Bogor – Berdasarkan hasil kajian dokumen yang dilakukan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) terhadap penggunaan bahan asal babi pada proses pembuatan COVID-19 AstraZeneca yang diproduksi oleh SK Biosicience Co. Ltd., Korea, disimpulkan bahwa vaksin ini menggunakan tripsin asal babi pada proses pembuatannya. Meski demikian, Fatwa MUI No. 14 tahun 2021 tetap membolehkan penggunaannya dgn alasan darurat.

Kajian Vaksin AstraZeneca ini didasarkan Pendaftaran  Astra Zeneca  melalui sistem CEROL-SS23000 dengan nomer registrasi 76579 pada tanggal 19 Februari 2021 oleh PT. Bio Farma (Persero) yang ditunjuk sebagai distributor untuk pengadaan vaksin AstraZeneca.

Pada proses kajian Vaksin AstraZeneca ini, LPPOM MUI menugaskan dua orang Lead Auditor Bidang Obat dan Vaksin dengan bidang keahlian Bioprocess Engineering dan Industrial Microbiology untuk melakukan  audit di BPOM dalam rangka mengkaji bahan dan proses pembuatan vaksin AstraZeneca.

Proses ini dilakukan melalui dokumen dossier vaksin AstraZeneca yang dikirimkan oleh WHO ke  BPOM. Data ini dikirim WHO karena pengadaan vaksin ini melalui jalur multilateral.

Selanjutnya, auditor kemudian melakukan kajian publikasi ilmiah AstraZeneca yang dapat diakses melalui web dengan judul : Assessment report COVID-19 Vaccine AstraZeneca Commonname: COVID-19 Vaccine (ChAdOx1-S [recombinant]) Procedure No.EMEA/H/C/005675/000, 29 January 2021 EMA/94907/2021,  Committee for Medicinal Products for HumanUse (CHMP). Dari sinilah auditor LPPOM MUI melanjutkan penelusuran media yang digunakan pada publikasi tersebut melalui web.

Hasil dari proses kajian Vaksin AstraZeneca tersebut, LPPOM MUI menemukan hasil sebagai berikut:

1. Produksi vaksin terdiri dari penyiapan sel inang HEK 293, pengembangan inokulum bibit vaksin rekombinan (ChAdOx1-S [recombinant]), penyiapan media produksi vaksin, produksi vaksin menggunakan  inokulum bibit vaksin ChAdOx1-S [recombinant] pada sel inang HEK 293 pada media steril, proses pemisahan serta pemurnian produk bulk vaksin, formulasi vaksin dengan penambahan eksipien, filtrasi secara aseptis serta pengisian ke dalam ampul.

2. Terdapat penggunaan bahan asal babi :

 a)   Pada tahap penyiapan inang virus terdapat penggunaan bahan dari babi berupa tripsin yang berasal dari pankreas babi.  Bahan ini digunakan untuk memisahkan sel inang dari microcarrier-nya. 

b)    Pada penyiapan bibit vaksin rekombinan (Research Virus Seed) hingga siap digunakan untuk produksi (tahap master seed dan working seed)   terdapat penggunaan tripsin dari babi sebagai salah satu komponen pada media yang digunakan untuk menumbuhkan E.coli dengan tujuan meregenerasi transfeksi plasmid p5713 p-DEST ChAdOx1 nCov-19.

Kedua informasi tersebut tercantum dalam dossier yang dikaji pada Table 2. Materials of Animal Origin Used in Non-GMP Host Cell Line Culture and Banking (ada keterangan bahwa : trypsin purified from porcine pancreas) dan Table 3. Materials of Animal Origin Used in Pre-GMP Virus Seed Development (ada keterangan yang menyebutkan : LB Broth containing bovine peptone and porcine enzyme).

Selain itu penelusuran informasi atas data publikasi ilmiah menunjukkan informasi yang sama (data penelusuran terlampir).

Dengan adanya kajian AstraZeneca seperti tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan fatwa MUI penggunaan bahan asal babi pada tahap proses produksi manapun tidak diperbolehkan.  Dengan demikian  proses audit tidak dilanjutkan ke pabrik. Laporan hasil kajian langsung diserahkan ke Komisi Fatwa MUI untuk ditetapkan status halal-haramnya.

Untuk penjelasan selengkapnya, dapat diunduh disini. (*)

Bogor, 21 Maret 2021

Direktur Eksekutif LPPOM MUI

MUTI ARINTAWATI

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.

//
Assalamu'alaikum, Selamat datang di pelayanan Customer Care LPPOM
👋 Apa ada yang bisa kami bantu?