Sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim, Indonesia sudah seharusnya menjadi sentra perkembangan ekonomi syariah di dunia. Potensi menuju ke sana sudah ada, mulai dari sertifikasi halal, kepedulian terhadap produk ramah muslim, pelayanan yang memudahkan Muslim menjalankan keyakinannya, dan banyak lagi. 

Strategi untuk mencapai visi Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah terkemuka dunia salah satunya dengan penguatan rantai nilai halal (halal value chain). Di dalamnya terdapat sejumlah industri yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat muslim yang terbagi menjadi beberapa klaster, yakni makanan dan minuman halal, pariwisata halal, fesyen muslim, media dan rekreasi halal, farmasi dan kosmetik halal, serta energi terbarukan.

Pada kluster pertama, yaitu pengembangan industri makanan dan minuman halal di Indonesia membutuhkan rantai yang dapat menggambarkan peta peluang dan tantangan dalam industri. Beberapa faktor yang yang berperan penting dalam integrasi rantai makanan dan minuman halal, adalah sebagai berikut:

1. Kehalalan makanan dan minuman

Dalam konteks industri makanan dan minuman halal, nilai kehalalan suatu produk harus terjaga mulai bahan baku hingga produk jadi yang siap konsumsi.

Penerapan manajemen rantai nilai halal sangat diperlukan untuk menjamin kualitas kehalalan produk dan jasa. Penanganan produk harus berbeda dan terpisahkan antara yang halal dengan tidak halal. Prosesnya harus berlangsung dari hulu hingga hilir, sehingga masyarakat dapat dengan mudah membedakan keduanya.

2. Pemenuhan standar mutu

Dengan rantai nilai halal ini, maka harapan akan standar mutu, kualitas, pelayanan produk dan jasa halal menjadi kenyataan. Semuanya terintegrasi mulai dari input, produksi, distribusi, pemasaran, dan komsumsi. 

Produk makanan dalam inputnya harus terjamin halalnya mulai dari saat diternak, pakan ternak, pupuk dan bahan kimia yang digunakan harus halal. Nilai kehalalan produk juga harus tetap terjaga saat dalam proses pengolahan bahan baku sampai kepada hasil akhir produk.

3. Distribusi dan pemasaran

Proses dan pendistribusian produk makanan dan minuman halal juga harus terjamin di dalam pergudangan, pengepakan, ruang pendinginan, dan pengolahan. 

Setelah itu dalam pemasaran harus menunjukkan nilai syariah, mulai dibawa ke supermarket, toko grosir, hingga sampai ke konsumen di restoran, hotel, dan rumah makan. Produk tadi tidak boleh bercampur dengan makanan tidak halal.

4. Keuangan syariah

Selanjutnya, sebagai bentuk pengembangan yang utuh dalam menjaga nilai halal dan terintegritas, pembiayaannya harus menggunakan keuangan syariah. Asuransinya juga syariah untuk meminimalisasi risiko usaha. (*)

Sumber: Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *