Pertama kali berdiri pada 2009, kegiatan-kegiatan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM MUI) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) terbilang kurang tertangani. Boleh dikata, yang relatif berjalan normal saat itu hanya para auditor bersama tenaga administratif. Tak heran, perkembangan LPPOM MUI pada saat awal itu relatif sangat lambat, meskipun selalu juga didorong oleh para pimpinan MUI Kalsel.

Karena kondisi yang demikian, maka pada 2015, pimpinan dan pengurus MUI Kalsel bersama pimpinan dan pengurus LPPOM MUI Kalsel berembug. Hasil musyawarah itu menetapkan Udiantoro, SP., M.Si. menjadi Direktur LPPOM MUI Provinsi Kalimantan Selatan untuk melanjutkan periode kepengurusan 2015-2017. Kepercayaan untuk memimpin lembaga umat ini diberikan karena kiprah yang dilakoni, dan sesuai dengan acuan SK No. 131 MUI tentang Kriteria dan Persyaratan bagi Pimpinan LPPOM MUI. Udiantoro memang aktif sejak awal menggerakkan kiprah LPPOM MUI Kalsel, sehingga dianggap memenuhi kriteria serta persyaratan yang ditentukan itu.

Selain di LPPOM MUI, lulusan S-2 Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) pada 1999 ini juga aktif mengajar di Teknologi Industri Pertanian, Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Dengan aktivitasnya yang luas itu, maka pimpinan LPPOM MUI Kalsel ini dapat mengembangkan serta merekrut tenaga-tenaga auditor halal dengan beragam keahlian. Dari tiga orang auditor halal yang aktif berkiprah di lembaga umat ini pada masa awal kepemimpinan Udiantoro, kini jumlah itu telah berkembang menjadi 13 auditor halal yang berasal dari beberapa Perguruan Tinggi di Kalimantan Selatan. Kapasitas keahlian para auditor halal yang direkrut diantaranya dari Teknologi Industri Pertanian, dokter hewan, kimia, farmasi, biologi, juga dari Balai Besar POM Kalsel.

Meningkatnya rekrutmen auditor halal ini karena kebutuhan untuk proses sertifikasi halal juga meningkat signifikan. Perusahaan produsen pangan yang mengajukan permohonan sertifikasi halal meningkat pesat sampai mencapai 25 sampai 30 perusahaan lokal setiap bulannya. Belum lagi tugas untuk mendampingi auditor halal pusat yang melakukan audit terhadap perusahaan-perusahaan setempat yang mengajukan proses sertifikasi halal langsung ke LPPOM MUI Pusat. Sebab perusahaan produsen pangan itu termasuk perusahaan tingkat nasional yang proses sertifikasi halalnya dilakukan oleh LPPOM MUI Pusat, sedangkan LPPOM MUI tingkat Provinsi Kalsel hanya mendampinginya saja. Hingga kini, rata-rata 250 sampai 300 perusahaan disertifikasi halal oleh  LPPOM MUI Kalsel setiap tahunnya.

Dukungan Dana Pemerintah Daerah

Memang diakui, dukungan Pemerintah Provinsi kepada LPPOM MUI Kalsel secara kelembagaan tidak signifikan. Tetapi dukungan dalam proses sertifikasi halal terasa sangat kuat. Apabila ada pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengan (UMKM) yang mengajukan permohonan untuk proses sertifikasi halal, maka pemerintah Provinsi Kalsel mendukung dalam pendanaannya, diantaranya melalui Dinas Perindustrian, Dinas Koperasi, juga oleh Kementerian Agama.

Selain itu, dari sejumlah sepuluh kota/kabupaten di Provinsi Kalsel, sekitar delapan pemerintah kota dan/atau kabupaten di Kalsel telah memfasilitasi proses sertifikasi halal yang diajukan oleh UMKM di wilayahnya masing-masing. Diantaranya adalah pemerintah Kota Banjarmasin, Kota Banjar Baru, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Balangan, dan Kabupaten Tabalong.

Pada tahun 2017 lalu, Pemerintah Provinsi Kalsel telah mendukung dan mengalokasikan dana untuk proses sertifikasi halal bagi sekitar 40 pelaku UMKM, sedangkan pemerintah kota Banjar Baru memberikan bantuan pendanaan untuk proses sertifikasi halal bagi 80 UMKM. Pemerintah Kota Banjarmasin sendiri mengalokasikan dana untuk proses sertifikasi halal bagi 10 UMKM. Selain itu, pemerintah Kabupaten Balangan membantu untuk 5 UMKM, dan Tanah Bumbu 3 UMKM.

