Oleh: Rina Maulidiyah, STP
Pernahkah Anda membayangkan, di balik semangkuk bakso hangat atau sepiring sosis lezat yang Anda nikmati, ada proses panjang yang menyangkut bukan hanya rasa dan kualitas, tapi juga status kehalalan yang ketat? Salah satu titik kritis dalam industri pengolahan daging yang sering luput dari perhatian adalah mesin penggiling daging.
Mesin ini, yang bertugas menghaluskan daging sebelum diolah lebih lanjut, bisa menjadi ‘penentu nasib’ kehalalan sebuah produk. Sekali saja mesin ini terkontaminasi bahan haram—seperti daging babi—atau tidak dicuci sesuai aturan, maka seluruh produk yang digiling di dalamnya bisa beralih status dari halal menjadi tidak halal. Ironisnya, kontaminasi ini sering tak kasat mata, namun dampaknya luar biasa besar, terutama bagi konsumen Muslim yang menjunjung tinggi nilai kehalalan.
Mengenal Mesin Penggiling Daging: Dari Dapur Rumah hingga Skala Industri
Penggilingan daging bukan cuma urusan rumah tangga. Di balik industri bakso, sosis, nugget, hingga kaldu, ada berbagai jenis mesin penggiling daging yang digunakan sesuai dengan skala produksi dan tujuan akhir. Yuk, kita berkenalan satu per satu.
1. Blender & Food Processor
Untuk ibu rumah tangga atau pelaku usaha kuliner rumahan, blender dan food processor menjadi andalan. Keduanya cocok untuk menggiling daging dalam jumlah kecil. Meskipun hasilnya tidak sehalus mesin industri, cukup untuk membuat bakso rumahan atau nugget anak-anak.
2. Meat Grinder
Inilah mesin penggiling daging ‘sesungguhnya’. Ada yang manual, ada yang listrik, bahkan yang berkapasitas industri. Mesin ini mampu menggiling daging dalam jumlah besar dengan hasil potongan yang konsisten. Di skala industri, meat grinder seringkali dilengkapi dengan sistem otomatis yang dapat langsung memasukkan hasil gilingan ke dalam casing sosis, misalnya.
3. Bowl Cutter
Ini adalah ‘raja’ penggiling daging di industri besar. Mesin ini bisa menggiling hingga sangat halus sambil mencampur bumbu dan bahan tambahan lainnya. Dengan kecepatan putaran tinggi dan teknologi modern, bowl cutter menghasilkan adonan daging yang sangat homogen—sangat pas untuk produk premium seperti bakso super halus atau sosis khas Jerman.
Persyaratan Halal Penggilingan Daging
Memastikan mesin bersih ternyata tak cukup. Dalam perspektif halal, kebersihan harus ditinjau dari sudut pandang syariat. Ada peralatan yang, walaupun tampak bersih, dianggap najis jika sebelumnya bersentuhan dengan bahan haram dan tidak dibersihkan sesuai prosedur sertu, yakni yaitu pencucian sebanyak tujuh kali dengan salah satu pencucian menggunakan tanah yang suci atau bahan pengganti yang memiliki daya pembersih setara.
Dalam industri pengolahan daging, mesin penggiling adalah salah satu titik kritis karena kontak langsung dengan bahan utama. Jika mesin ini pernah digunakan untuk menggiling daging babi atau daging dari hewan yang tidak disembelih secara syar’i, maka seluruh sistem harus dibersihkan dengan prosedur yang ketat.
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) mewajibkan implementasi Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) pada penggilingan untuk menjamin mesin penggiling layak digunakan dalam proses halal. Beberapa poin yang perlu menjadi perhatian dalam konteks jasa penggilingan, di antaranya:
- Bahan Daging yang Digunakan Harus Bersertifikat Halal
Setiap daging yang akan digiling wajib berasal dari pemasok yang telah memiliki sertifikat halal. Pelaku usaha harus melakukan verifikasi atas label kemasan dan sertifikat halal resmi sebelum menerima bahan baku untuk diproses. Praktik ini bertujuan untuk memastikan bahwa tidak ada daging dari hewan yang disembelih secara tidak syar’i ataupun dari hewan haram seperti babi yang masuk ke dalam mesin penggilingan.
