Search
Search

Sertifikasi Halal untuk Bakso Gerobak, Wajibkah? 

Meatball
Semakin banyak konsumen mempertanyakan kehalalan makanan yang mereka konsumsi, termasuk dari pedagang kecil seperti bakso gerobak keliling. Bagi sebagian pelaku usaha, pertanyaan ini menimbulkan kekhawatiran. Apakah usaha sekecil itu harus disertifikasi halal? Bagaimana prosedurnya? Apakah bisa lewat jalur gratis?

Seiring meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya produk halal, para pelaku usaha makanan pun mulai merasakan dampaknya. Salah satunya adalah seorang pedagang bakso gerobak keliling di wilayah Bekasi yang mengaku usahanya kini mulai ramai pembeli. Beberapa pelanggan bahkan sudah mulai menanyakan status kehalalan baksonya. Pertanyaan ini kemudian membuka kegelisahan yang juga dirasakan banyak pelaku UMK lainnya: apakah usaha kecil seperti miliknya perlu disertifikasi halal? Apakah prosesnya rumit dan mahal? Apakah bisa menggunakan jalur gratis seperti self-declare? 

Menanggapi hal tersebut, Dr. Ir. Sugiarto, M.Si., auditor senior dari Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) LPPOM memberikan penjelasan yang gamblang namun mudah dicerna. Menurutnya, dalam dunia sertifikasi halal, tidak semua produk memiliki tingkat risiko yang sama. Produk berbahan dasar daging seperti bakso termasuk dalam kategori bahan baku berisiko tinggi (high risk).  

Artinya, produk ini tidak bisa diajukan melalui jalur self-declare atau pernyataan halal mandiri yang hanya diperuntukkan bagi produk berisiko rendah seperti makanan kering non-hewani yang tidak memerlukan audit mendalam terhadap bahan dan proses produksinya. Karena mengandung daging, bakso membawa risiko kontaminasi najis atau unsur haram sehingga proses verifikasi kehalalannya harus dilakukan secara menyeluruh, mulai dari sumber bahan baku hingga dapur pengolahan. 

Salah satu kekhawatiran umum adalah kemungkinan diwajibkannya audit sampai ke Rumah Potong Hewan (RPH). Namun, dr. Sugiarto menenangkan, hal tersebut tidak selalu perlu dilakukan. Bila pedagang membeli daging langsung dari RPH yang sudah bersertifikat halal dan dapat menunjukkan bukti pembelian serta salinan sertifikat halalnya, maka proses audit cukup dilakukan sampai pada tahap itu. Audit hanya akan dilanjutkan sampai ke RPH jika bahan baku dibeli dari pasar atau pemasok tanpa informasi kehalalan yang memadai, karena auditor wajib memastikan bahwa seluruh rantai pasok benar-benar bebas dari unsur haram dan najis. 

Terkait kewajiban sertifikasi halal untuk usaha bakso gerobak, Dr. Sugiarto menjawab tegas bahwa usaha semacam ini pun wajib memiliki sertifikat halal. Ketentuan ini merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2024, yang menyatakan bahwa semua produk makanan dan minuman yang diedarkan serta diperjualbelikan di Indonesia wajib bersertifikat halal, kecuali produk yang secara eksplisit diharamkan—dan itu pun harus diberi label “tidak halal.” Artinya, tidak ada perbedaan antara usaha besar dan kecil dalam hal kewajiban sertifikasi. Selama produknya dikonsumsi masyarakat, status halalnya wajib dijamin. 

Lalu bagaimana jika pedagang memiliki beberapa gerobak yang beroperasi di berbagai lokasi? Dr. Sugiarto menjelaskan bahwa hal ini bergantung pada sistem operasional yang diterapkan. Jika masing-masing gerobak memiliki dapur, produksi, atau pemasok bahan baku yang berbeda, maka setiap unit usaha perlu dicantumkan secara jelas dalam cakupan sertifikasi atau disertifikasi secara terpisah. Namun, bila seluruh gerobak mengambil pasokan dari satu dapur pusat yang sama, maka proses sertifikasinya bisa dikelola secara kolektif dalam satu sistem. Pendekatan ini tentunya akan lebih efisien dan terjangkau bagi pelaku usaha. 

Di akhir penjelasannya, Dr. Sugiarto menegaskan bahwa sertifikasi halal bukan sekadar kepatuhan administratif, melainkan bentuk tanggung jawab moral terhadap konsumen. Ketika pelanggan bertanya tentang status halal suatu produk, itu merupakan tanda kepercayaan yang harus dijawab dengan komitmen dan bukti resmi. LPPOM dan lembaga terkait pun terus berupaya menghadirkan sistem yang lebih ramah UMK, baik dari sisi teknis, edukasi, maupun biaya. Sertifikasi halal adalah langkah strategis untuk memperluas pasar, meningkatkan kredibilitas, dan tentu saja, meraih keberkahan dalam usaha. 

Bagi para pedagang bakso keliling dan pelaku usaha mikro lainnya, kini adalah waktu yang tepat untuk melangkah lebih jauh. Kehalalan produk bukan hanya menjadi nilai tambah, tapi sudah menjadi standar kepercayaan konsumen. Dan dengan pendampingan serta informasi yang memadai, proses sertifikasi halal bisa dijalani dengan yakin dan optimis—bukan sebagai beban, melainkan sebagai bentuk tanggung jawab dan investasi masa depan. 

Oleh karenanya, LPH LPPOM senantiasa membuka ruang diskusi bagi setiap pelaku usaha yang produknya belum melakukan sertifikasi halal melalui layanan Customer Care pada Call Center 14056 atau WhatsApp 0811-1148-696. Selain itu, pelaku usaha juga dapat mendalami alur dan proses sertifikasi halal dengan mengikuti kelas Pengenalan Sertifikasi Halal (PSH) yang diselenggarakan secara rutin setiap pada minggu ke-2 dan ke-4 setiap bulannya https://halalmui.org/pengenalan-sertifikasi-halal/.      

Jadi, bagi Anda yang memiliki produk kemasan makanan dan minuman belum memiliki sertifikasi halal, segera pilih LPH LPPOM sebagai mitra Anda dalam proses sertifikasi halal. Anda juga dapat mengecek daftar produk bersertifikat halal yang diperiksa oleh LPH LPPOM melalui website www.halalmui.org, aplikasi Halal MUI yang dapat diunduh di Playstore, serta informasi secara menyeluruh pada website BPJPH https://bpjph.halal.go.id/. (YN) 

Source : https://halalmui.org/jurnal-halal/173/