Dari data yang dikemukakan itu tampak, sekitar 60 persen proses sertifikasi halal untuk UMKM didanai oleh pemerintah Provinsi maupun pemerintah kota/kabupaten di Provinsi Kalsel setiap tahunnya, melalui alokasi anggaran di APBD. Dan sisanya sekitar 40 persen perusahaan mengajukan proses sertifikasi halal dengan biaya mandiri.

Dengan data-data tersebut tampak, peran pemerintah daerah sangat signifikan dan amat mendukung proses sertifikasi halal yang dilakukan oleh LPPOM MUI Kalsel. Dan tren ini terus meningkat waktu ke waktu. Beberapa kota maupun kabupaten di Kalsel yang sebelumnya tidak mengalokasikan dana untuk proses sertifikasi halal bagi para UMKM, kemudian mengalokasikannya di dalam APBD-nya masing-masing. Dan alokasi pendanaan itu juga tampak terus meningkat setiap tahunnya. Sehingga lebih banyak lagi UMKM yang mengajukan dan mengikuti proses sertifikasi halal.

Kendala yang Dihadapi

Memang, dari pengamatan kami, para pengusaha UMKM itu sebenarnya juga sangat ingin agar produk yang dihasilkannya mendapat sertifikat halal dari MUI, tetapi karena terkendala masalah dana, sehingga mereka pun merasa kesulitan. Apalagi skala usaha dan produksi yang mereka hasilkan relatif masih sangat kecil. Sehingga alokasi dana untuk proses sertifikasi halal terasa sangat memberatkan. Dalam hal ini, dukungan pemerintah daerah yang mengalokasikan anggaran untuk proses sertifikasi halal bagi para pengusaha UMKM merupakan solusi yang jelas sangat dibutuhkan.

Selain itu, terkait masalah pendanaan ini juga, lokasi perusahaan-perusahaan UMKM itu tersebar di kota-kabupaten se-Kalsel dengan jarak yang relatif berjauhan, sementara sarana transportasi juga sangat terbatas. Apalagi kalau harus menjangkau lokasi usaha UMKM di beberapa kabupaten dengan pulau-pulau yang terpencil, menghadapi gelombang laut yang menantang. Tingkat kesulitan pun menjadi berlipat-lipat. Sehingga tentu dibutuhkan biaya ekstra dan waktu tempuh perjalanan untuk menjangkau lokasi usaha yang akan diaudit. Dari sisi ini, para auditor halal LPPOM MUI Kalsel merasakan kendala yang tersendiri. Tetapi dengan motivasi dakwah halal, serta untuk melindungi umat dari produk-produk konsumsi yang tidak jelas kehalalannya, maka pengorbanan para auditor halal LPPOM MUI itu tentu harus diapresiasi tinggi.

“Kami sebagai pimpinan LPPOM MUI mengakui, bagi para auditor itu, dakwah halal dengan program-program sertifikasi halal, edukasi maupun berbagai training halal merupakan bagian dari lahan perjuangan yang menuntut pengorbanan. Sementara untuk penghidupan, mereka relatif telah memiliki sumber dari bidang lain yang telah dijalani. Seperti dengan mengajar di perguruan tinggi, berkiprah di lembaga pemerintah dan usaha-usaha mandiri lainnya,” tuturnya menjelaskan.

Mempersiapkan Diri

Ke depannya, dengan pemberlakuan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH), dimana ketentuan halal menjadi mandatory, maka LPPOM MUI Provinsi Kalsel khususnya, tentu harus mempersiapkan diri untuk menghadapi tugas, terutama di bidang sertifikasi halal dan edukasi halal maupun training-training, yang semakin banyak dan berat. Untuk itu tentu dituntut pula penataan organisasi dan pengembangan SDM yang selaras guna memenuhi kebutuhan tersebut. Namun berkenaan dengan hal ini, lagi-lagi menghadapi semacam dilema, sebagai kendala konvensional terkait pendanaan maupun tenaga pelaksana yang mumpuni. Karena peningkatan kapasitas kinerja kelembagaan niscaya menuntut adanya peningkatan fasilitas, sementara untuk meningkatkan fasilitas, tentu dibutuhkan peningkatan kapasitas yang mumpuni.

“Bagaimana pun juga kondisi yang dihadapi, kami tetap optimis. Secara kelembagaan, LPPOM MUI jelas sangat dibutuhkan umat, dan dengan demikian tentu akan dapat dikembangkan lebih lanjut. Dan dari pengalaman memimpin lembaga umat ini, LPPOM MUI insya Allah siap untuk mengimplementasikan ketentuan halal yang telah ditetapkan di dalam UU JPH,” ujarnya mantap. (USM)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.

//
Assalamu'alaikum, Selamat datang di pelayanan Customer Care LPPOM
👋 Apa ada yang bisa kami bantu?