Oleh: Ustad Dr. Samsul Basri, S.Si, MME

Mulailah hijrah sekarang.

Harapkan ridha Allah.

Sabarkan diri dalam menuntut ilmu.

Bertaubat dari dosa dan maksiat.

Amalkan yang wajib dan sunah.

Hiduplah bermanfaat bagi sesama manusia.

Kalau kita bicara tentang gambaran betapa dekatnya kematian dengan ayat Al-Qur’an maka akan kita dapatkan beberapa ayat. Setiap jiwa akan terikat oleh tiga hal, yaitu dimensi waktu, stiuasi kondisi dan dimensi tempat.

Dimensi waktu mengikat manusia yang hidup di dalamnya. Ada pagi, siang, malam serta ada rentang waktu hari, minggu, bulan hingga tahun. Adapun dimensi situasi dan kondisi dapat kita kaitkan dengan kegiatan serta aktivitas kita sehari-hari. Sedang apa saat itu. Sedangkan dimensi tempat, sesuai namanya merujuk pada lokasi di mana kita berada.

Hikmah Pertama: Kematian yang Terus Mendekat

Kematian bisa datang kapan saja. Bisa pagi, siang, sore maupun malam. Juga tanggal dan hari apa manusia akan meninggal. Tak bisa dimundurkan atau dimajukan barang sejenak karena semua sudah ditentukan oleh Allah.

Firman Allah: “Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun. …Dan setiap umat atau bangsa yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya mempunyai ketentuan ajal-nya, yaitu batas waktu untuk maju atau mundur, jaya atau hancur…” (QS. Al A’raf (7): 34)

Juga tempat di mana manusia itu akan mati serta dalam kondisi seperti apa. Bisa karena sakit, bisa juga dalam keadaan sehat walafiat. Setiap manusia akan meninggalkan dunia ini, kapan dan di mana saja. Tidak terikat oleh waktu dan tempat. Sebab tidak seorang pun yang dapat mengetahui dengan pasti tentang apa yang diusahakannya besok.

Firman Allah: “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dialah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. … Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Luqman (31): 34)

Meskipun kematian sifatnya pasti dan tak bisa dihindarkan oleh siapa pun, manusia tetap saja dalam keadaan lalai. Tidak mempersiapkan bekal terbaik untuk kehidupan akhirat. Orang yang cerdas bukan orang yang gelarnya berderet. Orang sukses bukanlah orang yang rumahnya mewah, hartanya berlimpah. Orang cerdas adalah orang yang dapat mempersiapkan bekal yang baik untuk kehidupan setelah dunia ini.

Rasulullah saw. bersabda: “Al kayyisu man daana nafsahu wal amila limaa ba’dal mauut.” Artinya: “Orang yang cerdas adalah orang yang mengoreksi dirinya dan beramal sebagai bekal setelah mati. Hadis ini menegaskan bahwa orang yang cerdas adalah orang yang selalu mengkoreksi dirinya. Ia pandai melihat kekurangannya. Kelemahan yang ada pada dirinya lalu ia perbaiki. Ia selalu berintrospeksi diri.”

Jika ada orang yang mengingatkan dirinya maka ia tak malu untuk menerima kritikan itu. Saran dari orang lain ia jadikan sebagai pembelajaran. Dengan kemauannya menerima saran maka kekurangannya selama ini bisa tertutupi. Sedikit demi sedikit ia menuju kesempurnaan.

Sebaliknya orang yang tidak cerdas ialah orang yang suka mengikuti hawa nafsunya. Padahah hawa nafsu itu berasal dari setan. Adapun setan sudah barang tentu perintah pada kejelekan.

Ada tiga penyebab yang membuat manusia mudah lalai dan berpaling dari perintah Allah Swt. Pertama, melihat kematian masih jauh darinya. Kedua, kecintaan yang berlebihan terhadap dunia, dan ketiga mengonsumsi makanan haram.

Tentang kematian yang dipandang masih jauh, Allah Swt berfirman: “Inaahum yarawnahuu ba’iidaa. Wa naraahu qariibaa” (QS. Al-Ma’arij (70): 6). Artinya: “Mereka memandang (azab) itu jauh (mustahil). Sedangkan Kami memandangnya dekat (pasti terjadi).”

Allah telat menegaskan bahwa kematian itu dekat, tapi manusia menyangka kematian itu masih jauh. Itulah kesalahan dalam melihat kematian, sehingga manusia menunda-nunda berbuat kebaikan dan lebih banyak berbuat kerusakan.

Kedua, kecintaan terhadap dunia yang berlebihan. Allah berfirman: “Kallaa bal tuhibbuunal ‘aajilah” (QS. Al-Qiyamah (75): 20-21). “Tidak! Bahkan kamu mencintai kehidupan dunia. Ayat tersebut menceritakan tentang orang-orang yang mengabaikan petunjuk Al-Qur’an. Bahkan terlalu mencintai kehidupan dunia yang fana ini, dan mengabaikan kehidupan akhirat yang sempurna dan abadi.”

Banyak orang yang demi kecintaannya kepada kehidupan dunia, lalu menghalalkan segala cara untuk meraih kehidupan dunia. Ingin cepat memperoleh mobil mewah, rumah megah maka berani menempuh jalan riba. Banyak pejabat yang ingin cepat kaya mereka terjebak ke dalam korupsi.

Ketiga, mengonsumsi makanan haram. Allah Swt., memerintahkan kepada Baginda Rasulullah untuk memperhatikan makanan yang halal dan mengaitkan makanan halal tersebut dengan amal shaleh.

Firman Allah Swt.: “Yaaa aiyuhar Rusulu kuluu minat taiyibaati wa’maluu saalihan innii bimaa ta’maluuna ‘Aliim” (QS. Al-Mu’minun (23): 51). Artinya: “Wahai para rasul! Makanlah dari (makanan) yang baik-baik, dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh, Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Allah memerintahkan kepada para nabi supaya memakan rezeki yang halal dan baik yang dikaruniakan Allah kepadanya dan sekali-kali tidak dibolehkan memakan harta yang haram, selalu mengerjakan perbuatan yang baik, dan menjauhi perbuatan yang keji dan mungkar.

Perintah ini walaupun ditujukan kepada para nabi, tetapi berlaku pula terhadap umat mereka tanpa terkecuali. Para nabi itu menjadi panutan bagi umatnya kecuali dalam beberapa hal yang dikhususkan untuk para nabi saja, karena tidak sesuai jika diwajibkan pula kepada umatnya.

Allah Swt. mengaitkan makanan yang baik ini, yaitu makanan yang halal dan juga bernutrisi baik, untuk menjadikan kesalehan bagi yang mengonsumsinya. Oleh karena itu, agar kita mendapatkan keridhaan dalam beribadah kepada Allah, hendaklah senantiasa mengonsumsi makanan halal. Banyak orang yang dicampakkan ke neraka sebagai akibat atas apa yang mereka konsumsi.

Hikmah Kedua: Interaksi Manusia dengan Al-Qur’an

Ada tiga model manusia dalam melakukan interaksi dengan Al-Qur’an. Pertama, interaksi orang yang beriman terhadap Al-Qur’an. Yakni orang yang bertilawah secara baik dan benar dengan Al-Qur’an. Kedua, orang-orang kafir yang akan berpaling dan mengingkari Al-Qur’an secara lahir dan batin. Ketiga adalah orang-orang munafik, yang secara lahiriah membaca dan mendengarkan Al-Qur’an tetapi hatinya berpaling dan mengingkarinya.

Untuk model manusia pada kelompok pertama, Allah swt., berfirman: “Allaziina aatainaahumul Kitaaba yatluunahuu haqqa tilaawatihiii ulaaa’ika yu’minuuna bi; wa mai yakfur bihii fa ulaaa’ika humul khaasiruun.” (Al-Baqarah: 121). Artinya: “Orang-orang yang telah Kami beri Kitab, mereka membacanya sebagaimana mestinya, mereka itulah yang beriman kepadanya. Dan barang siapa ingkar kepadanya, mereka itulah orang-orang yang rugi.”

Orang yang beriman kepada Al-Qur’an akan membacanya setiap hari, memahami maknanya dan mengamalkannya. Mereka hafalkan, dan kemudian dakwahkan kepada masyarakat.  Sedangkan bagi orang kafir, Allah berfirman: “Wa maa taatiihim min aayatim min ayataati Rabbihim illaa kaanuu ‘anhaa mu’ridiin.” (QS. Yasin: 46). Artinya: “Dan setiap kali suatu tanda dari tanda-tanda (kebesaran) Tuhan datang kepada mereka, mereka selalu berpaling darinya.”

Orang yang ingkar, setiap kali suatu tanda dari tanda-tanda kebesaran dan keesaan Allah datang kepada mereka melalui para rasul dan ayat Al-Qur’an, mereka selalu berpaling darinya dengan penuh pengingkaran. Allah menegaskan bahwa orang-orang yang ingkar itu senantiasa memalingkan muka dari setiap tanda-tanda yang menunjukkan keesaan dan kekuasaan-Nya, serta mengakui kerasulan utusan-Nya. Hati mereka telah buta, walaupun mata kepala mereka dapat melihat dengan terang semua tanda-tanda tersebut.

Allah berfirman: “Wa sawaaa’un ‘alaihim ‘a-anzartahum am lam tunzirhum laa yu’minuun.” (QS. Yasin: 10) Artinya: “Dan sama saja bagi mereka, apakah engkau memberi peringatan kepada mereka atau engkau tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman juga.”

Sedangkan bagi orang munafik, secara lahiriah mereka membaca dan mendengarkan Al-Qur’an. Tapi mereka tetap mengingkarinya. Hatinya berpaling dari ajaran Al-Qur’an. Allah berfirman: “Maa yaatiihim min zikrim mir Rabbihim muhdasin illas tama’uuhu wa hum yal’abuun.” (QS. AlAnbiya: 2). Artinya: “Setiap diturunkan kepada mereka ayat-ayat yang baru dari Tuhan, mereka mendengarkannya sambil bermain-main.”

Setiap diturunkan kepada mereka, orang-orang kafir dan musyrik, ayat-ayat Al-Qur’an yang baru diturunkan dari Tuhan, yang mengingatkan mereka tentang prinsip hidup yang berguna bagi mereka, mereka mendengarkannya sambil bermain-main, sibuk tentang permainan yang tak berguna bagi mereka; mereka bermain seperti lazimnya anak-anak bermain.

Hikmah Ketiga: Hubungan Kematian dengan Al-Qur’an

Hubungan antara kematian dengan Al-Qur’an dapat dilihat dari penjelasan para ulama tafsir yang menyatakan bahwa hubungan keduanya dapat diketahui dengan adanya tsaqiilun, yang artinya berat. Kata itu hanya ada pada dua ayat dalam Al-Qur’an.

Di dalam Al-Qur’an QS. Al Insan (76) ayat 27: “Inna haaa’ulaa’i yuhibbuuna ‘aajilata wa yazaruuna waraaa’ahum yawman saqiilaa.” Artinya: “Sesungguhnya mereka (orang kafir) itu mencintai kehidupan (dunia) dan meninggalkan hari yang berat (hari akhirat) di belakangnya.”

Sesungguhnya mereka, orang kafir, itu mencintai kehidupan dunia yang memang kasat mata dan cepat diraih, meskipun juga cepat musnahnya, dan meninggalkan hari yang berat yaitu hari akhirat di belakangnya.

Sedangkan pada ayat lain, Allah Swt berfirman: “Innaa sanulqii ‘alika qawalan saqiilaa.” (QS. Al Muzammil (73:5). Artinya: “Sesungguhnya Kami akan menurunkan perkataan yang berat kepadamu.”

Oleh karena itu, sebelum menyesal maka marilah kita segera berhijrah. Meninggalkan hal-hal yang buruk dan lebih mendekatkan diri kepada Allah Swt. Shalat, ibadah, hidup, dan mati kita semata-mata hanya untuk Allah Swt. Mari mencari ridha Allah Swt. (Disarikan dari Kajian Jumat Pagi LPPOM MUI)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.

//
Assalamu'alaikum, Selamat datang di pelayanan Customer Care LPPOM
👋 Apa ada yang bisa kami bantu?