal dari hasil samping pengolahan keju yang melibatkan enzim hewani.  Titik kritisnya terletak pada hewan sumber glycerol dan enzim.

B.     Penyegaran Strain pada agar miring (slant agar)

Sebelum strain mikroba tersebut dijadikan inokulum, strain mikroba terlebih dahulu disegarkan pada media agar miring. Agar miring, selain mengandung agar dari rumput laut, juga diperkaya dengan nutrisi berupa sumber karbon, nitrogen dan mineral kelumit. Beberapa strain mikroba menggunakan darah hewan sebagai sumber nutrisi pada agar miring. Sumber karbon yang digunakan biasanya berupa gula sederhana seperti glukosa/dekstrosa. Sumber nitrogen yang digunakan umumnya berupa péptida seperti pepton yang merupakan hasil hidrólisis parsial protein. Protein dapat berasal dari hewani atau nabati, sedangkan enzim yang digunakan untuk menghidrolisis umumnya  berasal dari hewani atau mikrobial. Titik kritisnya terletak pada sumber protein dan enzim untuk menghidrolisis.  Enzim yang umum digunakan adalah protease yang berasal dari pankreas babi (pancreatic enzyme). Pada media yang menggunakan darah hewan maka titik kritisnya terletak pada sumber hewan dan pada proses hilir produknya.

C.    Pembuatan Medium Inokulum

Mikroba yang sudah ditumbuhkan pada agar miring, kemudian diinokulasikan pada media cair dalam Erlenmeyer (shake flask) yang akan digunakan sebagai inokulum untuk proses berikutnya. Media yang digunakan pada inokulum ini adalah sumber karbon, sumber nitrogen, factor pertumbuhan (growth factor), vitamin dan mineral.  Sumber karbon yang digunakan umumnya berupa gula (glukosa, sukrosa, dll), sedangkan  umber nitrogen yang digunakan umumnya berupa amonia, amonium sulfat, urea, dsb.   Selain itu juga ditambahkan vitamin B1, B6, B kompleks,  dan mineral seperti KH2PO4, K2HPO4, MgSO4, ZnSO4 dll. Titik kritisnya terletak pada vitamin yang bisa berasal dari hewani atau mikrobial yang melibatkan bahan hewani. Inokulum dibuat secara bertingkat pada berbagai skala bioreaktor untuk memperpendek lag phase pada skala bioreaktor berikutnya.

D.    Pembuatan Media Produksi (Skala Komersial)

Medium produksi adalah medium terakhir yang dibuat dalam rangka menghasilkan produk yang diinginkan. Bila skala produksi besar, maka medium produksi pun dibuat dalam jumlah yang banyak, Untuk satu batch produksi, bahan-bahan yang digunakan dapat berjumlah dalam skala kwintal atau  ton dalam bioreaktor ukuran ribuan liter walaupun beberapa bahan kelumit  dapat berjumlah relatif sedikit (trace mineral, vitamin, hormon). Media utama yang digunakan biasanya berupa hasil samping pertanian yang tersedia dalam jumlah berlimpah dan berharga murah, seperti molasses sebagai sumber karbon, corn step liquor sebagai sumber nitrogen.

Untuk mencegah terbentuknya busa yang melimpah karena proses agitasi bahan bahan yang mengandung protein maka biasanya ditambahkan bahan antibusa (antifoam). Bahan antibusa umumnya berupa surfactant yang dapat berasal dari lemak hewani atau bahan kimia.  Titik kritisnya terletak pada sumber antibusa yang digunakan.

Media kultur sel hewan biasanya mengandung komponen yang sangat kompleks, mengandung sekitar lima puluh komponen tunggal dan sering disusplementasi dengan serum darah hewan. Serum merupakan komponen komplek dan mahal harganya. Bila produk kultur sel hewan itu suatu protein, maka pemurnian produknya menjadi sangat komplek. Oleh sebab itu pada skala besar komposisi medium sangat penting dipertimbangkan agar semurah mungkin. Maka dibuatlah usaha-usaha untuk menggantikan komponen serum dengan bahan-bahan lain yang lebih murah, tentunya melalui berbagai tahap penelitian. Usaha-usaha tersebut sekarang telah membuahkan hasil, beberapa jenis kultur sel hewan sekarang dapat ditumbuhkan dalam medium yang tanpa mengandung serum, misalnya kultur sel hibridoma dan sel CHO (Chinese hamster ovary). Konsentrasi protein pada antibodi yang dihasilkan sel hibridoma berkisar 100-200 mg/liter, sehingga proses pemnurniannya dari medium tanpa serum menjadi lebih mudah.

