Pemateri : Ust. Dr. Samsul Basri
Rasulullah menjadi uswatun hasanah (teladan yang baik) karena Allah turun tangan langsung untuk mendidiknya. Oleh karenanya, setiap tindakan Rasulullah menjadi contoh bagi umatnya, mulai dari keseharian, bermuamalah, sampai dengan cara mendidik keluarga.
Allah berfirman dalam QS Al-Ahzab ayat 21, yang artinya : “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”
Tindakan Allah dalam mendidik Rasulullah tercermin dan menjadi penyebab turunnya (asbabun nuzul) surat Abasa. Saat itu, Rasul sedang berdakwah kepada para pembesar Quraisy dan berharap agar mereka tertarik pada ajaran Islam. Dengan begitu, rakyat diharapkan ikut masuk Islam mengikuti pemimpinnya.
Di tengah hal tersebut, datang seorang buta bernama Abdullah bin Ummi Maktum, yang ingin bertanya tentang Islam. Rasulullah memperlihatkan ketidaksenangannya serta merasa terganggu. Lalu, Allah menurunkan ayat awal surat ‘Abasa sebagai teguran untuk mengingatkan Nabi bahwa dalam Islam semua orang memiliki kedudukan yang sama dan harus dihormati, tanpa memandang kesempurnaan fisik dan status sosialnya.
Rasulullah adalah teladan dalam banyak aspek kehidupan, di antaranya:
1. Aqidah
Aqidah adalah keyakinan yang tertanam kuat di dalam hati seorang muslim tentang kebenaran ajaran Islam, terutama terkait dengan keimanan kepada Allah, malaikat, kitab-kitab, para rasul, hari akhir, serta qadha dan qadar (takdir). Rasulullah sangat yakin dengan kekuasaan Allah, termasuk di antaranya mengenai datangnya pertolongan Allah saat berada dalam keadaan terhimpit.
2. Ibadah
Rasulullah juga menjadi teladan dalam beribadah. Ibadah yang dilakukan tanpa ilmu atau landasan dapat berujung sia-sia dan tidak diterima oleh Allah Swt. Jenis ibadah dapat dibagai menjadi sebagai berikut:
- Ibadah mahdhah (penghambaan langsung hamba kepada Rabb-nya) Sebagai pemimpin umat, kepala keluarga, serta pebisnis, Rasulullah tetap memiliki waktu “berdua” bersama Allah seperti saat shalat malam. Banyaknya sunnah-sunnah yang dilakukan oleh Rasulullah dapat kita tiru untuk mencari ridho Allah.
- Ibadah ghoiru mahdhah (saat berinteraksi dengan manusia lainnya/muamalah).
Rasulullah dikenal sebagai pedagang jujur dan bahkan memiliki gelar sebagai Al-Amin (yang dapat dipercaya) sejak jauh sebelum beliau diangkat menjadi nabi. Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah memiliki akhlak yang baik saat bermuamalah atau berinteraksi dengan manusia lainnya.
3. Akhlak/adab yang baik.
Rasulullah sangat lembut, penyayang, dan menghargai setiap orang, bahkan para sahabat merasa memiliki hubungan istimewa dengan beliau. Salah satu kisah yang terkenal adalah kisah Amr bin Al-Ash, seorang sahabat yang pernah merasa sangat disayangi oleh Rasulullah saw.
Amr bin Al-Ash radhiyallahu ‘anhu menceritakan bahwa suatu hari ia mendatangi Rasulullah dan bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling engkau cintai?” Rasulullah saw. menjawab, “Aisyah.”
Amr bin Al-Ash kemudian bertanya lagi, “Kalau dari kalangan laki-laki?” Rasulullah SAW menjawab, “Ayahnya Aisyah (yaitu Abu Bakar).” Amr lalu bertanya lagi, “Lalu siapa lagi setelahnya?” Rasulullah menjawab, “Umar.”
Amr melanjutkan pertanyaannya, “Kemudian siapa lagi?” Rasulullah menjawab, “Kemudian Utsman.”
Merasa bahwa namanya belum kunjung disebut, Amr bin Al-Ash berhenti bertanya. Ia menyadari bahwa cintanya Rasulullah kepada para sahabat tidak hanya terbatas pada satu atau dua orang, tetapi meluas kepada banyak orang. Meski begitu, ia tetap merasa dihargai, karena Rasulullah memperlakukannya dengan kebaikan dan perhatian yang membuat Amr merasa sangat dicintai.
Metode Nabi dalam mendidik umat, jika mengacu pada Q.S. Al-Jumu’ah ayat 2, yaitu membacakan ayat-ayat-Nya (tilawah), menyucikan jiwa (tazkiyah), serta mengajarkan Al-Qur’an dan sunnah (ta’lim).
Ketiga hal ini sangat mungkin diaplikasikan kepada keluarga sebagai bentuk tanggung jawab kepala keluarga dalam mendidik keluarganya. Hendaknya tiap keluarga memiliki waktu spesifik untuk bersama membaca ayat-ayat-Nya, menyucikan jiwa bersama (salah satunya dengan cara beribadah rutin berjamaah), serta belajar-mengajar ayat Al-Qur’an serta sunnah.
Sebagai bentuk kecintaan kita terhadap Nabi Muhammad dan berbahagia dengan kelahirannya, maka kita harus mengikuti adab-adab Rasulullah, di antaranya menjadi pedagang jujur, menjadi pejabat yang amanah, serta senantiasan bekerja dengan baik karena menyadari bahwa kita selalu diawasi oleh Allah.
Di samping itu, umat perlu mengenali Rasulullah dengan cara memelajari adab-adab keseharian Rasulullah. Adab sebagai orang tua dan sebagai suami kepada istri, misalnya. Hal ini dapat dilihat dengan adanya hadist riwayat at-Tirmidzi dan ad-Darimi, yang artinya “Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik (budi pekertinya) terhadap keluarganya. Dan aku adalah yang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku.”
Adab keseharian, seperti bangun tidur, berhadast, makan, dan lainnya. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya sunnah yang dicontohkan Nabi untuk aktivitas keseharian, seperti urutan memotong kuku, anjuran menebah kasur sebelum itidur, arah saat berhadast, dan lainnya.
Adab lainnya yang juga patut diikuti seperti adab sebagai pemimpin, tetangga, serta dimensi-dimensi lain di kehidupan kita. Dengan mengikuti adab Rasulullah, insyaAllah keberkahan akan meliputi setiap Langkah di keseharian kita. (DIL)