Sertifikasi halal bukanlah suatu hal yang sulit, asalkan pelaku usaha memahami 11 kriteria Sistem Jaminan Halal (SJH) dan mengimplementasikannya dengan baik dan benar. Hal ini ditegaskan oleh Wakil Direktur LPPOM MUI, Ir. Osmena Gunawan, pada acara penyerahan sertifikat halal MUI beberapa waktu lalu.

“Apabila disiapkan sejak awal proses, apa pun produknya akan mudah mendapatkam sertifikat halal. Yang terpenting, luruskan niat bahwa memiliki sertifikat halal untuk meneteramkan batin umat,” ujar Osmena.

Salah satu cara mudah yang bisa ditempuh untuk sertifikasi halal adalah mencari semua bahan baku dengan supplier yang sudah bersertifikat halal. Selain itu, semua proses produksi harus sesuai dengan 11 kriteria SJH. Untuk memahami ini, LPPOM MUI menyarankan bagi seluruh pelaku usaha untuk mengikuti pelatihan.

Pada akhirnya, proses sertifikasi halal akan menjadi keuntungan terrsendiri bagi pelaku usaha. Untuk mendapatkan sertifikat halal, semua proses produksi baik bahan maupun dokumennya harus memiliki bukti tertulisnya, sehingga dapat dengan mudah untuk ditelusur (traceability). Dengan begitu, perusahaan harus setidaknya merapikan alur proses produknya, SOP, hingga pembukuan manajemen usaha. Alhasil, risiko untuk pelaku usaha dicurangi oleh supplier pun akan sangat kecil.

Misalnya, cara potong daging sampai dengan cara menyajikan daging hingga sampai ke tangan konsumen itu harus jelas. Ini memang proses yang detail sekali. Tak heran banyak orang mengatakan bahwa sertifikat halal seperti layaknya ISO+. Artinya, tak sekadar standar produknya seperti apa, tapi semua hal yang berkaitan dengan bahan produk tersebut harus dapat ditelusur.

“Pernah kami temukan, suatu perusahaan menggunakan bahan baku yang tidak sesuai dengan apa yang dipesan perusahaan kepada supplier-nya. Tentu ini tidak akan ketahuan apabila tidak ada pembukuan dan sistem kerja yang baik,” terang Osmena.

Selain itu, sertifikat halal bagi konsumen menjadi sebuah keunggulan tersendiri. Apalagi, kini konsumen muslim sudah mulai kritis terhadap kehalalan produk yang akan mereka konsumsi. Karena itu, keberadaan sertifikat halal akan menguatkan konsumen untuk membeli produk.

“Tak jarang, sebuah produk atau resto yang sudah bersertifikat halal semakin berkembang karena semakin banyaknya permintaan konsumen di berbagai daerah. Inilah yang sering kali tidak kita sadari,” ungkap Osmena.

Setelah mendapatkan sertifikat halal, hal yang menjadi tantangan selanjutnya bagi pelaku usaha adalah mempertahankan konsistensi implementasi SJH. Tentu tanggung jawab ini akan semakin berat karena proses produksi produk tidak lagi dipantau selama 24 jam oleh LPPOM MUI, melainkan diserahkan kepada tim halal perusahaan yang sudah dibentuk pada awal proses sertifikasi halal. 

Apabila perusahaan dapat mengantongi nilai SJH dengan skor A sebanyak tiga kali, maka perusahaan akan mendapatkan sertifikat Sistem Jaminan Halal. Artinya, perusahan tidak perlu diaudit lagi karena secara dokumen, kapan pun auditor halal datang sidak, semua dapat ditelusur dengan baik. (YN)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *