Search
Search

Restoran Halal Bukan Sekadar Label, Tapi Komitmen Total!

Restoran Halal Bukan Sekadar Label, Tapi Komitmen Total!

Sertifikat halal bukan hanya selembar kertas, melainkan hasil akhir dari sebuah komitmen panjang yang tercermin dalam penerapan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH). Dalam industri restoran, SJPH tidak hanya mencakup pemilihan bahan baku, tetapi juga proses produksi, penyimpanan, distribusi, hingga penyajian kepada konsumen.

Pernahkah melihat restoran yang memasang tulisan “halal” besar-besar di spanduk depan, tapi tanpa logo sertifikasi resmi? Hati-hati, bisa jadi itu hanya klaim sepihak! 

Di tengah geliat industri kuliner yang semakin variatif dan modern, masyarakat kini tak hanya menilai makanan dari rasa dan estetika, tetapi juga dari value—terutama kehalalan. Hal ini bukan sekadar tren, tapi refleksi dari meningkatnya kesadaran umat Islam sebagai mayoritas penduduk Indonesia terhadap apa yang mereka konsumsi. 

Lalu, sebenarnya seperti apa sih restoran halal itu? Apakah konsepnya sama seperti waralaba (franchise)? Dan sejauh mana tanggung jawab sebuah restoran jika ingin menyandang predikat “halal”? 

Direktur Utama Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM), Muti Arintawati, mengeaskan bahwa kehalalan suatu produk makanan tidak bisa hanya diklaim oleh pemilik usaha. “Dengan adanya sertifikat halal, artinya perusahaan telah melalui serangkaian proses yang mampu menjamin produknya halal,” tegasnya. Sertifikat halal bukan hanya selembar kertas, melainkan hasil akhir dari sebuah komitmen panjang yang tercermin dalam penerapan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH).  

Dalam industri restoran, SJPH tidak hanya mencakup pemilihan bahan baku, tetapi juga proses produksi, penyimpanan, distribusi, hingga penyajian kepada konsumen. Keberadaan SJPH di restoran bertujuan untuk memberikan jaminan kepada konsumen Muslim bahwa makanan dan minuman yang mereka konsumsi telah melalui proses yang sesuai dengan ketentuan halal. Dengan adanya sistem ini, restoran dapat meningkatkan kepercayaan pelanggan serta memperluas pasar bagi masyarakat yang menjadikan kehalalan sebagai pertimbangan utama dalam memilih tempat makan. 

Ruang Lingkup Halal pada Industri Restoran mencakup aspek pemilihan bahan baku, proses pengolahan, penyimpanan, dan penyajian. Penerapan SJPH dalam industri restoran mengacu pada Keputusan Kepala BPJPH No. 78 Tahun 2023 tentang Pedoman Sertifikasi Halal Makanan dan Minuman dengan Pengolahan. Standar ini mencakup beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh Industri Restoran, meliputi: 

1. Komitmen dan Tanggung Jawab 

Manajemen restoran atau pelaku usaha wajib menunjukkan komitmen dalam menerapkan SJPH dan memastikan bahwa seluruh operasional bisnisnya mematuhi standar halal. Komitmen tersebut wajib dilaksanakan pelaku usaha dengan menetapkan kebijakan halal yang jelas dan melakukan evaluasi berkala untuk perbaikannya.  

Pelaku usaha wajib melakukan sosialisasi kebijakan halal ke seluruh unit usaha, termasuk kantor pusat, gudang, dapur, cabang, dan outlet. Selain itu, pelaku usaha wajib memastikan seluruh unit usaha memiliki standar yang sama dalam menerapkan SJPH. Pelaku usaha juga wajib melakukan pelatihan bagi karyawan untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang konsep halal. 

2. Bahan 

Setiap bahan yang digunakan dalam produksi makanan dan minuman harus memenuhi standar kehalalan yang ditetapkan. Kriteria ini mencakup penggunaan bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong, dan bahan olahan. Selain itu, produk buatan pabrik (seperti softdrink) dan barang titipan (seperti kue basah, kacang, kerupuk) yang akan dijual juga sebagai produk harus dudaftarkan sebagai bahan. Pelaku usaha harus memastikan konsistensi penggunaan bahan harus sama dengan yang digunakan dalam pengusulan sertifikat halal. Selain itu, pelaku usaha harus melaporkan perubahan bahan kepada BPJPH guna memastikan kesesuaian dengan standar kehalalan yang ditetapkan. 

3. Proses Produk Halal 

Pelaku usaha harus memenuhi kriteria Proses Produk Halal (PPH) yang mencakup a) Lokasi, tempat, dan alat, b) peralatan dan perangkat PPH, c) prosedur PPH. Pelaku usaha harus memastikan PPH memenuhi kriteria yang telah ditentukan di setiap unit usaha gudang, dapur, cabang dan outlet. Pelaku usaha wajib memisahkan lokasi, tempat dan alat PPH dengan proses produk yang tidak halal di setiap dapur, gudang, cabang, dan outlet, atau lokasi sejenisnya mencakup penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan dan penyajian.  

Termasuk lokasi dan alat pengolahan yang menggunakan jasa pihak ketiga. Pihak ketiga tersebut wajib memenuhi standar halal fasilitas/ jasa pengolahan dan perlu dilakukan perpanjian komitmen sewaktu (sesuai kontak kerja sama) untuk menjadi kualitas SJPH dilokasi, tempat, dan alat yang digunakan. Selain itu, pelaku usaha wajib memastikan tersedianya prosedur dan implementasi di setiap dapur, gudang, cabang dan outlet. Prosedur juga harus mencakup boleh tidaknya petty cash untuk membeli bahan yang sudah habis, serta aturan terkait konsumsi karyawan. 

4. Produk 

Produk yang dihasilkan restoran harus memenuhi standar halal yang ditetapkan, meliputi: Produk yang dikemas atau dikemas ulang harus sesuai dengan isi dan memiliki sertifikat halal. Produk titipan (seperti kue, kacang dan kerupuk) serta produk kemasan pabrik (seperti soft drink) perlu didaftarkan sertifikasi untuk memudahkan ketelusuran. Label halal wajib dicantumkan pada produk, kecuali untuk makanan yang langsung disajikan di piring (atau wadah sejenis), produk yang dikemas dihadapan pembeli, dan produk yang terlalu kecil untuk ditempeli label halal. Identifikasi dan penelusuran produk halal harus dilakukan di seluruh unit usaha. 

5. Pemantauan dan Evaluasi  

Untuk memastikan konsistensi dalam penerapan SJPH, restoran wajib melakukan audit internal secara berkala minimal satu kali dalam setahun. Selain itu, pelaku usaha juga diwajibkan memiliki dan mengimplementasikan prosedur audit internal guna memastikan kepatuhan terhadap SJPH, melaporkan hasil audit internal secara lengkap untuk setiap unit usaha, serta melaporkan daftar komposisi bahan serta proses produksi halal kepada BPJPH setiap enam bulan sekali. Apabila terdapat perpindahan, pengurangan, dan penambahan entitas usaha, pelaku usaha perlu melakukan pemberitahukan kepada BPJPH khususnya jika dapat mempengaruhi implementasi SJPH. 

Khusus untuk Waralaba/Franchise penyedian makanan dan minuman dengan pengolahan, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan. Perjanjian antara pemberi dan penerima waralaba perlu memuat pelaksanaan SJPH, khususnya komitmen dan tanggungjawab untuk memenuhi kriteria SJPH.  

Penerima waralaba atau penerima waralaba lanjutan wajib mematuhi perjanjian mengenai pelaksanaan SJPH. Jika tidak dapat memenuhi ketentuan tersebut, maka mereka tidak berhak menggunakan Sertifikat Halal yang telah diperoleh oleh pemberi waralaba atau pemberi waralaba lanjutan.  

Akibatnya, mereka juga tidak diperbolehkan mencantumkan label halal pada produk atau layanan yang ditawarkan. Waralaba di bidang makanan dan minuman yang belum mengajukan Sertifikat Halal diwajibkan untuk segera mengajukan permohonan sertifikasi. Dalam proses pengajuan ini, diperlukan koordinasi dan kerja sama antara pemberi waralaba dan penerima waralaba agar sertifikasi dapat diperoleh sesuai dengan ketentuan yang berlaku.  

Masa berlaku Sertifikat Halal dan jangka waktu perjanjian waralaba merupakan satu kesatuan. Ketika perjanjian waralaba berakhir, maka hak penerima waralaba untuk menggunakan Sertifikat Halal juga otomatis berakhir. Hal ini menegaskan bahwa kepatuhan terhadap SJPH harus terus dijaga sepanjang masa berlaku perjanjian waralaba. 

Restoran bersertifikat halal memiliki peluang besar untuk berkembang dalam industri kuliner yang terus bertumbuh. Namun, pelaku usaha harus dapat mengatasi berbagai tantangan yang ada dengan strategi yang tepat, seperti edukasi tentang pentingnya sertifikasi halal, optimalisasi biaya operasional, serta inovasi dalam pemasaran. Dengan pendekatan yang baik, restoran bersertifikat halal dapat bersaing secara kompetitif dan terus berkembang dalam memenuhi kebutuhan konsumen Muslim yang semakin selektif terhadap makanan halal. (Rina/FM)