E.     Isolasi/Pemurnian Produk

Proses pemanenan produk dari sel mikroba dilakukan dengan bahan pembantu surfactant seperti Tween 80, Span 60. Surfactant dapat berasal dari lemak hewani atau nabati. Titik kritis terdapat pada sumber surfactant yang digunakan.

Pada tahap isolasi, produk yang diinginkan dipisahkan dari zat-zat lain yang tidak diinginkan. Di dalam proses ini kemungkinan produk diendapkan oleh pelarut organik seperti etanol (contoh dalam pemisahan gum microbial). Titik kritisnya adalah pada sumber etanol yang digunakan apakah berasal dari khmar atau dari industrial etanol. 

Untuk proses dekolorisasi, digunakan arang aktif . Arang aktif dapat berasal dari kayu, tempurung kelapa, cangkang sawit, bambu, batu bara atau tulang hewan. Titik kritisnya terletak pada sumber arang aktif yang digunakan.

Pada tahap akhir, produk dapat diformulasikan menggunakan bahan tambahan lain sebagai bahan penyalut (coating). Bahan penyalut dapat menggunakan gelatin, laktosa, maltodekstrin, dextose mono hidrat, dan sebagainya. Titik kritis terletak pada bahan penyalut (coating agent) yang digunakan.

Penutup

Proses fermentasi adalah suatu proses biologis, proses kehidupan sel hidup yang tumbuh atau berkembang biak. Pada  proses ini terjadi pengubahan atau konversi zat-zat yang ada dalam medium menjadi produk-produk metabolit (internal ataupun eksternal) serta perbanyakan atau pertumbuhan sel. Metabolit yang dihasilkan sekalipun bukan produk utama (yaitu produk samping), mungkin merupakan zat yang dapat menyebabkan mabuk (khamar) sehingga dapat dikategorikan kritis.

Selain itu di dalam proses fermentasi mungkin terjadi penambahan sesuatu komponen selama proses berlangsung (misalnya anti busa, pengatur atau perangsang pertumbuhan, atau mungkin zat lain yang dipandang perlu). Maka diperlukan penelusuran kehalalan atau keharaman zat-zat ini.

Pada proses fermentasi menggunakan sel tanaman, salah satu teknik untuk mendapatkan produk secara berkelanjutan adalah dengan cara mengadsorpsikannya ke dalam bahan pengadsorpsi, misalnya resin atau arang aktif; dalam hal ini memungkinkannya digunakan arang aktif atau resin yang disalut gelatin.

Menurut Komisi Fatwa MUI, penggunaan atau persentuhan bahan dengan unsur babi dan turunannya pada tahap manapun dalam proses fermentasi, akan menjadikan produk tidak halal. Tetapi untuk bahan haram selain babi dan turunannya serta najis, kehalalan produk bergantung kepada proses hilir (downstream processing) yang dapat menjamin terpisahkannya  bahan najis tersebut dari produk.

Oleh:

1 Dr. Budiatman Satiawihardja (Tim Tenaga Ahli LPPOM MUI)

Sri Mulijani (Tim Tenaga Ahli LPPOM MUI, Dosen di Departemen Kimia IPB)

Dr. Henny Nuraini (Tim Tenaga Ahli LPPOM MUI, Staf pengajar Fakultas Peternakan IPB, Halal Science Center IPB)

Prof. Ir. Khaswar Syamsu, MSc. PhD, (Kepala Pusat Kajian Sains Halal (Halal Science Center)  IPB dan Koordinator Tenaga Ahli LPPOM MUI)

Jurnal Halal 131

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *