Istilah “nata” berasal dari bahasa Spanyol yang artinya terapung. Ini sesuai dengan sifatnya yaitu sejak diamati dari proses awal terbentuknya nata merupakan satu lapisan tipis yang terapung pada permukaan yang semakin lama akan semakin tebal (Saputra, 2009). Jenis makanan ini mirip dengan kolang-kaling, bisanya nata de coco digunakan sebagai makanan penutup. Makanan ini juga dapat digunakan sebagai manisan, pengisi es krim, yogurt, jelly, dan agar-agar. Biasanya berwarna putih hingga bening, karena terbuat dari fermentasi air kelapa. Pada mulanya dibuat di Filipina yang merupakan bangsa koloni Spanyol. (HalalMUI)

Menurut Guru Besar IPB bidang Agroindustri dan Bioindustri, Prof. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, M.Sc., nata de coco merupakan produk selulosa mikrobial murni. Sebagaimana produk mikrobial lainnnya, bahan utama sebagai sumber nutrisi bagi mikroba untuk membentuk  produk mikrobial adalah sumber karbon dan sumber nitrogen. Bahan lainnya dalam jumlah kecil adalah vitamin dan mineral yang biasa disebut unsur kelumit (trace elements) untuk memaksimalkan pertumbuhan sel mikroba dan pembentukan produk yang diinginkan.   Mikroorganisme yang bertanggung jawab untuk mengkonversi nutrisi tersebut menjadi selulosa mikrobial  adalah bakteri Acetobacter xylinum yang dimasukkan ke dalam media produksi berupa starter nata.   

Pada proses pembuatan nata de coco, sumber karbon berasal dari air kelapa ditambah dengan gula pasir untuk meningkatkan konsentrasi sumber karbonnya.  Selain sebagai sumber karbon, air kelapa juga menyuplai unsur kelumit yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Sedangkan sebagai sumber nitrogen biasanya berasal dari urea atau ammonium sulfat. Selain itu juga ditambahkan asam asetat untuk mengatur keasaman media sehingga pH media berkisar pada pH optimum pada selang pH 3-5 agar pertumbuhan mikroba dan produksi nata de coco maksimal.  Bahan bahan nutrisi tersebut dikonsumsi oleh bakteri Acetobacter xylinum untuk pertumbuhan dan menghasilkan produk berupa selulosa mikrobial, sebagaimana halnya tanaman menyerap pupuk urea atau pupuk ZA.

Apabila sumber karbon dan nitrogen disuplai sesuai dengan takarannya maka sumber karbon dan nitrogen tersebut akan terserap semua, sehingga produk selulosa mikrobial berupa nata de coco tentu tidak akan lagi mengandung gula sebagai sumber karbon dan urea atau amonium sulfat sebagai sumber nitrogen. Namun, apabila tidak terserap semua atau tidak dikonsumsi  sepenuhnya oleh mikroba Acetobacter xylinum tentu akan akan menghasilkan residu berupa sisa sisa substrat, baik berupa sumber karbon maupun sumber nitrogen. Namun residu atau sisa sisa substrat ini umumnya akan larut dan  hilang pada proses hilir dalam  proses produksi nata de coco berupa pembersihan, perebusan, perendaman dan pencucian sehingga produk akhir nata de coco tidak lagi mengandung residu sumber karbon dan nitrogen yang digunakan. Pihak pabrik yang umumnya berupa usaha kecil menengah, secara sederhana memverifikasi melalui  pengegecekan sisa asam asetat atau asam cuka. Bila nata de coco masih berasa atau berbau asam maka berarti proses pencuciannya belum sempurna menghilangkan sisa sisa substrat atau media pertumbuhan. (HalalMUI)

Jika dilihat dari unsur kemanan pangan (ke-thayyiban-nya), nata de coco sangat aman untuk dikonsumsi, karena murni berasal dari selulosa mikrobial. Produk nata de coco yang keluar dari pabrik dan dijual  adalah produk selulosa mikrobial murni tanpa membawa substrat atau media yang digunakan untuk pertumbuhan bakteri dan pembentukan produk.  Untuk dikonsumsi, selulosa mikrobial murni yang sudah bersih ini dipotong potong, dan kemudian belakangan baru ditambahkan  sirup dan bahan additif lainnya seperti perisa (flavor).