- Peralatan Produksi Harus Khusus dan Terpisah
Dalam proses penggilingan, mesin penggiling daging harus dipastikan tidak digunakan untuk menggiling bahan haram, seperti babi, dan tidak tercemar najis. Jika sebelumnya mesin penggiling pernah digunakan menangani daging non-halal, maka Pelaku Usaha wajib memastikan bahwa seluruh prosedur pencucian terhadap kontaminasi najis mughallazah dalam jalur produksi halal dilakukan sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Najis mughallazah, seperti babi dan turunannya, hanya dapat disucikan melalui proses sertu. Dalam konteks industri, proses sertu harus dilakukan secara sistematis dan terdokumentasi, mencakup identifikasi peralatan yang terkontaminasi, metode pembersihan, bahan pembersih yang digunakan, serta pengawasan mutu hasil pencucian. Untuk selanjutnya, jika mesing penggilingan tersebut ingin disertifikasi halal, maka tidak diperkenankan lagi menangani babi.
- Pelaku Usaha Memiliki Prosedur Pembersihan
Mesin penggilingan daging harus dibersihkan secara menyeluruh sesuai petunjuk pabrik, dengan cara membongkar seluruh bagian alat kemudian mencucinya menggunakan air dan bahan pencuci yang bebas najis. Pembersihan dapat memenuhi persyaratan jika melalui proses yang benar dan bahan pencuci yang bebas najis.
Proses pembersihan sesuai dengan kategori najisnya. Untuk persyaratan bahan pencuci wajib bebas najis sehingga dapat mensucikan peralatan. Pada beberapa kasus, jika pembersihan menggunakan air akan merusak mesin, maka pembersihan dapat dilakukan dengan menggunakan selain air selama bahan tersebut suci, dan bekas najis berupa bau, rasa dan warna telah hilang.
Setelah dibersihkan, tidak boleh ada jejak bahan dari proses sebelumnya. Pelaku Usaha harus melakukan validasi pasca pembersihan berupa uji visual atau bahkan uji laboratorium jika untuk memastikan mesin benar-benar bebas dari kontaminasi. Jika menggunakan swab test, maka Pelaku Usaha harus memperhatikan metode yang digunakan dan sumber media bukan berasal dari dari babi.
- Pelaku Usaha Mendokumentasikan Bukti Pembersihan
Pelaku usaha harus mendokumentasikan pembersihan mesin dengan jelas, mencakup frekuensi pembersihan (misalnya, setelah setiap batch produksi), metode dan bahan pembersih yang digunakan, petugas yang bertanggung jawab. Seluruh proses pembersihan harus didokumentasikan sebagai bagian dari pemenuhan sistem Sistem Jaminan Produk Halal.
Tantangan di Lapangan: Banyak yang Belum Siap
Meskipun regulasi tentang kehalalan produk daging sudah cukup jelas, kenyataan di lapangan tidak semudah teori di atas kertas. Banyak pelaku usaha, terutama yang berada di sektor jasa penggilingan tradisional, belum sepenuhnya memahami, apalagi menerapkan prinsip-prinsip halal dalam operasional mereka.
Fakta ini diperkuat oleh sebuah survei di Yogyakarta yang mengungkap bahwa beberapa jasa penggilingan daging bahkan tidak menolak saat diminta menggiling daging babi. Kondisi semacam ini tentu memprihatinkan dan menunjukkan adanya celah besar antara regulasi dan praktik.
Salah satu penyebab utamanya adalah rendahnya edukasi di kalangan pelaku usaha mikro dan kecil. Banyak dari mereka belum menyadari bahwa layanan penggilingan daging termasuk dalam kategori usaha yang wajib tersertifikasi halal. Mereka cenderung menganggap bahwa kehalalan adalah tanggung jawab pelanggan, bukan penyedia jasa.
Selain itu, proses sertifikasi halal kerap dianggap rumit dan mahal. Biaya, waktu, dan birokrasi yang menyertainya membuat pelaku usaha kecil merasa keberatan, padahal sebenarnya ada banyak program subsidi dan pendampingan yang bisa dimanfaatkan.
Tantangan lain datang dari aspek penelusuran bahan baku atau traceability. Dalam praktiknya, jasa penggilingan menerima daging dari berbagai konsumen dengan sumber yang tidak selalu dapat dipastikan kehalalannya. Karena tidak semua pelanggan membawa daging dari Rumah Potong Hewan (RPH) bersertifikat halal, pelaku usaha pun sulit memastikan kehalalan bahan baku yang mereka proses.
Ditambah lagi, masalah teknis seperti penggunaan mesin yang tidak sesuai standar juga menjadi persoalan serius. Beberapa peralatan penggilingan masih menggunakan bahan besi cor yang tidak food grade, mudah menyerap lemak, dan sulit dibersihkan. Lebih parahnya lagi, satu mesin sering digunakan untuk menggiling berbagai jenis daging, termasuk yang haram, tanpa prosedur pencucian yang memadai, sehingga membuka risiko kontaminasi silang yang tinggi.
Untuk menjawab beragam tantangan tersebut, dibutuhkan pendekatan yang komprehensif. Edukasi dan pendampingan menjadi langkah awal yang paling mendesak. Pemerintah, lembaga sertifikasi halal, serta akademisi perlu turun tangan memberikan pelatihan secara rutin dan berkelanjutan. Di sisi lain, sertifikasi halal untuk UMKM perlu didukung dengan skema pembiayaan yang terjangkau, seperti subsidi atau pendampingan teknis gratis, agar pelaku usaha tidak merasa terbebani.
Prinsip halal dedicated harus diterapkan secara konsisten demi menghindari potensi kontaminasi silang. Pelaku usaha juga dituntut memiliki sistem yang memastikan proses pencucian fasilitas berlangsung secara memadai dan efektif dalam menghilangkan residu maupun kontaminan. Berdasarkan penelitian Sunjung Chung dan Rosalee S. Hellberg dalam jurnal Food Control (2023), kontaminasi silang pada produk daging giling dapat dicegah apabila mesin penggiling dibersihkan secara menyeluruh mengikuti prosedur yang sesuai.
Proses pembersihan ini pun berbeda-beda, sesuai dengan jenis penggilingannya. Misalnya, pada blender dan food processor, pencucian dilakukan dengan cara membongkar komponen seperti pisau, lalu mencucinya menggunakan air bersih dan sabun yang bebas najis. Sementara itu, untuk mesin penggiling industri seperti meat grinder dan bowl cutter, proses pencucian memerlukan pembongkaran unit-unit utama, kemudian dibersihkan secara menyeluruh sesuai prosedur yang telah ditetapkan. Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO, 2007) memberikan panduan teknis mengenai prosedur pencucian peralatan penggilingan daging, khususnya meat grinder dan bowl cutter, untuk memastikan kebersihan dan keamanan pangan.
Pada kasus mesin penggiling yang berbahan besi cor, tentu dapat coba diganti dengan bahan stainless steel food grade jenis SS 304 yang lebih higienis, tidak mudah berkarat, dan lebih mudah dibersihkan. Dengan kombinasi langkah-langkah ini, jasa penggilingan daging diharapkan dapat lebih siap memenuhi standar halal yang dibutuhkan masyarakat muslim Indonesia.
Apa yang terlihat sebagai ‘sekadar’ mesin penggiling, ternyata menyimpan tanggung jawab besar. Satu kesalahan prosedur bisa berdampak pada status halal seluruh produk. Kehalalan bukan cuma soal label yang melekat pada kemasan produk. Ia adalah hasil dari sebuah proses yang penuh kehati-hatian, tanggung jawab, dan integritas. Termasuk dalam urusan mesin penggiling daging.
Dengan semangat kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat, industri penggilingan daging halal di Indonesia tak hanya bisa tumbuh lebih sehat, tapi juga menjadi inspirasi bagi dunia. Karena pada akhirnya, makanan halal bukan sekadar permintaan pasar, tetapi bagian dari ibadah.
Jika Anda tertarik untuk mengetahui apakah jasa penggilingan daging langganan Anda sudah bersertifikat halal, Anda bisa mengeceknya langsung di laman resmi BPJPH atau website resmi LPPOM www.halalmui.org. Karena bagi kami, memastikan kehalalan bukan hanya hak—tapi juga tanggung jawab bersama. (***)
Source : https://halalmui.org/jurnal-halal/173/
Referensi
Patriani P, Hafid H, Mirwandhono E, Wahyuni TH. 2020. Teknologi Pengolahan Daging. Medan: CV. Anugrah Pangeran Jaya Press.
Heinz G, Hautzinger P. 2007. Meat Processing Technology for Small-to-Medium Scale Producers. Bangkok: Food and Agriculture Organization of The United Nations Regional Office for Asia and The Pacific.
BPJPH. 2023. Keputusan Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Nomor 20 Tahun 2023 Tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Nomor 57 Tahun 2021 Tentang Kriteria Sistem Jaminan Produk Halal.
Rachmawati MA. 2024. Teliti Sebelum Menggilingkan Daging. Yogyakarta: Balai Besar Veteriner Wates.
Fauziyah NA, Nugraha RE, Yulistiani R, Masudah KW, Wardhani PC, Iqbal M, Cahyo MSK, Kritanti DA. 2022. Pengembangan Penggiling Daging dengan Bahan Stainless Steel Food Grade dalam Meningkatkan Daya Saing Produk Kaldu UMKM. Jurnal Pengabdian Masyarakat Berkemajuan. Vol 6 (3): 1266-1269.
Pratiwi H, Hutabarat ZS. 2024. Penerapan Sistem Jaminan Halal Produksi Daging Giling. Jurnal Ekonomi Bisnis Digital. Vol 3 (1): 33-36.