Adapun urea atau amonium sulfat sebagai sumber nitrogen yang dikhawatirkan akan mengkontaminasi produk nata de coco, pada umumnya akan dikonsumsi habis oleh mikroba untuk pertumbuhannya sebagai mana tanaman mengkonsumsi urea atau amonium sulfat (pupuk ZA) sebagai pupuk.  Residu gula, urea atau amonium sulfat, dan asam cuka, kalaupun masih ada tersisa, biasanya akan larut dan tercuci dalam poses hilir produksi nata de coco. Hal ini bisa dicek dengan mudah melalui pengujian laboratorium untuk mengetahui kandungan urea atau ammonium sulfat yang masih tersisa pada produk nata de coco.

Bagaimana halnya dengan logam berat  yang diisukan ada pada nata de coco?. Secara teoritis, tidak ada sumber logam berat dalam proses produksi nata de coco. Hal ini pun dapat dengan mudah dicek di laboratorium untuk memastikan kandungan logam berat yang ada dalam nata de coco murni. Kalaupun ada ditemukan logam berat dalam nata de coco, maka kemungkinan hal tersebut berasal dari tercemarnya bahan bahan atau peralatan  pembuatan nata de coco oleh logam berat, yang dapat berasal dari sumber air, sumber nitrogen, atau peralatan logam yang digunakan. (HalalMUI)

Adapun jika dilihat dari segi kehalalannya, Advisor Halal Audit Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM MUI), Dr. Ir. Mulyorini R. Hilwan, M.Si, mengatakan bahwa dalam pembuatannya, nata de coco perlu diperhatikan sumber-sumber bahan karbon dan nitrogennya, yaitu gula dan urea.

  1. Gula pasir

Gula, titik kritis haramnya adalah pada bahan-bahan penolong proses pembuatan gula. Yaitu jika digunakan enzim pada gula rafinasi yang dibuat dari raw sugar. Enzim bisa bersumber dari nabati, hewani atau mikrobial.

Perlu dicermati jika enzim dari hewani, apa sumber hewannya dan cara penyembelihannya. Sedangkan untuk enzim mikrobial, maka harus dipastikan media dan bahan penolong proses tidak berasal dari bahan haram dan najis.

Jika digunakan pemucat gula karbon aktif, maka harus dipastikan sumber bahan karbon aktifnya. Bahan karbon aktif disebut halal jika berasal dari batubara atau nabati misalnya kayu. Sedangkan jika karbon aktif dari tulang, maka harus dipastikan terlebih dahulu sumber tulangnya hewan apa dan cara penyembelihannya.

Pada pembuatan gula juga, kadang digunakan bahan penolong resin penukar ion. Untuk memastikannya, maka resin tidak menggunakan gelatin dari hewan haram sebagai dispersant agent.

  1. Urea

Urea digunakan sebagai sumber nitrogen, berasal dari kimia, sehingga tidak kritis. Namun, pada proses hilir produk nata de coco, harus dipastikan produk nata benar-benar bersih sebelum diproses lebih lanjut untuk dikonsumsi.

  1. Asam asetat glasial

Digunakan untuk membuat kondisi pH asam sehingga sama dengan acetobacter xylium. Rasa asam akan melekat pada produk, sehingga pencucian diperlukan untuk produk nata. Dengan membersihkan sisa-sisa asam asetat yang menempel akan membuat aroma nata menjadi normal. (HalalMUI)

Nata de Coco Baik untuk Kesehatan

Nata de coco merupakan makanan kesehatan yang kaya serat, tetapi rendah kalori. Nata de coco mengandung air sekitar 98%, lemak 0,2%, kalsium 0,012%, fosfor 0,002%, dan vitamin B3 0,0017% (Nurheni et al., 1990). Produk ini memiliki kadar serat tinggi, meliputi selulosa, hemiselulosa, lignin, dan serat larut air.

Manfaat Nata de Coco

  1. Menurunkan kolesterol.
  2. Menurunkan glukosa darah pada penderita diabetes.
  3. Mencegah konstipasi.
  4. Mengendalikan berat badan (mencegah obesitas).
  5. Mencegah kanker kolon.
  6. Bermanfaat pada mikroflora di usus besar.

Efek Negatif Nata de Coco

Selain beragam manfaatnya, Nata de coco ternyata juga bisa memberikan efek negatif bagi pengonsumsi apabila dicampur dengan sirup gula atau pemanis secara berlebih. Salah satunya adalah meningkatkan risiko diabetes. Merendam nata de coco lebih dahulu sebelum dikonsumsi dapat mengurangi kandungan gula di dalamnya.

(HalalMUI)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.

//
Assalamu'alaikum, Selamat datang di pelayanan Customer Care LPPOM
👋 Apa ada yang bisa kami bantu?